Akui saja, kita ini generasi yang tidak suka ke museum. Kata orang, tak kenal maka tak sayang. Karena orang tua kita dulu jarang bawa ke museum, akibatnya kita ngga paham apa gunanya museum, yang tentu repot bagi orang yang ngga menyukai untuk menyuruh orang lain menyukai. Seperti SPG yang membujuk orang lain pakai produknya, tapi dia sendiri emoh makenya.
Sebenarnya bukan salah orang tua kita ngga bawa kita kesana. Museum-museum di Indonesia memang keadaannya memprihatinkan, apalagi yang, sorry, dikelola pemerintah. Museum hanya kumpulan benda tua yang terpaksa disimpan karena bersejarah (sorry to say, dari display dan pemeliharaannya, kok pengelolanya kaya ngga sayang bendanya ya), dengan pencahayaan yang samar-samar, informasi yang asal ada dan alur yang GJ. Kita mungkin bisa menyalahkan pemerintah yang subsidinya kurang, atau penentuan harga tiket yang kemurahan (masih banyak loh yang tiketnya cuma tiga ribu perak) sehingga menyebabkan fasilitas museum jadi seadanya. Tapi, yah itulah yang mesti kita hadapi di Indonesia. Sudah banyak artikel saya yang ‘ngomelin’ keadaan museum Indonesia yang mati segan hidup tak mau, atau cerita museum di luar negeri bagusnya kaya apa, biar bisa ditiru. Hanya menginginkan keajaiban, semoga aja pengelola museum itu googling dan ketemu artikel saya, trus jadi kepikiran untuk merombak museumnya. Gampang kok, ketik aja keyword museum di kolom search, keluar semua. Tinggal niat apa ngga *weeh sadis… :P*

Balik lagi ke keadaan museum yang apa adanya dan kadang emang ‘ada apanya’ (ingat, mereka tetap benda tua yang kita ngga tahu asal dan apa saja yang sudah dilakukan ke mereka) janganlah jadi penghalang bagi kita, orang tua, untuk menjauhkan anak-anak dari museum. Museum, sama seperti bangunan bersejarah, candi, atau apapun dari jaman dulu, merupakan bukti bahwa sesuatu atau seseorang itu pernah ada. Belajar sejarah itu penting, biar ngga mengulang kesalahan yang sama, atau jumawa dengan pencapaian yang sebenarnya ngga seberapa. Banyak tokoh yang jauh lebih mengagumkan daripada apa yang dicapai sekarang. Dengan mengunjungi museum kita juga jadi lebih cinta budaya dan tanah air kita, bukannya ngejer-ngejer budaya di luar sana. Museum juga bisa jadi aktivitas yang murah, menyenangkan dan bermanfaat loh, makanya perlu digalakkan. Kalau bukan kita, orang tuanya, siapa lagi yang mau ngenalin ke anak-anak.
Saya sendiri awalnya ngga suka, as I said above. Tapi gara-gara yang kecil ini selalu minta, lama-lama ngerti gimana membuat mereka tertarik. Pun acara jalan-jalan ke luar negeri dan melihat animo pengunjung-pengunjung cilik disana membuat saya merasa, bahwa mereka bisa kok diarahkan untuk suka.
Tahapan pertama adalah persiapan kunjungan.
Supaya anak-anak terlibat dalam acara persiapan, bisa beberkan peta kota atau pulau misalnya, lalu print atau tuliskan nama museum-museum, dan main tebak-tebakan museum itu ada dimana. Bisa ditempel atau ditusuk pakai pin. Tulisanpun bisa diganti dengan kartu, berisikan nama museum dan tampak depan museumnya. Semua bisa didapat di internet.
