Saya tertarik dengan bahasan Kompasianer Anissa F. Rangkuti tentang perempuan berpendidikan tinggi yang sering dianggap bakal dijauhi laki-laki. Fokus bahasan saya adalah pada ‘wanita berpendidikan tinggi’ dan ‘laki-laki’
Menurut saya, penting bagi wanita menempuh pendidikan yang setingi-tingginya. Bisa meningkatkan nilai tawar dalam pekerjaan, memperluas wawasan, menularkan pengetahuannya bagi keluarga dan lingkungan sekitar, dan membawa kebanggaan. Juga, siapa tahu, kalau nasib sedang buruk, pendidikanlah yang akan menyelamatkan kita dari diremehkan orang.
Kemudian apa yang salah dari wanita berpendidikan tinggi? Kalaupun ada yang salah, sebenarnya bukan pendidikanlah yang menyebabkan kekacauan tersebut, tapi karakter. Kalau saja sang wanita mau menghormati suaminya sebagai kepala keluarga dan teman hidup, tidak akan ada tuduhan terhadap pendidikan. Sebagai kepala keluarga berarti wanita harus mengikuti apa yang diinginkan suami, menunjukkan rasa hormat di hadapan seluruh keluarga, dan menghargai pendapat suami. Sementara sebagai teman hidup wanita juga harus bisa memposisikan diri sebagai seorang istri yang penuh kasih dan memberikan kenyamanan pada suami.
Kalau wanita berpendidikan tinggi cenderung memilih-milih calon suami, menurut saya hal ini sah saja. Kriterianya, Anda mungkin boleh tanyakan ke wanita yang lain, bukanlah pria dengan pendidikan yang LEBIH tinggi atau paling tidak setara. Tapi pria yang percaya diri, penuh kasih, dan bisa membimbing wanita dalam mengarungi hidup rumah tangga. Pria yang percaya diri sadar betul akan potensi yang ada di dirinya, bisa memanfaatkannya untuk menundukkan dan mengendalikan wanita, sekaligus bertanggung jawab terhadap keluarganya. Wanita, setinggi apapun pendidikannya, semandiri apapun dalam kesehariannya, tetap butuh kepemimpinan dan kehangatan dari seorang lelaki, sama saja seperti wanita-wanita lain.
Saran saya kepada para pria, jangan takut memilih calon istri meskipun tingkat pendidikan Anda tidak sepadan. Be confident! Kalau sudah tidak suka, ya hindari! Ngga usah maksa. Sedangkan untuk para wanita, kalau sudah keliatan si lelaki minderan, stay away from him. Kelak, dalam kehidupan berumah tangga, apa yang mau diharapkan dari lelaki yang tidak bisa menjadi pemimpin? Yang sebentar-sebentar menyalahkan pendidikan wanita untuk menutupi rasa mindernya.
