Tersesat atau kesasar, menjadi wajar kita hadapi karena begitu banyak jalan yang harus dihadapi. Yang kurang wajar adalah mereka yang tersesat berkali-kali, dan bukan disengaja pula. Kemungkinan hal ini terjadi karena kemampuan mapping yang rendah.
Mapping menurut saya adalah kemampuan untuk memetakan lokasi, hanya dari penjelasan orang lain dan bayangan. Misal jika ada orang yang menjelaskan tentang suatu lokasi, pikiran saya otomatis akan membayangkan titik asal saya berada, jalan-jalan yang harus saya lewati dengan obyek tertentu sebagai petunjuk, dan jalan-jalan kosong melompong jika daerah tersebut belum pernah saya lalui. Bayangan akan muncul dari informasi alamat yang harus saya tuju, misal perumahan, tempat belanja yang dekat dengan alamat tersebut, atau rumah teman.
Dengan kemampuan mapping yang teramat rendah, saya sering tersesat di jalan. Membayangkan, mencatat alamat, mencari tahu terlebih dahulu dari orang yang sudah berpengalaman tidak begitu membantu saat berada di jalanan. Rasa khawatir di awal, dan panik begitu tidak sesuai bayangan, biasanya membubarkan persiapan yang sudah saya lakukan.
Bahkan, jalanan yang sudah saya hapal liku-likunya di siang hari, begitu membingungkan jika saya melaluinya di malam hari. Untuk alamat yang baru, saat harus mendatanginya pertama kali pasti saya deg-degan setengah mati, takut tersesat, takut jalan buntu, dan takut tidak bisa lewat. Padahal saya tidak pernah ke luar kota, hanya keliling dalam kota saja. Kejadian tersesat bukan hanya ketika berkendara saja, di dalam mall pun saya bisa tersesat! Apalagi kalau disuruh mengingat tadi parkir dimana. Begitu keluar pintu, sudah harus mengingat tadi naik setengah lantai, atau turun setengah lantai? Lalu jika lantainya benar, tadi parkir di sebelah mana ya? D24 atau D42? Belum kalau mobilnya adalah mobil sejuta umat, dengan warna pilihan sejuta umat juga. Sudah tekan tombol ‘buka’ di kunci alarm, bunyinya dimana..mobilnya dimana…
Saya malas bertanya di tengah perjalanan, karena selain repot harus turun naik mobil, belum masalah keamanan di tengah area yang masih terasa asing. Buka kaca mobil samping? Ha..saya pernah dicuekin tukang becak karena model bertanya yang kurang sopan ini. Solusinya, biasanya saya nekat, terus saja sambil menggunakan insting (yang untuk urusan begini sebenarnya sama parahnya dengan kemampuan mapping saya) dan ingatan, sambil berdoa semoga ada jalan yang saya kenal.
Meskipun jaman makin canggih, tetap sebelum jalan saya harus mempelajarinya terlebih dahulu. Saya menggunakan peta di telepon seluler dan komputer tablet. Kedua alat ini berfungsi jika ada yang memegangi, memberitahukan saya harus belok dimana, dan memberitahu kurang berapa lama lagi saya mencapainya. Sayangnya, kebanyakan perjalanan saya lakukan sendiri, sehingga telepon dan tablet tergeletak di kursi samping, tanpa saya bisa meliriknya karena konsentrasi ke jalanan.
Pengalaman dengan menggunakan peralatan canggih tersebut, sampai mengamati penggunaan GPS milik teman, membuat saya mengetahui satu hal. Semua peta digital tersebut memberikan petunjuk rute yang terdekat, meskipun ada pilihan rute lain yang ditawarkan. Tentu saja saya selalu memilih rute terdekat tersebut, meskipun ternyata jalanan yang disarankan sangat kecil hinga hanya cukup satu mobil, membelah hutan, melewati persawahan (padahal masih di dalam kota) dan kalau malam gelap gulita. Bagaimanapun petunjuk dari orang yang sudah pengalaman lebih baik, karena yang akan dia berikan adalah kondisi jalan yang ’sopan’ dan paling memungkinkan untuk dilalui.
Solusi paling top sebenarnya adalah saya harus ditemani. Selain dia bisa memberikan petunjuk, memegangi peralatan saya dan memandu, perasaan khawatir dan panik saya bisa lebih berkurang, meskipun kita sama-sama tidak tahunya. Tapi kejadiannya sih setiap saya bersama teman, daripada menyuruhnya memandu saya, dengan senang hati tugas pengemudi saya serahkan padanya 🙂
Contoh tersesat yang disengaja :
‘Boleh ngga aku tersesat? Tersesat di hatimu..’
Eaaaa ^_^
***
sumber gambar : pinterest.com