Meniru Cara Kerja Tuhan

‘Saat kita menoleh ke belakang, sungguh lucu cara Tuhan menyusun jalan’

Kalimat itu beberapa kali saya selipkan saat menulis cermin atau cerita mini, sebagai penguat bahwa takdir adalah segalanya. Bahwa ketika kita mencapai suatu titik, dan kita runut kembali peristiwa-peristiwa yang kita alami, ternyata masing-masing punya keterkaitan.

‘Oh, ternyata kalau tidak terjadi itu, maka saya tidak bisa menjadi seperti sekarang ini.’

‘Cara Tuhan menyusun jalan’ saya ibaratkan dengan kepingan-kepingan puzzle yang berserakan. Saat kepingan itu muncul, saya sungguh tidak tahu, apakah keterkaitannya dengan puzzle yang lain. Sedangkan Tuhan mungkin sudah melihatnya sebagai gambar yang sudah jadi. Bahwa hari ini kepingan yang pojok kiri atas sudah muncul, sementara kepingan pojok kanan bawah baru muncul esok.

Sebagai manusia, saya tak akan pernah tahu, bahwa suatu saat kepingan-kepingan puzzle tersebut dapat berhubungan. Dan sebagai manusia juga, selayaknyalah saya jangan protes ‘kenapa begini’ dan ‘kenapa begitu’, karena semua itu sudah ada yang mengatur. Saya dapat kepingan apa hari ini, semua sudah digariskan olehNya.

Ternyata, susah ya jadi Tuhan! Bahkan untuk yang bohong-bohongan sekalipun!

‘Bohong-bohongan’ yang saya maksud adalah menjadi tuhan, di dalam dunia mininya.

Dunia mini adalah dunia fiksi. Dimana tokoh-tokohnya adalah rekaan, peristiwanya adalah khayalan, dan kisahnya hanya ada dua, menyedihkan atau menyenangkan. Sehingga saat dunia tersebut diketahui oleh orang lain, mereka bisa terlarut di dalamnya, dan geregetan dengan kisahnya.

Maka ketika saya berlagak sebagai tuhan dalam dunia fiksi, saya memulainya dengan gambar besar terlebih dahulu. Kemudian memecahnya menjadi kepingan-kepingan puzzle. Lalu menyusunnya kembali, satu demi satu. Secara harafiah, ada cerita besar, yang saya bagi menjadi beberapa cerita kecil.

Saya kesulitan untuk memunculkan kepingan puzzle secara random. Misal hari ini buat cerita tentang A, lalu esok tentang M. Pembaca akan kebingungan, kok bisa loncat dari A ke M, padahal saya tahu nantinya mereka akan berhubungan. Sehingga terpaksalah urutannya adalah serial, dari A harus B. Seperti kita menyusun puzzle, kita mulai dari bagian pojok, menyusul dengan bagian pinggir.

Belum lagi masalah kedetailan. Tuhan tahu harus berisi apa saja gambar di tiap puzzlenya, bahkan satu noktah sekalipun! Sedangkan saya, masih keteteran dimana-mana, kadang detail terlewatkan, kadang warnanya ngga nyambung dengan kepingan sebelahnya, kadang garis lurus jadi melengkung. Kurang konsisten, belum lagi kalau terserang rasa malas, untuk melanjutkan kepingan-kepingan apa yang harus disusun.

Anyway, sebagai pegawai magang untuk jadi tuhan, saya dalam beberapa hari ini mencoba untuk menyusun beberapa cermin yang saling berkaitan. Kalau Tuhan punya cerita selalu punya makna, yang saya susun ini jauuuh dari sempurna.

Serial WAR AND LOVE:

Cermin 1: Teddy dan Benny (Ve’s view)
Cermin 2: Valentine Abu-abu (Ve’s view)
Cermin 3: Susu Kotak (Ben’s view)
Cermin 4: Lihat Aku, Ben! (Vinda’s view)
Cermin 5: Perang! (1) (3rd’s view)
Cermin 6: Darurat Nasional (3rd’s view)
Cermin 7: Perang! (2) (3rd’s view)
Cermin 8: Terpencar (3rd’s view)
Cermin 9: Unconditional Love (3rd’s view)
Cermin 10: Diamond in The Sky (3rd’s view)
Cermin 11: Teddy, Pulang Yaaa (3rd’s view)
Cermin 12: Alpha dan Omega (3rd’s view)

On Progress : Serial AKU INGIN JADI PENGARANG

Semoga masih bisa dinikmati ya ^_^

6 comments

  1. Yups, cara kerja yg berprinsip pada “beginning of the end”, mulai dari gambaran akhir yg diinginkan seperti apa, baru menyusun kepingan atau episode2nya. Hasil karyanya sudah lumayan bagus lho, mbak.

  2. Saya pikir semua adalah sebab akibat. Jadi takdir adalah sebab akibat (menurut saya). Gak berbuat, gak berusaha lalu minta hasil yang baik? Gak ada logika disitu bukan….
    Salam

    • Ya makasih Pak atas pendapatnya. Di Kompasiana saya juga sempat berdiskusi masalah ini.

      Sebagai manusia kita masih dibebaskan memilih apa yang akan kita lakukan. Namun sebanyak apapun yang kita pilih, seberliku apapun pilihan kita, semua masih dalam pengawasanNya.

      Saya tuliskan artikel ini bukan untuk membuat manusia menjadi pasrah ‘ah apa kata Tuhan deh!’, tetapi mendorong manusia untuk berlaku sebaik2nya dan sebenar2nya, agar hidup kita ngga sia2.

      Makasih yaaa ^_^

Leave a reply to Edy Priyatna Cancel reply