Jika ada yang bilang
‘Sinetron tak bermutu!
Merendahkan tingkat intelegensi!
Meracuni pikiran!’
.
Tunggu dulu.
.
Bukankah kita semua suka yang lebay?
.
Jika ada orang jahat tapi tak terlihat jahat
Kita akan bilang ‘Kurang menjiwai!
Harusnya dari penampilan sudah kelihatan!’
.
Dengan mata yang memandang tajam
Suka menggertakkan gigi
Isi pikiran terdengar oleh pemirsa
Dan muka licik luar biasa
.
Atau ada tokoh baik tapi tak sengsara
Kok sepertinya lancar saja hidupnya
Tak kan ada menariknya
.
Maka kalau bisa ia pernah tertabrak sekali
Didorong, ditendang dan dicaci maki
Hidupnya penuh dengan kesusahan hati
Meski ia yang akan tersenyum di penghujung hari
.
Kita akan abai
Kalau dia manis tapi sebenarnya sadis
Atau tak perhatian
Ada hati baik di balik wajah tak menarik
.
Tak ada sinetronpun, bukankah kita penikmat berita buruk?
.
Ketika si anu bercerai dengan si anu
Ketika si anu menuntut si anu
Ketika si anu terlihat bersama yang bukan anunya
Ketika si anu merebut kamera yang menyorotinya
.
Ketika tak ada berita buruk
Hidupnya yang bahagia kita keruk
Koleksi kekayaan yang bikin lapar mata
Menunjukkan kesenjangan antara mereka dan rakyat jelata
(‘Bikin curiga saja! Uang darimana?’)
.
Begitu acara pengetahuan ditayangkan
Mana mau kita memperhatikan.
‘Terlalu berat! Melebihi jamannya!
Tidak cocok untuk kondisi Indonesia!
Membosankan!’
.
Akhirnya ya kembali lagi ke sinetron.
.
Perhatikan diri sendiri
Bukankah kita menikmati konflik
Seakan tidak eksis jika tidak ada intrik
Yang tenang-tenang pun ikut digelitik
.
Tidak usah sibuk dengan selera banyak orang.
Yang penting bagaimana kita sekarang.
Tak mungkin ada pasokan tanpa ada permintaan.
Kini saatnya berubah, mengalihkan perhatian.
.
Bahwa kisah tak harus lebay.
Hidup sudah susah, buat apa dibuat lebih susah.
Yang penting tidak cengeng tapi tabah.
Bukan terus berkubang dalam musibah.
.
Ah, kapan ya, bisa lepas dari sinetron?
