Saya baru sadar, saat ini di rumah saya tidak ada seonggok radiopun. Ah, kenapa ya…maka melayanglah ingatan saya ke puluhan tahun silam.
Saat radio hanya berupa radio, tanpa fungsi tambahan apapun. Jika ingin menyalakan, harus memasukkan kabel ke colokan dan memanjangkan antena. Saat frekuensi hanya ada satu, AM saja. Lalu tombol hanya ada dua, yang satu bisa diputar ke kanan dan kiri agar jarum penunjuk saluran bergerak, dan yang satu lagi tombol pengeras volume suara.
Yang siarannya paling mantap tentu saja Radio Republik Indonesia (RRI) dengan program-programnya yang cetar membahana. Populer luar biasa, sampai ada pemilihan Bintang Radio yang diadakan setiap tahun. Buat saya yang masih TK, memasuki studio RRI itu sesuatu banget. Bengong melihat isi studio yang penuh dengan gamelan, lalu ruang penyiar yang ditutupi kaca, headphone segede gaban di telinga, dan aturan ‘harap tenang’, membuat saya menganggap studio ini tempat istimewa.
Radio swasta memang ada, tapi isinya dangdutan semua. Maklum, kota kecil. Bukannya anti dangdut, tapi lama-lama bosan juga. Akhirnya mulai muncul frekuensi FM, dan muncul juga radio anak muda, dengan lagu-lagu terkini. Yah, pokoknya sesuai deh dengan yang muncul di Aneka Ria Safari sama Album Minggu Ini yang muncul di TVRI . Acara salam-salaman dan request lagu, dengan mendatangi langsung studionya dan mengisi kertas kecil yang tersedia, atau cepat-cepatan menghubungi lewat telepon, menjadi persaingan kami para remaja jadul ini.
Untung era telepon putar sudah digantikan dengan telepon tombol. Kalau ngga huedeh banget deh muternya, dan nungguin putarannya kembali ke posisi semula (yang ngga jadul pasti repot bayanginnya *grin*). Berkali-kali gagal, pada peak time, sekitar jam 8 sampai jam 9 malam, hanya supaya dapat kesempatan ngomong langsung dengan penyiar, ucapkan salam buat teman-teman, dan diputarkan lagu kesayangan.
Tapi pernah satu kali saya berhasil, dan bikin saya malu setengah mati. Ceitanya saya lagi dimodusin sama cowok yang termasuk high quality jomblo. Cuma karena stylenya jual mahal, saya berusaha tidak menunjukkan DJ alias Demen Juga, hehehe. Hari Sabtu, dia bilang mau ke luar kota. Saya sih diam saja, meski agak sedih juga karena jauhan. Jadi keinget deh senyumnya yang manis *uhuk uhuk*.
Pas malam minggu, kok kebetulan telepon saya ke acara salam-salam tersebut bisa masuk, untuk diperdengarkan saat jeda. Saat ditanya lagu apa yang mau diputar, yang saya ingat lagunya Shanice, I Love Your Smile, yang lagi happening. Waktu ditanya salam, selain teman-teman, saya juga bilang ‘untuk seseorang yang lagi jauh.’ Aman, wong orangnya ngga ada ini.
Eeeh, Senin pagi saat masuk sekolah, dia menyambut saya saat masuk kelas sambil senyum-senyum, ‘Ndi, i love your smile ya?’. Saya bengong. Saat berhasil menguasai keadaan, bodohnya, kalimat pertama yang keluar adalah, ‘Loh, katanya ke luar kota?’. Itu kan sama saja membuka aib! Haduuuh, rupanya dia ngga jadi pergi, dan pasti nyengirlah dia semalaman mendengarkan saya menyalaminya dengan mengharu biru.
Saat kuliah, radio jadi teman setia saya saat begadang ngerjain tugas, dan menambah semangat di pagi hari. Saya sampai punya penyiar idola yang hobinya ngerjain orang. Lalu radio beserta nama penyiarnya juga masuk ke Kata Pengantar Tugas Akhir saya, sebagai bagian dari penyemangat kerja TA.
Nah saat berkeluarga ini yang saya rasa perkembangan radio cepat sekali. Dimulai dari radio dengan berbagai fungsi tambahan seperti bisa memutar kaset dan CD, kemudian kebiasaan mendengar radio di mobil kalau pergi dan pulang kerja, lalu kalau iseng dengerin radio sambil nyalain TV, karena satu paket dengan TV kabel yang dilanggan.
Sekarang kebanyakan lebih memanfaatkan teknologi streaming. Kalau di kantor saya dengarkan lewat Windows Media Player, dengan pilihan radio manca negara, mau genre musik apa saja ada. Kadang kalau lagi iseng sambil belajar bahasa, saya dengarkan juga talk show yang ditayangkan. Lainnya mendengarkan lewat tablet atau ponsel, dengan mengunduh aplikasi dari radio tertentu. Yang ini banyak makan pulsa nih, tapi ya namanya orang iseng, tetap saja dilakukan.
Radio mungkin telah berubah wujudnya, tapi siarannya tetaplah dirindukan.
Masukin kertas buat kirim salam ke Radio Pr*s*l*n* ya, Ndi? 🙂
Hahaha…benerrrr…pulang sekolah jalan kaki, sempetin mampir 😀 Makasih mbak Ira ^_^