AS Laksana, pernah membahas tentang Shakespeare. Ia menjelaskan tentang resep sukses semua karya Shakespeare adalah, ia menahan diri untuk tidak mengkotbahi pembacanya.
Sukses yang dimaksud adalah karyanya dapat bertahan, bahkan ratusan tahun setelahnya. Pesan di dalam setiap karyanya masih relevan dengan keadaan jaman, kapanpun, dan dipentaskan dimana-mana. Kuncinya ya itu, tidak bawel terhadap pembacanya.
Karya sastra memang harus memiliki positioning sendiri, yang menjadikannya berbeda dan tidak generik kalau dibandingkan dengan yang lain. Setiap hari hadir beribu karya sastra di seluruh dunia, tapi yang berkualitas tentu hanya beberapa. Kualitas dilihat dari isi dan cara penyampaiannya. Ada pesan yang ingin disampaikan sastrawannya, dan dikemas sedemikian rupa agar tetap menarik.
Pengemasan yang dimaksud adalah cara penyampaian tersebut. Genre salah satunya. Kita bisa mengemas pesan anti narkoba, misalnya, dengan genre misteri atau humor. Kemudian pesan dapat kita wujudkan dengan analogi, kejadian, atau dialog.
Kadang, karena banyaknya pesan yang ingin disampaikan, kita memasukkannya begitu saja pada karya tersebut, tanpa mengemasnya lebih lanjut. Misal kita cerita tentang bahaya narkoba lengkap dengan data-datanya, dalam sebuah dialog. Atau ceritanya ada penyuluhan tentang bahaya narkoba, dan semua yang dijelaskan oleh petugas penyuluhan, kita tulis semua.
Kalau saya jadi pembacanya, pasti saya skip bagian itu. Membosankan, kadang ngga ada hubungannya sama cerita, dan bisa juga ngga relevan. Yang dijelaskan masih sampai putaw, sedangkan sekarang jamannya sudah strawberry quick. Saya akan cari keterangan itu di artikel kesehatan karena lebih fokus dan jelas, namun tidak untuk dipaksakan masuk dalam karya fiksi.
Shakespeare mengolah pesannya menjadi kejadian-kejadian yang menjelaskan kenapa hal ini boleh dan kenapa tidak. Bahkan ia sendiri membuatnya abu-abu, hanya menunjukkan apa akibatnya jika hal itu dilakukan. Ia membuka mata pembaca atau penikmatnya, ada konsekuensi di setiap tindakan manusia, yang terkadang bodoh dalam menghadapi suatu masalah.
Dan berkat kepiawaiannya mengemas kotbah, menciptakan dialog-dialog cerdas yang menyampaikan pesan secara tersirat, pentas teaternya tetap laris dimana-mana. Setting, boleh jadul. Namun pesannya, akan tetap abadi.
***
indrihapsari
Quotes : pinterest.com
Manstaf 🙂
Makasih Pak Edy 🙂
menarik
Makasih Pak Odi, maaf ya suka sotoy ^_^