Entah ya, sejak The Smurf 1 sebenarnya saya sudah ilfil dengan film ini. Padahal di rumah anak saya (emaknya sih ngga ngaku :P) koleksi semua komik Smurf. Hal yang sama terjadi di film The Muppets, yang memadukan animasi dengan manusia. Kesannya maksa, ruwet, dan jadinya ngga fokus. Dan kenapa yah, selalu manusianya pakai aktor yang juga main di serial How I Met Your Mother? Di The Muppets pakai Jason Segel yang jadi Marshall, sementara di Smurf pakai Neil Patrick Harris yang jadi Barney.
Kesan ini diperparah dengan jalan cerita yang ‘pasti entar lagi begini’ alias gampang ketebak. OKlah rumus yang sama untuk film anak-anak adalah kebaikan pasti menang. But how to achieve it, itu yang bikin menarik. Di The Smurf 2 ini, ngga ada tantangannya, malah kadang digampangkan dengan serba kebetulan.
Di luar itu, tentu perlu usaha lebih saat director memadukan dua hal yang berbeda ini. Bisa dibayangkan gimana si aktor mesti berpura-pura ngomong sama tembok dengan anggapan si Smurfnya lagi ngegantung di dinding. Atau nempatin animasi di bianglala yang jalan-jalan sendiri, pasti juga susah.
Mengenai cerita, ini yang jadi perhatian saya. Nampaknya film The Smurf 2 ini telah menjadi film Gargamel, penyihir jahat yang demen banget ngejer 99 smurf. Rencananya mau dia peras sarinya di Smurflator. Fokus film malah lebih banyak memperlihatkan aksi jahatnya Gargamel, lonjakan emosinya, akal pintarnya (kok dia lebih mirip ilmuwan ya daripada penyihir), dan semua adegan slapstick saat dia tertimpa kesialan.
Fokus kedua pada Smurfette yang lagi digadang-gadang Gargamel agar menyerahkan formula rahasia Papa Smurf. Untuk itu dua smurf baru yang tidak biru, Vexy dan Hackus, yang berusaha mempengaruhi Smurfette agar jadi bandel, dan menjadi anak Gargamel kembali. Seperti mereka, Smurfette sendiri diciptakan Gargamel untuk mengacaukan desa Smurf, eh malah berbalik jadi memusuhi Gargamel.
Untunglah alur yang bisa ketebak agak terselamatkan dengan visualisasi yang menarik perhatian. Misal kebut-kebutan dengan menggunakan bangau, bianglala yang terlepas dari porosnya sungguh merupakan ide yang baru.
Pengisi suara yang saya berusaha dengarkan dengan seksama adalah suara Katy Perry di Smurfette, Christina Ricci (ceweknya Casper) untuk Vexy, dan JB Smoove untuk Hackus. Hackus memberikan warna unik untuk film ini. Suaranya berat dan lambat, terkesan bodoh, namun yang saya tangkap malah kesan polos dan kekanakan. Dia yang ngga pernah nangis karena takut, sempat teriak, ‘Hacus is leaking!’ atau bocor, alih-alih menyebut ‘crying’.
Lainnya yang layak dinikmati adalah lagu-lagunya yang asyik, fresh dan pas banget dengan penggambaran suasananya, hampir seperti video klip. Terutama lagu yang dinyanyikan oleh Britney Spears, Ooh La La.
Akhirnya, kini Smurf tak lagi 99, namun 101. Semoga Peyo, pengarang aslinya, merestuinya 🙂
***
indrihapsari
Gambar : wikipedia