
Berada seharian di kampus membuat semua urusan kalau bisa dibereskan di tempat yang sama. Maklum, mager, apalagi kalau kampusnya gede, terdiri dari hutan atau rawa atau ilalang. Dari beberapa kunjungan ke kampus besar di Indonesia, kendala utama adalah soal transportasi. Kalau jalan gempor juga, belum kalau cuaca tidak mendukung. Kalau kampusnya kecil masih bisa keluar kampus dan mendapatkan kebutuhan kita di luar sana.
Kebutuhannya mulai dari fotokopi, cetak tugas, beli pulsa, alat tulis, sampai makanan. Khusus untuk makanan sebenarnya bisa disikapi dengan bontot alias bawa aja dari rumah, kos atau beli pas perjalanan ke kampus. Masalahnya, kalau bukan dosen atau staff ngga punya akses ke microwave. Jadi entah kuahnya udah berlemak gitu (misal soto atau rawon), nasi yang dingin dan anyep, kurang nikmat aja. Apalagi kalau mau minum teh panas misalnya, masa mesti bawa termos. Selain itu mungkin kurang praktis ya bawa-bawa peralatan makan, ngga ada tempat cucinya (meski ada juga ngga tersedia sabun dan spons), trus resiko ketinggalan lebih besar. Misal nih lagi ambil uang di ATM, pastilah si wadah itu akan nongkrong di atas ATM biar ngga mempersulit gerak kita. Di saat itulah (widih) suka lupa aja bawa lagi wadahnya, terutama setelah melihat saldo tabungan kita 😀
Keberadaan kantin di kampus Indonesia itu sudah mutlak hukumnya. Pihak kampus biasanya mengelolanya supaya mutu dan kebersihan lebih terjaga, teratur, dan bisa ngasih makan mahasiswanya yang kelaparan (atau habis dimarahi dosennya :D) dengan harga yang terjangkau. Kalau keberadaan para pedagang makanan ngga diatur, bisa semrawut, gontok-gontokan antar pedagang, belum lagi kalau mahasiswanya mesti dilarikan ke poliklinik karena keracunan makanan.
Makanan di kantin jadi magnet karena para pedagang bisa menawarkan harga yang terjangkau, tanpa mengorbankan rasa. Malah ada yang minta bungkus untuk bisa dimakan di rumah atau kosnya. Kantin juga menjadi tempat yang asyik buat nongkrong, dengan teman ataupun sendirian sambil nunggu kuliah atau bimbingan. Untuk membunuh waktu bisa sambil baca, ngecek HP, melihat pengunjung atau pemandangan, atau mungkin nonton televisi dan dengerin musik yang suka ngga satu selera dengan mahasiswa 😀

Universitas Indonesia yang berlokasi di Depok menyadari hal tersebut. Berada di area yang luas banget dan banyak hutannya seperti Kebun Raya, cari makan di luar sama aja sekalian pulang 😀 Jadi lebih baik ngider dari fakultas ke fakultas, karena masing-masing fakultas minimum punya satu kantin yang bisa dimanfaatkan. Tulisan ini berusaha merangkum semua, makanya dibuat bersambung, biar bisa update terus 🙂

Kantin pertama yang saya coba berada di area Perpustakaan. Perpustakaannya yang megah dan belum selesai dibangun ini merupakan bangunan terintegrasi dengan Kebun Apel (saking banyaknya komputer Mac disana :D) dan penjual makanan. Ada jejeran kios di samping Perpustaan yang menjual beragam makanan dari beragam pedagang kecil, dan ada pedagang modern di dalam Perpustakaan. Brand terkenal semacam Starbucks membuka outlet cukup besar dan menghadap danau. Lainnya ada resto Korea, resto masakan Indonesia, Barat, atau cukup nongkrong aja di depan Indomaret yang lagi-lagi lokasinya berada di dalam Perpustakaan. Untuk rasa sama seperti outlet di mall, harganya lebih tinggi dari kedai biasa. Suasananya nyaman karena interiornya dipikirkan bener, berpendingin udara dan areanya ada yang indoor dan outdoor. Pokoknya ngga malu-maluin deh kalau bawa tamu 🙂