Kartu itu juga bisa kita lengkapi dengan keterangan di baliknya. Minta anak-anak membuka gadgetnya atau cari di komputer, atau mungkin artikel di koran atau majalah yang mereka temukan, keterangan seperti alamat museum, jam buka, dan isinya apa aja yang unik dan secara umum. Lain kali bisa dilengkapi dengan keterangan lainnya. Kartu bisa disimpan atau ditempel di peta tadi. Buat pada kertas tebal dan cetak berwarna, supaya tambah menarik. Jangan lupa beri tanda jika museum tersebut sudah dikunjungi.
Ceritakanlah apa yang sudah Anda dapatkan dari berbagai sumber, yang asyik dari museum itu apa. Misal, ‘Eh, di museum Zoologi Bogor ada paus raksasa lo!’ Lalu cari keterangan dengan anak-anak, panjang paus itu berapa. Bayangkan ukuran itu, misal ‘panjangnya mulai ruang tamu sampai halaman belakang!’ sebagai perbandingannya. Belum-belum anak-anak sudah merasa asyik dengan apa yang akan mereka hadapi.
Jangan lupa mom and dad, jam buka dan rute perjalanan kita perhatikan baik-baik, biar ngga kecewa karena hal-hal ga penting seperti salah liat jadwal atau tersesat. Ijinkan anak-anak membawa tas mereka sendiri, sarankan agar mereka membawa botol minum, note dan pulpen untuk mencatat, serta gadget mereka untuk memotret obyek yang menarik. Ya, kita berhadapan dengan generasi yang akrab dengan gadget. Yang bisa kita lakukan adalah mengarahkannya agar lebih positif.
Kalau mau lebih asyik lagi, dan ini mesti berbanyak misal kompakan satu keluarga, berdandanlah sesuai tema museumnya. Misal museum yang menceritakan kerajaan Eropa jaman dulu, berpakaianlah seperti bangsawan. Ke museum Bali, pakai kebaya meski bawahnya jins, yang cowok pake udeng. Atau sesederhana pakai kaos dengan warna sama. Pasti seru! 🙂
Waktu kunjungan, mom and dad ikut ya, biar seru! 🙂
Kalau kita membiarkan anak jalan sendiri, bareng rombongan atau teman-teman, sama saja tanpa pengarahan dong. Jadi lebih baik mom and dad ikut, trus ikut ngomporin. Misal, ‘Eh lihat nih ada tulang dinosaurus!’ lalu aktif ngasih tahu dan nanya agar anak tertarik. Itu sebabnya mom and dad cari info dulu sebelum berangkat. Atau kalaupun ngga sempat, silakan baca keterangan yang ditaruh, tentu dengan cara membaca yang seru.
Buat buku kunjungan, lalu dikosongi di beberapa bagian. Di museum di Sydney pengunjung dapat mengambil brosur yang colourful, lalu menjawab pertanyaan yang baru bisa dijawab kalau sampai.di tempat yang misterius tadi. Disini mah boro-boro ada brosur, jadi mom and dad yang mesti siapin buku atau brosurnya. Buat menarik dengan warna ceria atau tokoh kartun kesukaan mereka. Nanti kalau sudah selesai bisa dibahas bersama jawabannya. Ini memang asyiknya kalau anak lebih dari satu, atau bareng teman-teman.
Ciptakan kegiatan yang asyik di museum. Misal ngumpulin foto, atau bergaya aneh trus difoto. Temukan sudut yang asyik karena bakal keren hasilnya. Soal foto ini saya ngga khawatir karena sekarang banyak anak muda datang ke museum bawa tongsis. Bukti kalau museum itu keren buat jadi background. Nah untuk misi belajar ini selfienya dikurangin dikit ya 😀
Jangan pelit untuk bayar guide. Mereka memang biasanya menawarkan diri di loket masuk. Coba tanya tarifnya, biasanya sih sukarela. Kalau sudah gitu, kita bisa sesuaikan dengan lamanya dia memandu, pelayanan dan wawasannya, serta seberapa luas daerahnya. Selama ini sih ngasih antara 20 ribu hingga 50 ribu, dan mereka ini berguna banget lo! Mereka akan memberitahu kita story behind the scene, asal muasal museum dan benda-benda di dalamnya, filosofi yang terkandung, dan jadi ngga ada yang terlewat. Beda loh dipandu dengan ngga, blusukannya jadi lebih lama dan lebih berkesan.
