
Graphic diary adalah salah satu buku yang ngga perlu pikir panjang bagi saya untuk mengambilnya. Definetely will grab it, meskipun masih terbungkus plastik dan ngga pernah baca reviewnya. Apalagi model kaya gini nih, Clueless in Tokyo. Buku sebelumnya, Tokyo on Foot juga telah merampas perhatian saya, dan meneliti (bukan cuma membaca :D) per halamannya di rumah.
Buku begini terasa sangat membumi, bagi orang lokalnya, dan petunjuk yang bagus bagi tamu atau pendatangnya. Kita kan tanya orang susah, baca di internet tulisannya kanji semua, mesti nyariin satu-satu lagi karena fokus tiap orang beda. Nah penulis-penulis (atau karikaturnis ya?) ini kebanyakn sudah tinggal bulanan atau tahunan di Tokyo, jadi dia dengan detail bisa menyampaikannya dengan visual, plus meringkasnya dalam kata-kata. Buku model gini emang harus irit kata kalau ngga pembacanya bakal males baca.
Jika Tokyo on Foot banyak pakai pensil warna, Clueless in Tokyo ini pakai tinta atau cat warna. Brr…saya ngegambar pakai cat itu pasti mbleber dan ngga jelas gambar apa. Mbak Betty Reynolds ini malah bisa gambar yang mungil-mungil. Paduan warnanya juga sangat menarik, orang jadi ngebayangin hidup di Tokyo itu indah banget ya…padahal… hehehe…
Obyek yang digambar juga beraneka, mulai dari benda mati sampai benda hidup. Mulai dari sistem sampai kebiasaan. Mulai Tokyo Tower sampai minuman Kora (Cola). Mbak Betty pinter menemukan hal-hal unik yang membuat pembaca berpikir, ‘Ooh..gitu…’. Apa yang menjadi pikiran di kepala mbak Betty, juga dia utarakan di buku, dan diusahakan cari jawabannya.
Mbak Betty juga melengkapi bukunya dengan bahasa Jepang dan huruf kanji, selain bahasa Inggris. Saya baru tau nih boneka kucing yang tangannya maju mundur itu namanya Mangki-Neko, dan dia bukan dadah-dadah ke pengunjung, tapi ngomong. ‘Money come, money come’. Plis, jangan GR ya 😀

Atau istilah-istilah di sushi ini, ada bagusnya dihapal biar ngga salah pesan. Selama ini saya tunjuk gambar tanpa berusaha mengucapkan nama menunya. Atau tinggal ambil sushi dari ban berjalan. Ternyata masing-masing ada nama khususnya dan pakemnya.

Yang menarik di Tokyo ada Petto-Kissa, ini kafe yang isinya selain kopi juga ada binatang. Jadi ceritanya karena di apartemen ngga boleh pelihara binatang, mereka yang rindu membelai hewan peliharaan yang lucu, bisa nyewa per jam.

Atau kebingungan mbak Betty waktu ke toire (toilet) di Tokyo. Kayanya orang Tokyo nih serius banget ya soal buang hajat ini. Fasilitasnya dibuat selengkap mungkin, ngga cuma air, sabun, penghangat, jam (buat tau berapa lama di toilet?), bahkan kita bisa muter Bach Sonata pas lagi menunaikan kewajiban 😀
Tokyo yang kaya karakternya, mestinya ngga beda dengan Indonesia. Kita beruntung kaya budaya, banyak hal unik yang bisa diceritakan dan menarik bagi orang luar. Jangan kaya negara itu tuuh (baca: The Geography of Bliss) yang budaya aja mesti impor. Selama ini sudah ada buku komik tentang daerah-daerah wisata, atau khusus tentang Jakarta. Masih hitam putih dan general, mungkin karena pasarnya gitu ya. Nah semoga aja hasil colekan saya ke komikus-komikus keren Indonesia ini bisa menghasilkan karya yang menampilkan karakter unik Indonesia 🙂

***
IndriHapsari