Karena saya belum nyoba kedai di luar Perpustakaan, yang bisa saya ceritakan adalah Kantin Teknik alias Kantek. Letaknya dekat dengan Engineering Center. Sejak diresmikan beberapa bulan yang lalu setelah mengalami renovasi, ada belasan tenant yang menghuni kantin yang terbuka ini. Transaksinya menggunakan Tap BNI, yang sudah jadi satu dengan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Tiap tenant sudah memiliki card readernya, jadi ngga ada lagi ceritanya pedagang megang makanan sama uang lecek-lecek 😀 Kantin ini konsepnya green, jadi semua piring bersih dan peralatan makan dikumpulkan dalam satu tempat, kita tinggal ambil aja sambil keliling menuju tenant yang kita suka. Pilihan cukup banyak jadi tiap hari bisa ganti. Harga cukup terjangkau, sekitar belasan ribu. Ada stand yang khusus jual minuman dan jajanan. Wastafel tersedia luas, beserta meja pembuangan. Jadi kalau selesai makan, piring gelasnya diberesin ya. Dibawa ke meja akhir itu, buang makanannya dan letakkan di meja piring kotornya. Kantek terdiri dari dua lantai, jadi bisa lihat kampus Teknik dari ketinggian. Di Engineering Center juga bisa beli roti, susu atau air mineral. Buat mereka yang terburu waktu ngga sempet makan sambil duduk, bisanya makan sambil jalan, roti mungkin jadi alternatif yang mengenyangkan 🙂

Agak bergeser sedikit dari Engineering Center, bisa mampir ke Kantin FE atau Fakultas Ekonomi. Kalau Kantek berada di sisi kiri Jembatan Teknik Sastra atau Teksas (kalau kita jalan dari Fakultas Ilmu Budaya) maka Kantin FE ada di sisi kanannya. Berhadapan dengan danau, jadilah dia tempat yang OK untuk melepaskan jenuh. Bangunannya terbuat dari kayu, layoutnya semua pedagang menghadap area makan, jadi kita kalau mau pesan keliling aja melihat yang disuka apa. Harganya terjangkau, ragamnya banyak, dan yang asyik, buka dari pagi. Jadi ngga usah pusing cari sarapan. Buka sampai malam juga, jadi bisa seharian disana ngga jadi kuliah #eh 😀

Makanan yang sederhana macam indomie rebus bisa didapat disana. Kalau di rumah jarang banget makan itu, di kantin ini malah jadi sarapan favorit. Soalnya berkuah, hangat dan bisa disajikan cepat 😀 Benernya banyak yang lain seperti ketoprak, gado-gado, nasi padang, sate ayam. Yang internasional macam misoa dan bento juga ada. Coba nih liat, cantik ya penampilannya. Rasanya ngga kalah sama outlet fast food makanan Jepang di mall, dan yang penting…harganya… separuh dari harga mall 😀 Mau ngopi-ngopi cantik juga bisa, namun mirip warkop karena pake kopi sachetan. Kalau susu pakai yang kalengan. Disantap sama roti bakar…hmm…very yummy 🙂

Awal makan di Depok itu saya sempat kaget perutnya, kalau lidah ngga terlalu karena sebagai pemilik lidah Jawa Timuran, bisa cari yang asin dan pedas. Tapi pedasnya itu beda, ngga biasanya gitu lo sambelnya. Pas beli mendoan, saya pikir makan aja tempenya sementara cabe rawitnya ditinggal. La ternyata defaultnya itu habis mendoan dipotong kecil-kecil, dicipratkan sedikit kecap manis, lalu…buuur potongan cabe rawit lengkap sama bijinya ditaburkan. Itu mules pertama 😀

Mules kedua pas pesan ayam sambal ijo, saya mikirnya seperti yang di Bukittinggi, itiak lado mudo yang sambalnya yummy banget. Atau seperti di restoran Padang, ngga makan sambel ijo rasanya belum lengkap. Yang muncul adalah ayam goreng, dibalur sambal hijau yang asalnya dari cabe rawit hijau! Jadi pedeeesnya ampun dah, sampe menyebabkan mules kedua. Mules ketiga, ini di satu resto di bandara Halim. Pesan mie godog, kepikiran mie rebus Surabaya yang gurih, atau mie godog Yogya yang manis. Yang muncul….mie godog apa ya, Jakarta kali ya…yang ditabur potongan cabe rawit merah di kuah yang merah juga. Ampuuun….kalah telak perut saya 😀
Istilah yang dipakai juga suka beda. Saya memilih Pecel Ayam sebagai brunch, lumayan dapat asupan sayuran seperti yang saya cari di Surabaya. La yang muncul kok nasi, pake ayam super jumbo di atasnya, trus kemangi. Lho, kemana segala kangkung, kacang panjang, dan kecambah? Itu minimum requirementnya pecel kalau di Surabaya 😀 Ngga sampai disitu, kuahnya berwarna kemerahan, dan nampaknya bukan saus kacang yang saya suka. Makanya cuma minta sedikit, itupun di pinggir. Beneran, ternyata saus encer itu adalah sambal T_T Untung kali ini karena sudah biasa jadi perutnya lebih tahan atas kejutan-kejutan makanan di Kampus UI 🙂
Sampai sini dulu ya, akan diupdate kalau nyobain kantin lain 😀
***
IndriHapsari
Sekarang stay di Jakarta? S3? Atau cuma tugas dari kampus?
Sekolah lg mbak 🙂