‘I am 29 my age.’
Itu mungkin quote ajaib Vicky Prasetyo saat orasi mencalonkan diri sebagai lurah Karang Asih. Sudah amburadul, ngga penting juga ngomong di depan masyarakat desa yang akan memilihnya dengan menggunakan bahasa asing. Terkesan sotoy dan songong, sekaligus memperlihatkan bahwa dia tuh ngga nguasain amat ngomong dalam bahasa Inggris.
Yeah, itu pendapat sebagian besar orang. Vicky itu ngerusak bahasa! Sudah ngomong Indonesianya mbulet kaya benang ruwet, sehingga ada yang usul sebaiknya Vicky ngga baca kamus, tapi MAKAN kamus; bahasa Inggrisnya juga kacau balau.
Nah, kalau bagi saya sih, apa yang Vicky lakukan juga mungkin dilakukan oleh orang lain, termasuk saya. Maklum, Inggris bukan bahasa ibu. Di sekolah, kita hanya mempelajarinya dua hingga tiga jam seminggu. Itupun di kelas, biasanya satu arah, sehingga yang muncul adalah kita kuat di grammar, tapi a-u-a-u di conversation. Grammarnya? Lupa semua.
Kalau saya daftar nih, kesalahan saya selama berbahasa Inggris adalah :
1. Masih kebalik-balik antara MD dan DM (diterangkan menerangkan)
2. Vocab yang ngga pas
3. Tenses yang hajar bleh
4. Bingung penggunaan adverb dan adjective
Hampir sama kan, kaya Vicky?
Vicky selayak anak kecil yang baru belajar bahasa asing, tapi sudah berani menggunakannya dalam rangkaian kata yang fasih (meski spellingnya ngga gitu tepat) ia ucapkan dengan cepat. Rasa percaya dirinya merupakan modal yang besar untuk perbaikan. Saya yakin, jika Vicky mau membuka diri belajar bahasa sendiri, kemampuannya akan meningkat tajam. Karena untuk praktik ia tak punya malu atau gengsi, yang merupakan penyebab terbesar sukses berbahasa Inggris.
Bahkan, saya yakin, ia akan lebih mahir berbahasa Inggris, dibanding mereka yang lemah mental takut dicemooh, dan enggan berkata-kata dalam bahasa asing.
***
IndriHapsari
Gambar : antaranews.com
betul, PD itu bukan hal yg mudah hehehe
Iya Pak, itu salah satu modal utk cpt bs. Makasih Pak sdh mampir ^_^
Dekat pak Dzulfikar ah. . . .
Itu bahasa si vicky minjem bahasa mbah gugle translete kok bu. . . 😛
Hehehe, ya gpp, saat ini ngapalin Google, smg dia mau belajar spy lebih beres bahasanya 🙂 Makasih BH 🙂
Tulisan menarik Mbak di tengah kepungan tipikal masy kita yang judgmental (menurut terawangan hehe). Sepakat, bahwa proses belajar bahasa itu nggak bisa otomatis ‘klik’ krn berbagai alasan. Perlu kesungguhan, perlu umur minimal belajar bahasa (katanya ada teori critical age hypothesis; umur o – 12 thn adalah umur terbaik hehe), perlu latihan (dipraktekkan dlm konteks/lingkungan), dll. Tentu orang PD beda dengan takabur. Semoga saja ia hanya PD.
Wah rajinnya menulis… penyemangat bener ini si Mbak Indri 🙂
Makasih Bli sdh mencoba mengerti. VP hanya brsh nampak keren, bkn sengaja merusak bahasa.
Wah, ini habis libur hampir seminggu ngga nulis 🙂 Maaf Bli belum sempet mampir, nantiiii sy rapel deh 😀
Santai saja Mbak Indri Keep penning 🙂
modalnya kalau menurut saya, langsung praktek/ngomong, nggak takut dicap sok Inggris, salah ucap/tense? little-little gpp lah, mbak nanti bisa dibetulin….:-)
Hehehe, sy jg msh belajar Pak, tuh sdh sy tulisa kelemahan sy. Mari saling mendukung utk perbaikan 🙂 Makasih pak Yudhi…
Betul, Ndri, pede ngomong itu yg paling penting, terbukti orang2 yang pede, gak pedulu grammar, lebih cepat bisa ngomong bahasa jerman. Klo aku mah lambat banget, belum2 dah takut salah,…
Sy rasa sama ya, utk penguasaan bahasa asing harus hantam dulu 😀 Makasih mbak Ira 🙂