Kali ini Tempo membuat laporan khusus tentang penyair yang ‘Top’ karena dikejar Kopassus dan menjadi target operasi kelompok-kelompok lain. Sampai akhirnya ia hilang sejak Mei 1998, dan sampai saat ini belum ditemukan kembali. Saya jadi penasaran apa sih yang ia lakukan dalam hidupnya, sehingga harus dilenyapkan dari muka bumi? Puisinya seperti apa, sehingga membuat penguasa blingsatan?
Owh, ternyata puisinya tentang kezaliman pemerintah. Owh, ternyata ia membaca puisinya di tengah mahasiswa dan buruh. Satu aksinya, membuat 15 ribu buruh di pabrik tekstil di Sukoharjo mogok. ‘Hadiah’nya adalah ia dihajar polisi hingga setengah tuli dan nyaris buta. Owh ternyata puisinya dianggap sebagai propaganda, dan dengan serta merta gelar penghasut harus diterimanya. Ia berpendapat, sajak harus bertolak dari data atau pengamatan sosial
OK, sekarang saya tahu kenapa ia dibungkam. Kenapa ia mesti terus berlari, menumpang truk dan bersembunyi di rumah kerabat dan teman, menjelajahi Indonesia. Salah satu puisi yang diciptakan saat pelariannya adalah Kado untuk Pengantin Baru.
pengantin baru
ini ada kado untukmu
seorang penyair
yang diburu-buru
maaf aku mengganggu
malam bulan madumu
aku minta kamar satu
untuk membaringkan badanku
pengantin baru
ini datang lagi tamu
seorang penyair
yang dikejar-kejar serdadu
memang tak ada kenikmatan
di negri tanpa kemerdekaan
selamanya tak akan ada kemerdekaan
jika berbeda pendapat menjadi hantu
pengantin baru
ini ada kado untukmu
seorang penyair
yang dikejar-kejar serdadu
Namun dari kehidupan pribadinya, saya akhirnya tahu bahwa dia adalah penyair yang cadel, tak dapat mengucapkan huruf ‘r’ namun tetap mampu menghipnotis massa. Eh, ngga juga ding! Ia pernah membaca puisinya pada acara 17 Agustusan, tanpa henti! Akibatnya warga yang kesal menyeretnya turun dari panggung.
Seperti semua penyair, di balik sikapnya yang radikal, ia pun romantis. Puisi ini ia bacakan di depan calon istrinya, Sipon.
Anjing nyalak
Lampuku padam
Aku nelentang
sendirian
Kepala di bantal
Pikiran menerawang
Membayang pernikahan
(pacarku buruh harganya tak
lebih dua ratus rupiah per jam)
Kukubaskan pikiran tadi dalam
gelap makin pekat
Aku ini penyair miskin
Tapi kekasihku cinta
Cinta menuntun kami ke masa depan…
Kemudian, ditutup dengan ‘Kalau kamu perempuan itu, mau tidak jadi pacarku?’ Owh, jadian deh…Kok cepat sekali? Ya, karena sebulan sebelumnya Sipon sempat melihat Thukul sedang berlatih teater dan ia dipaksa untuk mengucapkan dialog ‘Akulah raja!’, yang jika diucapkan oleh Thukul menjadi ‘Akulah laja!’ Berulang kali ia harus mengucapkannya karena tak jua benar kedengarannya. Berbekal rasa kasihan, Sipon berkenalan dengan Thukul.
Lalu, kok mau menikah dengannya? Selain karena terpikat dengan pemikiran dan gaya bicara Thukul yang pintar berdebat, suatu hari Thukul datang menyampaikan kabar buruk. Ia akan dijodohkan dengan gadis di kampungnya, dan satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah dengan menikahi Sipon lebih dulu. Entah benar atau tidak, akhirnya mereka menikah juga. Modus! ^_^
Sebagai istri Sipon harus bersabar dengan aktivitas Thukul yang menyebabkannya tak pulang berhari-hari, tak menafkahi keluarga, termasuk saat ia baru pulang dari pelariannya di Kalimantan, ia meminta Sipon membuatkan popok bayi. Setengah curiga, ia bertanya untuk siapa pada suaminya.
‘Kamu menikah di sana, dan yang hamil itu adalah istrimu, bukan?’.
Thukul hanya tertawa. ‘Lha, bagaimana lagi, untuk beli tidak punya uang.’
Itulah terakhir kali Sipon melihat suaminya.
Belakangan ia ketahui, Thukul selama ini tinggal di Kalimantan bersama aktivis asal Medan yang juga dikejar pemerintah Orde Baru. Istri aktivis ini, baru melahirkan.
Kalau teman-temanmu tanya
Kenapa bapakmu dicari-cari polisi
Jawab saja:
‘Karena bapakku orang berani.’
~Puisi untuk anaknya, Fitri Nganthi Wani
***
sastrainment : sastra infotainment
Sastrainment #1: Lord Byron, dan Kisah Cintanya yang ‘Juara’
Sastrainment #2: H. C. Andersen, Mengubah Kelainan Seksual Menjadi Dongeng Terkenal
Sastrainment #3: A. S Laksana, Penulis Yang Tukang Protes
Sastrainment #4: Joko Pinurbo dan Tahilalat
Sastrainment #5: Selalu Ada Selma untuk Gibran
Gambar : id.wikipedia.org