Toko Oleh-Oleh di Bali

Perjalanan tidak lengkap tanpa oleh-oleh. Karena kita ngga hidup sendiri, ada saja orang yang ingin kita berikan barang-barang khas dari tempat yang kita kunjungi. Beruntung selama ini kalau dititipi ngga ada yang aneh dan sulit ditemukan. Seringnya sih beli tanpa titipan, jadi niatnya emang mau ngasih. Yah anggap saja sebagai tanda syukur sudah bisa jalan-jalan dan membagi kebahagiaan, siapa tahu yang diberi jadi kepingin jalan-jalan juga, atau bisa membayangkan seperti apa daerah yang kami datangi.

Urusan oleh-oleh kadang jadi ribet karena kita ngga tau mana tempat yang menjual barang yang kita cari. Apalagi kalau yang mau dibeli ragamnya banyak. Bisa habis waktu nyarinya, belum lagi masalah tawar menawar. Ngga ditawar harganya digetok, kalau ditawar mesti siap mental dan waktu yang panjang. Nunggu dilayani juga gitu, kalau pelayan tokonya ada banyak dan ramah serta sigap semua sih ga apa, yang sulit kalau ketemu yang judes bin lelet, pengen ngremus rasanya.

Bali sudah siap menghadapi wisatawan yang waktunya pendek ini. Beberapa toko Krisna telah berdiri di Denpasar dan Singaraja, salah satunya yang di jalan Raya Tuban, Denpasar buka 24 jam. Jadi teringat Mustafa Center di Singapura yang jual barang super lengkap 24 jam, begitulah konsep Krisna Bali.

image

Pengunjung tinggal mengambil keranjang yang tersedia banyak di dekat kasir, lalu silakan ambil sendiri barang yang dituju. Barang-barang tersebut sudah dibungkus satu-satu, dikelompokkan dengan rapi dan label yang jelas di tiap produknya. Pengaturan rapi ini juga berlaku untuk rak baju, yang sudah dipisahkan menurut ukurannya. Mau lihat sebesar apa ukuran tersebut, sudah ada pakaian yang digantung untuk contoh ukuran, jadi ngga perlu buka plastiknya satu-satu.

Selain luas, bangunan Krisna juga tinggi sehingga terkesan lapang. Toilet tersedia di beberapa sisi, campur antara pegawai dan pengunjung. Pegawainya ada banyak dan berdiri mengawasi pengunjung, semuanya perempuan. Demikian juga kasir yang tersedia di banyak jalur, menyebabkan antrian ngga pernah panjang. Lahan parkir juga cukup luas tersedia dengan beberapa tukang parkir. Hanya saja pada musim liburan, nampaknya lahan parkir kurang bisa menampung semua kendaraan.

Setiap pengunjung yang datang akan mendapatkan stiker di bajunya, dan nomor pada stiker tersebut dicatat setiap transaksi di kasir. Entah ya buat apa, tapi rasanya terkait dengan komisi untuk travel agent atau sopir yang mengantarkan tamu kesana. Seorang teman cerita bahwa sopirnya makan gratis di Krisna ketika mereka sedang berbelanja. Saya juga pernah melihat di salah satu sudut di restoran di Kintamani, para sopir itu boleh beristirahat dan menikmati hidangan di sana dengan gratis. Satu bentuk penghargaan bagi para sopir dan pemandunya, sekalian menjalin hubungan bisnis yang baik bagi keduanya.

Daripada kesulitan membawa oleh-oleh yang pastinya ngga satu til itu, Krisna menyediakan unit pengemasan saat pengunjung menuju parkiran. Dengan membayar 7500 rupiah, mas-mas yang ada di sana akan memasukkan oleh-oleh kita dalam kardus, merekatkan, mengaitkannya dengan tali, dan menempelkan stiker dimana kita bisa tulis alamat tujuan.

Habis belanja pasti lapar dong yah? Tempo hari saya sempat memanfaatkan restoran Krisna di bagian belakang yang menyajikan masakan khas Bali dengan selera Indonesia, maksudnya ngga ekstrim rasanya. Sekarang Krisna membangun wisata kuliner persis di depan tokonya, tinggal nyebrang aja, dengan lapangan parkir yang sama luasnya. Restoran yang saya sudah incar karena khas Bali, ada disana jadi lumayan deh satu tempat dapat semua.

