Aktivitas kritik mengkritik di dunia kepenulisan Indonesia, mungkin masih dianggap tabu. Apalagi kalau kondisinya adalah pertemanan, komunitas, belum masalah pimpinan – bawahan. Wong dikritik orang yang kompeten saja, misal penerbit yang menolak naskah kita, kita akan sesumbar ‘tu yang baca ngga bisa menangkap esensinya’ atau ‘seleranya beda’. Jago ngeles deh pokoknya, demi menangkis sebuah kritik.
Padahal kritik juga ada yang membangun lo. Yang tidak membangun diucapkan oleh mereka yang iri dan takut dengan pencapaian kita. Namun yang tidak ada kepentingan apapun, bahkan berusaha memberitahu kita kelemahannya dimana, kritik menjadi sesuatu yang berharga bagi kemajuan karya.
Hal ini juga dibahas oleh AS Laksana di blognya, Ruang Berbagi. Seperti biasa, si bapak satu ini selalu bisa bikin saya ngakak. Dia menyoroti kenapa kok penulis sungkan untuk mengkritik karya penulis lain. Jawabannya :
1. Karena takut dianggap dengki pada karya orang lain.
Ada kekhawatiran, jangan-jangan kalau saya ngritik begini, dianggapnya saya ingin menjatuhkan dia, karena iri dengan pencapaiannya. Hmmm…heloooo…kaya ngga ada karya lain aja yang lebih OK š
2. Karena ia tidak tahu betul apa yang harus dikritik dari karya orang lain itu.
Kalau ini sih soal feeling. Sometimes, kita merasa ngga sreg aja, tapi ngga tahu apa. Bisa juga ngga menguasai genrenya, jadi mending diem aja dah, daripada dianggap sotoy.
3. Karena takut bahwa kritiknya akan merusak pertemanan sepanjang hayat.
Nah, ini nih. Karena sama teman, jadi serba sungkan. Yah tapi bener juga sih, mesti liat karakter, tahan kritik ngga orangnya. Kalau ngga, sehalus apapun kita memberikannya, bisa dimusuhin gara-gara ngasih masukan.
4. Karena lebih enak menyampaikan kritik secara lisan ketimbang secara tertulis.
Kalau ini dari contohnya AS Laksana, lucu banget.
Misalnya, anda sedang ngobrol-ngobrol di warung kopi bersama beberapa teman, lalu ada yang bertanya: āBagaimana menurutmu novel si C?ā Lalu anda menjawab: āOh, itu novel yang perlu dibaca oleh siapa pun yang ingin memperkuat keyakinan bahwa sesungguhnya ada 1.001 hal yang lebih bermanfaat untuk dilakukan ketimbang menulis novel semacam itu.ā
Wkwkwk..jadi kalau ngritiknya pas ketemu itu lebih sip. Suasananya lebih gayeng jadi yang bersangkutan ngga sensi duluan. Sayangnya karena penulis terhubungnya di dunia maya, jadilah semua lewat tulisan yang bisa menyebabkan labilnya ekonomi pada harmonisasi *kumaaat*
5. Karena beriman pada prinsip sesama bis kota dilarang saling mendahului.
Hahaha..saya juga ngakak baca ini. Jadi yang mengkritik harusnya bukan sesama penulis gitu? Soalnya kalau pengkritik ngga bisa menunjukkan kemampuannya seperti apa, ya sama aja kaya komentator bola. Disuruh ngomong pinter, tapi keliling satu lapangan aja udah ngos-ngosan.
6. Karena ada perasaan tidak pantas menyerang karya sesama penulis.
Itu loh, kritik selalu dianggap penyerangan. Ada sih yang emang niat banget nyerang (nganggur mungkin) tapi yang lainnya ya demi kebaikan penulis sendiri. Coba kalau semua pihak menyadari, ngga akan nyiapin tameng (ngeles) dan pedang (kata kata tajam) untuk menghadapi kritikan.
7. Karena takut dimusuhi oleh orang-orang lain, terutama kelompok pemuja penulis tersebut.
Hehehe, iya banget. Apalagi kalau penulisnya tipe kompor, mengerahkan bala bantuan. Wong ngga kompor aja para fans siap membela sang idola kok, menelan mentah-mentah semua omongannya.
8. Karena takut pada anggapan bahwa penulis yang mengkritik karya penulis lain diam-diam tengah mengunggulkan karyanya sendiri.
Misal, kita ngritik sambil ngomong ‘coba lihat karya saya, ngga kaya gitu kan?’ Nah berarti itu kita lagi merendahkan orang lain. Atau bilang ‘ sayang sekali ngga ada yang seperti karya saya’. Nah!
9. Karena orang merasa lebih nyaman memuji ketimbang mengkritik.
Dengan memuji, kita tetap berteman, dan ngga akan dimusuhi. Jadi buat apa cari ribut dengan mengkritik suatu karya. Masalah penulisnya gitu-gitu aja, maksudnya kemampuannya ya berkisar di situ doang, bukan urusan kita.
Kalau AS Laksana sendiri, ia pro mengkritik, dan memberikan saran bagi yang sungkanan.
Sarannya antara lain :
1. Mereka perlu diberi tahu bahwa saling mengkritik itu bagus bagi pembaca.
2. Mereka perlu diberi tahu bahwa saling mengkritik itu bagus bagi peningkatan mutu karya masing-masingākalau yang dikritik mau meningkatkan diri. Penulis yang matang tahu itu, penulis yang tidak matang akan menganggap kritik adalah serangan terhadap pribadi.
3. Mereka perlu tahu bahwa pujian dari pengamat, atau komentar di sampul belakang buku, seringkali berkebalikan dengan komentar pembaca.
4. Mereka perlu diberi tahu, bagaimanapun, bahwa khalayak perlu juga membaca–tentang sebuah novel misalnya–dari perspektif orang lain yang menekuni wilayah penulisan yang sama.
5. Terakhir, orang-orang yang gemar merasa sungkan itu perlu diberi tahu bahwa penulis bukanlah bis kota.
Jadi..selamat dikritik š
***
IndriHapsari
Gambar : pinterest.com