Terompet bangun pagi telah ditiup. Ted bergegas bangun, sebagai persiapan untuk apel pagi. Semua sibuk menyiapkan diri. Tidak ada yang bicara. Setelah rangkaian apel pagi, senam pagi militer, lari keliling lapangan dan mandi, selanjutnya adalah sarapan yang hanya dibatasi hanya 15 menit.
Ted makan dalam diam. Ia memasang telinganya terhadap pembicaraan para pembina. Keadaan mulai gawat rupanya. Beberapa aksi kekerasan berbau SARA muncul di beberapa daerah di pulau Jawa. Namun polisi telah bertindak cepat. Di luar Jawa, terdapat beberapa gerakan separatis, yang kini mulai muncul kembali. Sedangkan di perbatasan, terdapat pelanggaran wilayah negara di darat dan laut.
Untung belum luar angkasa.
Ted tersenyum memikirkan itu. Pelanggaran luar angkasa seperti apa ya? Apa ada pesawat luar angkasa yang melintasi wilayah angkasa Indonesia, menurunkan alien ke pulau Jawa? Asal tidak naksir Ve saja.
Kenapa jadi loncat ke Ve ya. Sejak ia marah besar atas kedekatan Ve dengan Ben, Ted selalu merasa cemas dengan keadaan kekasihnya. Semoga ia masih menjaga setia, sementara Ted jauh seperti ini dan tak bisa menghubunginya. Nanti saja, saat pesiar ia akan meneleponnya.
Ted cepat-cepat menghabiskan sarapannya. Kali ini mereka akan latihan naik turun tebing.
***
Vinda tak dapat menyembunyikan kesedihannya ditinggal Ben begitu saja. Genap dua minggu sejak kepergiannya, dan tak ada kabar satupun dari Ben. Ben tak pernah menganggapnya sebagai pacarnya, dulu, sekarang, dan akan datang.
Semua gara-gara Ve!
Vinda tak sengaja berpapasan dengan Ve di koridor kampus. Sudah terlihat dari jauh, Vinda langsung bersiap hendak menyapanya.
‘Hei!’ digenggamnya tangan Ve saat bertemu. ‘Saya mau ngomong sebentar.’ Tanpa menunggu jawaban, Vinda setengah menarik Ve ke ujung koridor.
‘Ben ngasi kabar ke kamu?’ tanyanya memaksa.
Ve menggeleng. ‘Tidak, Kak. Kan Kakak pacarnya, masa tanyanya ke saya.’ Ve mencoba menjawab dengan sabar.
Vinda melepaskan genggamannya. Lemaslah ia.
‘Gimana kabar dia sekarang ya Ve?’ entah untuk apa ia menanyakannya pada Ve. Mungkin hanya untuk melepaskan keresahannya saja.
Ve mengangkat bahunya. ‘Ngga tahu Kak. Tapi percaya deh, dia akan baik-baik saja. Mungkin saat ini dia belum bisa menghubungi Kakak. Kalau Kakak cinta, tungguin aja.’ Ve tersenyum melihat wajah cantik Vinda yang murung.
Tanpa mengucapkan apapun, Vinda meninggalkan Ve. Ah, bicara tentang pria idaman dengan saingannya, sungguh aneh. Vinda lamat-lamat mengingat percakapannya dengan Ve. Hei, darimana Ve tahu ya Ben menghilang? Kok dia tak kelihatan kaget, dan tak bertanya Ben kemana? Vinda menoleh hendak menanyakan itu ke Ve. Namun Ve telah menghilang.
Sambil berjalan meninggalkan koridor, Ve tersenyum. Masih diingatnya SMS yang masuk dua minggu yang lalu. ‘Aku berangkat Ve. Ke Wamena. Semoga kau baik-baik saja.’ Tak dibalasnya, ia masih memegang janjinya pada Ted. Tapi disimpannya SMS tersebut pada draft, agar tak ikut hilang saat ia mendelete semua inboxnya.
***
Seperti biasa Ted menghubungi Ve pada malam Minggu dan hari Minggunya. Saat teman-temannya pesiar ke kota, Ted lebih memilih memanfaatkan wartel di samping akademi untuk meneleponnya. Sebenarnya ada pilihan untuk chatting dengan Ve di warnet. Namun Ted sudah kangen mendengar suara kekasihnya.
Seperti biasa pula, Ve menceritakan kegiatannya di kampus. Sementara Ted menceritakan latihan demi latihan yang dilaluinya. Ia pun menikmati kesibukan barunya sebagai anggota marching band, yang menyebabkannya tidur jadi lebih larut.
‘Bye bye, Ve…miss you.’
‘Miss you too, Ted’
Ted menutup gagang teleponnya. Sengaja ia tak mau membuat Ve cemas, dengan menceritakan kemungkinan ia akan ditempatkan di perbatasan.