Selfi di Depan Si Mati

Peziarah di TMP dilarang:

Mengambil gambar/foto-foto di lingkungan TMP 

Selain tertera di papan peraturan, saya juga mendapatkan himbauan lisan yang sama, dari bapak penjaga Taman Makam Pahlawan Kalibata, saat saya menyerahkan KTP sebagai jaminan dapat masuk dan mengikuti semua aturan di TMP. Konon untuk keluarga masih diperbolehkan, tapi entahlah, saya juga ngga ingin berdebat masalah itu karena saya setuju. Berfoto di depan kompleks kuburan masih OK, tapi begitu berfoto di depan nisan, I don’t feel it’s right. So when you’re in doubt, don’t!

usai-dikebumikan-para-fans-ramai-foto-selfie-di-samping-nisan-olga

Saat itu media sedang ribut dengan para peziarah selebritis Olga, yang baru saja kuburannya ditutup dan ditaburkan bunga-bunga, penggemarnya pada sibuk selfi dengan muka gembira. Jadi, ini sedih atau bahagia Olga ngga ada? Apakah selfi itu okeh kalau kita pasang muka sedih dan foto di depan nisan? Menurut saya kok ngga juga ya, karena selfi itu – ayolah saya juga sering selfi kok – sifatnya itu pamer. Jadi motivasinya bukan lagi karena begitu menghormati, tapi ya ingin menunjukkan pada dunia, kesedihannya, atau kebanggaannya bisa nampang di depan nisan orang terkenal. Godaannya makin besar ketika kita niatannya memang mau mejeng di kuburannya, misal sengaja ke Amerika untuk berfoto di depan makam Elvis Presley misalnya. Baik berfoto sendiri atau difotoin, maunya sih pose ini menjadi kenangan, kalau bisa dipamerkan itu bonus.

Ah saya memang cerewet dalam hal ini. Ada rasa ngga enak saat kita berbangga atau berpose di depan kuburan. Seakan…seperti menganggu orang yang sudah tenang berisitirahat. Bukan…bukan karena bacaan saya The Graveyard Book karya Neil Gaiman yang penghuni kuburannya pada bersosialisasi 😀 Tapi orang-orang ini sudah selayaknya dapat penghormatan, dan itu bukan kegaduhan atau keinginan pamer dari orang, yang mungkin terhubung sama dia aja ngga. Saya masih mentolerir yang memotret untuk merekam suasana di pekuburan tanpa ada pose sendiri di dalamnya, untuk keperluan professional (dokumentasi entah karena hobi atau kerjaan, misal bikin film, seperti yang saya temui di TMP Kalibata, ada aktor Mathias Muchus sedang berperan sebagai tentara), atau keluarga yang memotret suasana pemakaman untuk koleksi pribadi. Yah tujuannya yang bukan untuk pamer diri sendiri. Seandainya kita menganggap bahwa mereka semua sudah mati, ngga perlu diributkan masalah ketenangan atau apapun, setidaknya hormatilah keluarga yang sudah menyemayamkan mereka. Berani gitu minta ijin selfi di depan nisan anggota keluarganya? Makanya himbauan saya ini jadi ngga berlaku saat keluarga memberi ijin berpose di makam, misalnya saja sepert makamnya Elvis Presley yang dibisniskan.

Bagaimana dengan jenasah?

Setelah dimuakkan dengan pose jelas korban kecelakaan lalu lintas yang disebarkan di media sosial dan abal-abal (sorry to say that, media yang bermartabat ngga akan cari perhatian dengan cara murahan seperti itu), saya jadi heran emang standar ketegaannya seberapa tinggi sih? Banyak temannya sih kalau yang begitu, yang biasa share kondisi mengenaskan korban perang, korban pembunuhan…meskipun niatnya untuk memancing rasa kasihan, hah plis deh, yang liat mual, pihak keluarganya tentu ngga mau foto itu tersebar. Ayah mereka mati mengenaskan, ibu mereka korban pembunuhan, anak mereka korban penyiksaan. Apalagi kalau, selfi di depan korban. Duh!

Begitu juga dengan pose seseorang yang sudah dalam peti, sudah dikafani, sudah didandani siap dikremasi, kayanya ngga perlu juga disebar ke media sosial, apalagi dipajang jadi cover atau profile picture. Biarlah itu menjadi koleksi pribadi. Emang apa yang mau diharapkan dengan penyebaran foto itu? Pengumuman ya gunakanlah kata-kata. Kecuali kalau orang yang sekarat kemarin bilang, kalau dia meninggal tolong dong difotoin dan disebar, yang saya ragu ada yang berpesan itu pada yang ditinggalkan, alih-alih pesan mengenai warisan atau tabah menghadapi cobaan.

Sama juga dengan orang sakit, saya ngga terlalu galak menghimbau sih, tapi kalau itu saya sendiri, ogah deh foto-foto di depan orang sakit. Kasihan, dia sedang dalam kondisi bukan terbaiknya. Memang sih ada aja pasien yang minta difotoin bersama-sama dengan penjenguknya. Mungkin sebagai kenangan, atau karena penjenguknya orang terkenal. Tapi kalau tanpa persetujuan yang sedang dikunjungi, mending ngga usah deh. Apalagi sakitnya parah gitu, dengan banyak selang yang melekat, muka yang ngga segar dan mimik berusaha disehat-sehatkan.

Jadi, bijaklah dalam menggunakan kamera. Ngga semua mesti difoto, ngga semua mesti disebar ke media. Hormati mereka yang sudah mencapai ujung hidupnya, biarkan mereka tenang tanpa pose selfi kita di depan nisannya.

***

IndriHapsari

 

*terinspirasi dari note FB Budiman Hakim*

*maaf penggunaan kata ‘si mati’ bukan tidak untuk menghormati*

6 comments

  1. Sepakat banget sama poin-poin nya mbak. Paling nggak suka saya. Orang kesusahan atau kemalanagan, tidak perlu sibuk dokumentasiin. Ah, jadi ingat tentang fotoan sejenis ini mbak, beberapa waktu lalu saya lihat ada foto bareng si istri dengan teman-temanya di kuburan sang suami. “Koq bisa senyum ya, apakah itu menunjukkan kalau dia kuat?” itu yang sempat terpikirkan oleh saya mbak.

  2. buat saya… kesedihan is kesedihan. harus kita hormati kesedihan seseorang apalagi karena kematian. nggak etis selfie atau welfie di depan makam apalagi jenazah apapun alasannya. kalau orang sakit, kalau yang sakit yang minta bisa jadi akan saya kabulkan. apalagi kalau saya sendiri yang sakit dan yang datang tamu jauh. mbak Indri misalnya. itu kesempatan langka yang harus saya manfaatkan…..kapan lagi selfie sama penulis tterkenal?

    • Hahaha waduh jangan mbak, kalaupun foto kan emang wajib foto sama sahabat 🙂 Iya mbak, makanya sy mikir jauh kalau mau share atau bahkan ambil foto untuk disimpan sendiri, mikirnya berulang kali 🙂

Komen? Silakan^^