‘Lo yang minder, kenapa gue yang susye?’ 🙂
***
Tp jujur ya kak, ini dari pengalaman aq sendiri, 3 cewek sama2 sedang kul S2,
Aq gk bsa sebut nama kasih ja nama A, B, dan C
Si A orangnya pake logika kalo ngomong (biasa mantan aktifis kampus). D fikirannya yg memang budayanya kaya’ orang jakarta, dy bilang “biasa klo cewek nikah usia 30 (malah dy heran ma orang jawa yg bilang 25 tuh dah prawan tua) yg gk biasa tu klo usia segitu gk kerja”, trus ngomongin jodoh dy tu kaya’ punya ptinsip gini, dy paling gk nikahnya ma cowok yg pendidikannya minim S1, krn rugi klo cma nak sma
Nah si C nih pacaran ma cowok yg dulunya kul S1 tp mundur d tengah jalan ya…. Pastinya cma lulusan SMA, ni sekarang mreka dah lamaran dan tunangan. Klo boleh d garis bawahi temenku ini enjoy2 aja tuh, kalian jgn ngejust dy y…. Si C ini sudah d kuliahin sehari semalam oleh si A, nyatanya dy tancap gas terus gk kepengaruh tuh
Yg B nih dah mw srius tp cowok yg d seriusin minder krn pendidikan si cewek
Dari ketiga crita tu aq cma mw bilang, please jgn ngejust kami yg katanya nyalahin kodratnya wanita (berhubung kami semua muslim)
Krn sejujurnya ketika gelar S1 dah d dpat bnyak yg sombong milih kerjaan, dll.(maaf klo nyinggung) bagi aq kerja walau gaji masih d bawah umr tu biasa ja. Aq ngalamin dn itu berlangsung 1 tahun lebih. Dn dr kul S2 ni aq ru sadar klo aq tu bukan apa2 dbanding mreka yg berpengalaman ktika aq kerjapun aq masih kalah tuh ma yg bergelar S1,
Tp dgn gelar S2 klo bsa buat senyum orang tua tuh rasanya kita kepengen terus
Apa salahnya kami yg mengejar pendidikan tinggi, kami belajar krn kami belum bsa bkan hanya tuk dapat gelarnya saja. Bahkan cma untuk dapat senyum orang tua. Rasa bangga dan haru ortu tu…. Gk bsa d ungkapin senangnya
Kami belajar untuk putra putri kami, jgn salah y…. Ketika aq d mnta jd ibu rumah tangga pu. Bagi aq gk masalah krn ketima pengalaman yg jd guruku, aq sadar bahwa limpahan kasih sayang dan tumbuh kembang anak tu sangat penting d dampingi orang tua
Tp sekali lg aq d sadarkan pada fakta baru, bahwa pendidikan sekarang tu sudah maju pesat klo anaknya mw d sekolahin d skul yg bonafit banyak tuh yg d skulin d sekolah dgn embel2 IT (islam terpadu) padahal sekolah kayak gitu gk murah sppnya kisaran 200k-900k klo aq gk ikut kerja bisa gk nutup biaya skul anak?
Trus kalian jawab y… “Mending skulin d negri ja murah… Gratis pula”
Tp bagi mreka pasti menginginkan anaknya skul d tempat yg lebih terjamin ilmu agamanya bisa belajar agama dgn baik. Krn aq pun ingin putra putri ku kelak mendapatkan yg terbaik yg dpat dberikan oleh orang tuanya.
Lalu…. Salahlah aq dan tmn2 ku yg kul S2
Salahkah kami yg berpendidikan ini?
Salahkan kami yg ingin menjadi anak yg dpt d banggakan orang tua?
Salahkah kami?
Mungkin dibaca lg aja ya artikel sy, ngga ada yg disalahin kok smg bs lebih paham 🙂
Sbnrnya, memang pria bisa minder dng wanita berpendidikan tinggi, atau yg lbh tinggi pendidikannya. Pria lbh nyaman dng wanita yg di bawahnya dr segi ekonomi, kecerdasan dan pendidikan.
Di dlm menyeleksi pacar/istri, pria mementingkan 4 hal ini dlm diri wanita: kecantikan, kemudaan, keagungan (kesucian, kesetiaan) dan kecocokan kepribadian. Ya di samping itu, pria jg lbh respek pd wanita yg kelihatannya sdh bs mengurus rumah tangga dng latihan di rumahnya (bisa masak, ngerti nge laundry, membersihkan rumah dll). Makanya, pendidikan wanita sebaiknya ga ush ditanyakan oleh si pria di dlm pedekate atau masa pacaran krn toh ga penting juga dan kalo pendidikan si wanita lbh tinggi (misalnya si wanita S1, si pria SMA) si pria bisa minder. Rasa minder ini bs menyebabkan si pria cari selingkuhan yg pendidikannya rendah misalnya SD, SMP.
Benar mbak, krnnya meski wanitanya berpendidikan tinggi jg mesti menghargai pasangannya dan ngga mentang2 😊