Mencegah Plagiasi

Tulisan-tulisan yang beredar di internet, memang layaknya Opera Cake yang menggoda. Begitu menarik, lezat untuk dicicipi, dan bisa diambil secara gratis. Cake itu akan menarik pengunjung lainnya, sehingga pencuri, istilah kasar dari plagiator, akan tega untuk mengambil tanpa ijin, mengakui bahwa cake itu adalah karyanya, dan ada juga yang ngga tahu malu berseteru dengan penulis aslinya.

Saat ini bukan saatnya ‘berbesar hatilah atas kejadian tersebut, bersyukur bahwa tulisan kita begitu bagusnya sehingga ada yang berminat mencopasnya.

Pertama, tindakan plagiat adalah tindakan pencurian. Dengan membiarkan orang lain melakukannya, maka hak kita sudah terlanggar. Dan dari mana ceritanya pihak yang benar harus mengalah pada pihak yang jelas-jelas salah? Tak perlu juga dikaitkan dengan ‘memang yang ngomong sudah suci?‘. Kalau begitu, itu sama saja dengan ada yang nyuri ayam, lalu saking baiknya sekalian kita tawarin kambing dan sapi kita. Masa ngga ada usaha untuk menghalangi perbuatan nista itu supaya ngga makin besar?

Kedua, ini bukan masalah tulisan bagus. Tidak usah GR dulu. Prinsip plagiator adalah MALAS. Jadi ada tulisan nganggur, yang sesuai dengan minat dan tujuan dia, ya embat saja. Meski tulisan kita jelek dan ecek-ecek, tetap hargai karya sendiri dengan tidak mengijinkan orang lain memplagiatnya.

Nasehat yang kerap datang adalah ‘nulis yang jelek-jelek aja’ atau ‘jangan pernah nulis di internet.‘ Berhubung saya menulis untuk menyapa teman-teman di dunia maya, maka agak sulit saran ini saya terapkan. Mengenai tulisan jelek, saya sih menulis apa adanya. Mau dibilang jelek atau bagus, terserah sidang pembaca.

Kalau kita menulis sengaja jelek, kok sepertinya kita yang kalah dengan plagiator ya, sehingga ia bisa menghentikan daya kreativitas, mengalihkan gaya menulis, dan mengacaukan ritme kegiatan menulis kita. Saya jadi ingat berita yang membuat Prof. Soemantri Brojonegoro, mantan Dirjen Dikti mencak-mencak, yaitu saat sebuah universitas negeri mengharuskan skripsi mahasiswanya ditulis tangan, karena kalau diketik di komputer gampang diplagiasi. Apa itu jawabannya? Ngga mampu menjawab tantangan plagiator sehingga memundurkan waktu ke jaman batu? Nanti kalau ketemu alumni-alumni lulusan luar negeri, saya bayangkan mata mereka akan terbelalak keheranan, mendapatkan mahasiswa Indonesia begitu jadulnya.

Nah, sekarang bagaimana mencegah plagiasi?

Perlindungan bisa dilakukan saat tayang, atau sebelum tayang. Kalau di blog pribadi, ada fitur untuk mencegah klik kanan, yang berarti tak bisa ‘open in new tab’ maupun ‘copy’. Meski ada cara untuk mengatasinya, tapi ya ngga apa lah, yang penting usaha. Di platform blog yang lain, ada fitur password yang bisa dimanfaatkan. Tentu, kalau yang ini bikin sebel pembaca bener-bener, bukan yang jadi-jadian.

Untuk di Kompasiana yang ngga ada perlindungannya, kalau mau yang diupload adalah gambar tulisan kita, bukan copas tulisan ke kotak Write A Post. Anda bisa melakukannya dari Microsoft Word atau aplikasi menulis lainnya. Misalnya contoh tulisan ini, yang sudah dilengkapi dengan identitas kita.

20130912-213438.jpg

Jadi, plagiator yang terhormat silakan menyalinnya satu-satu kalau memang tertarik. Kelemahannya, mesin pencari Google dan Kompasiana bakal susah mencarinya, dan jumlah pembaca bisa sedikit.

Untuk tulisan sebelum tayang, perbanyak ciri khas kita pada tulisan tersebut. Misalnya sebut nama kita berkali-kali dalam tulisan. Di fiksi nih paling gampang. Misal alur ceritanya :
Indra menyukai Sari, namun sayang Indri, adik Indra, tidak menyetujuinya.
Gimana? Ngga kemana-mana alias mbulet kan ceritanya?

Kalau terlalu vulgar dan berpotensi bikin muntah pembaca, coba disembunyikan dalam kode-kode. Misal kalimat : dua insan sedang mengamati sembilan bebek di danau.
Kode apa? Itu loh, 29 is my age 🙂

Atau, buat akrostik. Misal : ingin nambah dua roti ismis.
Meski terkesan maksa, dapat kan kodenya? Hayooo…apa coba…

Hal lain, buat artikel kita sambung menyambung kaya’ kereta api, atau saling berkaitan. Jadi inspirasinya bisa datang dari artikel terdahulu, atau karakternya dulu pernah dipakai juga di cerita yang lain, atau pembahasan ini hanya bagian awal dari bagian selanjutnya.

Tujuannya apa sih, punya tulisan berciri khas?

Supaya, waktu ada yang memplagiat, kalau mau dibikin rame, kita mudah untuk membuktikannya. Mabok, mabok dah plagiatornya, karena bukti-bukti bertebaran tapi dia ngga tahu. Atau dia tahu, tapi terlanjur malas untuk menggantinya satu persatu. Jangan lupa screenshoot semua bukti kita dan miliknya, sebelum ngajak berantem. Siapkan waktu dan tenaga, juga pulsa, karena it will be a looong long way.

Lainnya, ya biarkan si plagiator tertawa di atas penderitaan kita. Suatu saat azab akan melaknatnya *loh kok malah nyumpahin ya*.

Akhirnya, cobalah untuk merangkul sobat calon plagiator. Anda tuliskan aja di akhir artikel : ‘Artikel yang bagus ini boleh Anda copas, dengan menyebut nama saya tiga kali. Pasti kepingin kan, mencopas tulisan saya? Ayo dong, masa’ mesti saya paksa sih??’

Dijamin, plagiator malah males berhadapan dengan kenarsisan Anda. Jangan sampai kita sia-siakan masa muda kita *sambil ngaca* karena takut dicuri karyanya.

Selamat berusaha! ^_^

***
IndriHapsari
Ditulis sebagai bentuk keprihatinan terhadap plagiasi yang dilakukan terhadap dua member Mudasiana, mbak Ariyani Aja dan Surya Narendra.

5 comments

    • Sy berusaha memahami. Ngga ijin asal tulis nama sy, atau kasih link sumber tulisan msh ok. Lah klo copas cuma sebagian (menyisakan nama sy yg selalu ada di bwh) dan ngaku2 itu karyanya, apa ngga kebangetan, niat bgt kan. Tulisan mmg hrs khas spy org hapal gaya kita, dan sebaliknya membuat pembacanya bingung kok tumben gaya dia beda (dia = plagiator)

Komen? Silakan^^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s