Bangunannya gampang ditemukan. Kitari saja Taman Untung Suropati, belok kanan, lurus aja. Setelah lihat Bappenas, nah hati-hati deh tapi ngga mungkin kelewat juga wong letaknya di Jalan Imam Bonjol yang sepi dan bangunannya ini gede. Tempat parkir luas jadi bisa langsung masuk, turun depan pintu masuknya.

Tiketnya…dua ribu untuk dewasa dan seribu untuk anak-anak. Sudah dijual murah begitu, masih aja cuma kita yang datang. Ampun deh, kalau ngga suka isinya, bangunannya aja sudah keren abis. 3900 meter persegi, luas bangunan 1100 meter persegi, terdiri dari dua lantai. Itu halaman sebesar-besarnya, ada bunker pula di belakang bagi yang kepo ingin tau emang enak hidup di bunker. Tapi daripada kena bom ya…

Ada beberapa tablet yang dipajang, berisi permainan terkait pengetahuan isi dan bangunan tersebut. Kalau dari bangunan ini sih favorit saya. Langit-langitnya tinggi dan ada ventilasinya, jadi udara panas bisa berganti dengan udara dingin dari luar. Bangunan khas Belanda untuk iklim tropis Indonesia sejak tahun 1920. Sempat didiami Inggris, Jepang, balik Inggris lagi, akhirnya museum dikelola oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak tahun 192o tempat ini diresmikan jadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Begitu masuk memang langsung terasa keseriusan rumah ini. Furniturenya terawat baik dan masih otentik. Belok kiri ada ruang pertemuan , isinya ada kursi san meja tempat Soekarno, Hatta dan Ahmad Soebardjo bertemu Laksamana Tadashi Maeda di ruang ini. Itu kejadiannya 16 Agustus 1945 jam 22.00. Nah jam 03.00 hari berikutnya dirumuskan naskah proklamasi di ruang perumusan. Ada ruang kecil di bawah tangga yaitu ruang pengetikan, ada Sayuti Melik.yang mengetik ditemani dengan B.M. Diah. Semua ruang ini ada patungnya untuk menggambarkan suasana sebelum naskah proklamasi disahkan. Kejadiannya pada ruang pengesahan, kalau dari pintu masuk ke kanan, pada saat subuh hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 dengan dihadiri 40-50 orang. Setelahnya, masih ada peristiwa penting lainnya di tempat ini, seperti perundinfan antara Perdana Menteri Indonesia Sutan Syahrir dengan pihak Belanda pada November 1945. Terus ada perundingan lagi bulan Oktober 1946 antara Indonesia dan Belanda, dengan penengahnya Inggris.
Perjuangan diplomasi merupakan tahapan baru bagi Indonesia untuk menjadi lebih dewasa. Setelah berkutat dengan perjuangan otot, terbukti harus disertai dengan perjuangan otak atau secara diplomasi agar kemerdekaan secara otentik dapat disahkan. Bayangin betapa tegangnya suasana saat itu (ini mau merdeka setelah 350 tahun diplokoto loh!) maka keberadaan rumah ini jadi saksi bagaimana para tokoh pejuang itu bersatu dan berani memplokramirkan kemerdekaan. La, salah dikit mereka yang didor oleh penjajah yang gagal move on, gimana coba.

Lantai kedua isinya display dan poster dari beberapa tokoh penting dalam peristiwa perumusan naskah proklamasi. Senangnya di rumah ini, jendelanya besar-besar sehingga matahari bisa masuk. Tangganya dari kayu dan terawat, dilapisi karpet merah tebal yang kusam. Isi displaynya sih antara buku, peralatan lama dan poster. Yang menarik toga dan jas yang digunakan para tokoh juga dipajang disini dalam lemari kaca. Menarik karena jadi inget jubah gaibnya Doctor Strange 😀
Lagi-lagi Jakarta ngga membuat saya kecewa dengan museumnya yang keren dan terawat 🙂
***
IndriHapsari