Selain Krisna banyak lagi sih toko oleh-oleh lain. Tapi dari luar nampak tertutup, sepi dan kurang modern, sehingga banyak yang tersedot ke Krisna. Sepertinya penurunan omzet ini juga berlaku di pasar oleh-oleh. Selain barang yang dijual sama, harganya sama atau lebih mahal dikit, banyak wisatawan yang kecewa dengan sikap pedagang yang memaksa atau memberi harga ngga kira-kira untuk calon pelanggannya. Sayang ya, padahal  pergi ke pasar bisa menjadi obyek pariwisata.

Toko lain yang ramai adalah Joger, yang menjual kaos dengan kata-kata lucu. Awalnya ada di Kuta yang selalu ramai, kemudian buka lagi di Bedugul. Toko kedua ini sempat tutup, kalau dari berita di internet karena Joger menolak membayar pajak dua kali lipat ke banjar di sana. Namun info dari orang Balinya sendiri ada komplain terkait parkir bis yang memacetkan jalan.

Dan saat saya berkunjung ke sana, memang benar itu bis berpuluh-puluh banyaknya bisa jejer di jalan, menghambat kelancaran jalan. Padahal sudah tersedia tempat parkir bis, namun tidak cukup rupanya. Petugas dari Joger juga cuma sedikit unuk mengatur masalah parkir, itupun hanya di parkir mobil.

Di dalam Joger dilarang untuk memotret, begitu tulisan di papan pengumuman yang diletakkan di depan pintu masuk. Bangunannya sendiri tidak terlalu besar, mungkin hanya sepertiga Krisna, namun yang ini tingkat dua. Di tingkat dua ada tas dan sandal yang tidak saya kunjungi.

Pertama datang pengunjung disambut dengan berbagai souvenir yang sebagian besar mengingatkan pada Krisna. Bagian belakang berisi kaos-kaos yang sebenarnya sudah dikelompokkan berdasarkan ukuran, namun semua dalam kondisi terbuka dan ditumpuk. Sulit mencari tulisan, warna dan motif yang sesuai, sulit juga untuk bergerak di antara rak-rak tinggi itu dan lautan pengunjung. Ada satu ruangan untuk baju anak-anak, yang menyebabkan orang tuanya harus merunduk untuk memasuki pintu yang ngga sampe semeter. Di dalampun kurang nyaman karena kita seperti berada pada ruangan kecil dan tertutup.

image
Handiast.blogspot.in

Antriannya super panjang, saya rasa itu waktu mengantri saya paling lama, dengan waktu belanja paling pendek. 2 jam vs 0,5 jam. Entah karena kasirnya ngga banyak atau pengunjung begitu membludak. Eh tapi di Krisna yang pengunjungnya sama banyaknya lancar-lancar saja tuh. Satu jam pertama saya lewatkan dengan keraguan, dibatalin apa ngga ya, secara ngga butuh-butuh amat barangnya. Tapi setelah itu pasrah saja deh, dan saya melewatkan waktu dengan menata barang di rak-rak yang saya lewati supaya ngga berantakan, bukan supaya direkrut jadi pegawai lo ya šŸ˜€ Sedikit pegawai yang terlihat yang bisa menenangkan pengunjung yang sudah mulai gelisah. Belum lagi aturan per pengunjung hanya boleh membeli 12 item yang batu diberitahukan saat di kasir. Kasihan yang sudah beli banyak atau dititipi  temannya untuk mengantri.

Sampai di luar sudah penuh orang, jam sudah menunjukkan pukul lima sore, waktunya Joger tutup. Apa daya antrian masih mengular. Saya membeli minuman di kantin sebelah yang juga penuh orang, dan bergegas meninggalkan toko yang masih saja didatangi bis-bis pariwisata itu.

***
IndriHapsari

Advertisement

6 comments

Komen? Silakan^^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s