Biar afdol, jangan lupa bawa bekal makan dan minum. Museum di Indonesia ini unik, bukannya nyediain kantin biar ada pendapatan dan lebih mudah mengendaliknnya, malah membiarkan pengunjung bawa bekal. Yasudlah, yang penting semua senang. Bawaannya juga ‘berat’ lagi, ada yang bawa nasi bungkus atau bongkar wadah nasi lengkap sama lauk pauk 😀 Kalau di luar saya lihat lebih sederhana, cuma sepotong biskuit, atau yang lebih bikin malu, potongan buah segar. Sementara saya dengan sekantong potato chips, eh anak bule itu asyik aja masukin potongan strawberry dan kiwi ke mulutnya. Sehat banget…*meringis*
Pulang dari museum, ngapain?
Saatnya memperlihatkan perolehan. Bisa foto yang sudah dicetak, atau file juga ngga apa. Dibuat kolase, ditempel di album foto, atau dijadikan poster. Jangan lupa beri keterangan, atau benda yang didapat. Misal sobekan tiket, brosur, atau benda yang didapat pas kesana, misal gantungan kunci. Kalau merasa cukup pede dengan fotonya, bisa loh dicetak di kaos biar tambah keren. Lengkapi peta atau kartu yang sudha kita buat sebelumnya.
Selain membicarakan asyiknya kunjungan ke museum kali ini, sambil minum coklat panas dan biskuit, dari peta arau kartu tadi kita bisa rencanakan museum mana yang akan dikunjungi berikutnya. Bisa karena satu tema, atau malah beda supaya bervariasi.
Intinya kunjungan ke museum jangan dipaksa, nanti tambah trauma. Akan lebih baik kalau anak sudah merasakan asyiknya, trus jadi nagih pengen kesana 🙂
***
IndriHapsari
Memang jarang yang suka ke museum. Saya termasuk sih. Lebih interest lihat gedungnya drpd isinya. Hihi. Nice tips.
Oh suka mengamati bangunan tua ya? Semarang itu bagus, bangunannya terawat dan msh berfungsi 🙂
Iya. Suka Lawang Sewu. Tp gak mau masuk ke dalam hahaha
Di daerah greja blenduk jg bagus2. Hahaha gpp kok, ditutup jg area penjaranya 🙂
Bukan masalah penjaranya sih. Hihi. Alasan lain.
Dah pernah foto gerejanya. Walau dr mobil sih. Hihi. Pengen k sana hunting lg.
Oalah 😀 sy malah blm pernah foto greja, cm pernah mkn sate dpn greja (malu) 😛
Sate apa??? *lg kelaparan*
Sate kambing 29, pas di dpn greja 😀
Uihhhh. Kambing. Kecap atau kacang?
Kecap, gulenya jg daging tok ngga pake tulang.#ngimingin 😀
Hiks. Aku laparrr
Hiks..jd inget lg 😀
Sate kambing 29, pas di dpn greja
Disain dan arsitektur Lawang Sewu memang ok banget…Coba gedung2 sekarang spt kantor, sekolah dll dibikin kayak lawang sewu ya, mbak yg pintu dan jendelanya besar2, plafonnya tinggi2… jadi nggak perlu lagi pasang banyak AC 🙂
Disain dan arsitektur Lawang Sewu memang ok banget, mbak…Coba gedung2 sekarang spt kantor, sekolah dll disainnya dibikin spt Lawang Sewu yg pintu, jendela dan ventilasinya besar2, plafonnya tinggi2, jadi nggak perlu pasang AC 🙂
Iya Pak, pas sy ke.fort rotterdam bangunannya jg begini, trus dimanfaatkan.jd kantor pariwisata dan.budaya, kalau yg lawang sewu ini tertutup utk umum 🙂