Komunitas Sebagai Vitamin, atau Racun?

20130906-155055.jpg

Komunitas adalah kumpulan organisme (dalam hal ini orang) yang memiliki minat yang sama (Wikipedia). Banyak lah macamnya, based on hobby, bidang yang digeluti, atau keinginan yang sama. And we can measure it in a good or bad way.

Komunitas yang sehat, akan memunculkan potensi anggotanya. Siapa tahu, selama ini ngga berani, atau bahkan ngga tahu kalau punya kemampuan itu. Akhirnya dengan dukungan banyak teman, beranilah ia. Atau kalau sendirian, kan susah tuh melaksanakan kegiatan yang positif. Dengan melakukannya bersama-sama, cincay lah! 🙂

Komunitas juga bisa menjadi teman diskusi yang asyik, karena satu pikiran dan mungkin jiwa. Jadi nyambung gitu loh, bukan jaka sembung bawa golok. Kita bisa saling memberi masukan, memuji dan menambah wawasan.

Nah, itu yang in a positive way, let’s call it ‘Vitamin’.

Yang susah, kalau komunitas mengubah kita menjadi racun. Mending kalau sejak awal yang masuk emang udah two thumbs down, lah kalau tadinya orang bener-bener? Bukan penampakan apalagi setan? Komunitas mengubahnya menjadi manusia dengan degradasi kualitas. Dan sayangnya, kadang kita ngga menyadarinya!

Ngga tahu kalau semua melakukan hal yang salah. Ngga tahu kalau dia salah, karena ngga ada yang berani ngasih masukan, atas dasar kesungkanan, tapi malah menjerumuskan teman. Semua pertemanan itu, menyebabkan orang terbiasa mendengar apa yang dia INGIN dengar, bukan yang SEHARUSNYA ia dengar. Atau ngajarin yang ngga bener. Atau kerjanya beranteeem aja. Mau masuk komunitas supaya adem, kok malah bau perang. Jadi kasian kan, tadinya korelasi positif, sekarang jadi minus. Bersama-sama melakukan kebobrokan? Owh, kasiaaan! *macam Upin Ipin 😀 *

Kalau sudah begitu, masuk komunitas malah jadi racun. Walah, padahal hidup cuma sekali kan? Mesti diisi kan?

Saat kita terjebak dalam komunitas seperti itu, ya mending keluar. Kecuali kalau kita meniti karir, supaya kelak punya wibawa, punya kuasa, untuk mengubah arah komunitas. Ibarat kapal gede, kita mesti jadi Jack Sparrownya, untuk bisa mengubah haluan. Itu juga kalau kita punya waktu, tenaga, duit juga, dan yang penting passion, untuk bermanfaat bagi sesama.

Masalahnya, menyadari something wrong with the community itu susaaah, perlu berhenti sejenak, kontemplasi, merunut lagi kronologi (ya, saya masih percaya sejarah akan memberi kita banyak informasi), menganalisis, dan mengambil langkah terbaik. Apakah yang bermasalah komunitasnya, atau oknum? Jangan karena nila sebelanga, eh setitik ya? Jadi rusak susu sebelanga.

Memutuskan atau tidak memutuskan keluar juga tahapan lain yang sulit. Kalau mau keluar, yah sayang banget. Hubungan pertemanannya sudah seperti saudara. Apalagi kalau kita ingat, dulu pernah begini begitu, dulu dibantuin, disemangatin, kalau kita keluar, mungkin dianggap bukan teman lagi. Seperti meninggalkan zona nyaman. Sebaliknya kalau memaksa bertahan, ya siap-siap makan hati. Kan sudah tahu komunitasnya racun, ati-ati loh empedunya gagal fungsi 😛

Jaman sekarang, dimana orang sibuk sendiri-sendiri, nyari temen itu susaaah banget. Komunitas adalah salah satu cara untuk menjalin persahabatan, dengan mereka yang kelak akan memberi warna pada hidup kita.

***
IndriHapsari
Gambar : pinterest.com

6 comments

  1. Yang paling asyik adalah asyik sendiri, walaupun bumi gonjang-ganjing. Ada tuh yang bisa begitu. Lempeng aja, terus menulis tanpa peduli ada kejadian (tidak) penting yang sedang terjadi dan dihebohkan. Kagum sama yang bisa.

    Sayangnya saya ini super kepo, dan pada komunitas yang udaranya lebih sering panas dan rusuhnya memang dipelihara (hihihihi), kepo bisa jadi penyakit yang sangat mengganggu… Terlibat juga enggak, kok jadi kesel2 dewek, dan kalau nggak kuat2 iman trus ikut2an misuh2. Nggak banget!

    Mendingan memang dihindari (kalo saya sudah memutuskan begitu sih), dan ditinggalkan saja. Benefit aktualisasi diri (tsah) yang ditawarkan tidak bisa melebihi kerugian ketidak-tenangan jiwa berada di dalamnya, huahaha… *udah ah, nanti malah ngeblog di komen* #Sekian *dadah-dadah cantyiiik* :p

    • Ah, jd tahu dah knp sy belum bisa. Mungkin keponya jg ya, jd sebenarnya kalau mau totally lepas ya tinggalkan medsos. Oooh, ternyata emang ‘piaraan’ ya Mbak, semua selalu ngukurnya dgn jumlah, bukan kualitas 😀

      Kikikik, makasih lo ngeblog di komen 🙂

    • Baidewei, ini tidak berlaku secara umum, berlakunya hanya khusus (istimewanyaaa dakuh) kepada saya sendiri, kwek kwek kwek… 😀

Leave a Reply to g Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s