Kalau dibuat persentase, proporsi saya menggunakan fasilitas texting (SMS) dan menelepon adalah 70:30. Kegiatan mengirimkan dan menerima SMS lebih banyak daripada menelepon maupun menerima telepon. Pada dasarnya saya memang malas kalau diburu-buru. Ditelepon, menurut saya adalah bagian dari ‘keharusan’ tersebut. Padahal kala itu mungkin saja kita sedang sibuk, sedang nyetir, atau memang sedang tidak mau diganggu. SMS memudahkan saya berinteraksi di saat senggang atau di saat sedang perlu. Itupun saya malas mengetik panjang-panjang, sehingga terciptalah singkatan-singkatan yang baisanya dikirim ulang oleh teman saya, dengan pertanyaan, ‘Ini maksudnya apa?’ 😀
Kalau texting tapi di aplikasi chat atau BBM, bagaimana?
Sama saja, bakal jamuran orang yang nungguin saya untuk membalasnya. Menurut saya pesan yang masuk ke aplikasi chat prioritasnya adalah tidak penting. Kalaupun penting, pengirim bisa SMS atau telepon (yang biasanya saya reject dengan pesan ‘tolong kirim SMS saja’. BBM? Dulu sengaja tidak punya Blackberry agar tidak di-PING bolak balik untuk menjawab. Saya rasa hal itu menyebalkan. Sempat cemas karena aplikasi BBM kini masuk ke pasar Android dan iOS. Tapi untunglah saya bisa alasan Android saya masih Gingerbread *senyum licik*.
Kegiatan berSMS sudah saya lakukan sejak trend ponsel masih berbentuk candybar. Menurut saya keypad model begini paling sip! Tanpa melihatpun saya bisa mengetikkan SMS dengan sedikit kesalahan ketik (typo), karena hanya 9 tombol sehingga gampang dihapal, dan hanya perlu dipegang dengan satu tangan. Ketika muncul keypad model QWERTY, saya abaikan karena dua jempol saya harus aktif menekan-nekan tombolnya, padahal biasanya saya lakukan bersamaan dengan kegiatan lain *apaaa coba? :P* Belum lagi menghapal tombol-tombolnya, karena sekarang ada lebih dari 26 tombol yang tersedia.
Karena tuntutan kebutuhan, akhirnya saya memerlukan layar sentuh pada ponsel, yang tentu saja dilengkapi dengan keyboard virtual. Kok rasanya kalau belum menekan tombol, belum mantap ya. Akhirnya dalam masa peralihan tersebut yang saya gunakan adalah tipe ‘banci’. Separuh keypad fisik, separuh lagi keypad virtual. Itupun untuk keypad virtual saya setting candybar, agar tetap bisa satu tangan meski lebih banyak typonya daripada cardybar asli. Sedang untuk keypad fisik modelnya QWERTY. Yah, mau tidak mau harus belajar. Dan akhirnya keypad fisik ini yang lebih banyak dipakai karena lebih mantap.
Berikutnya saya mencoba ponsel yang full keypad virtual. Kali ini layarnya lebih lebar, sehingga ketika muncul pilihannya hanya keypad virtual model QWERTY, tidak terlalu bermasalah. Namun saya merasa kecepatan texting saya makin berkurang, karena typo makin banyak sehingga harus banyak melakukan koreksi. Meskipun ada suggestion word yang tinggal kita pilih, tetap saja hal ini memperlambat kecepatan texting. Beda dengan yang fisik, pada keybord virtual QWERTY saya harus melakukannya dengan satu jari, karena tangan yang lain sibuk memegangi. Kalau saya lakukan dengan dua tangan, typo terjadi dimana-mana karena jempolnya gede semua 😀
Anyway, terkait dengan kegiatan pada jaman purba yaitu SMS, sekarang ini malah saya kembali ke keyboard komputer atau laptop untuk mengirimkan pesan, berkat fasilitas dari Gmail. Bukan karena pengguna mendapatkan gratis 50 SMS (@160 karakter), tapi kenyamanan menggunakan keyboard yang jantan, bukan banci ataupun perempuan :D. Typo jarang terjadi, dan saya bisa menghindari kata-kata singkatan yang memusingkan penerimanya karena malas mengetik panjang di keyboard yang kecil.
Pesan yang masuk ke nomor tujuan, akan disertai keterangan SMS tersebut berasal dari Google, dan bukan nama kita. Karena itu jangan lupa untuk menyelipkan nama kita dalam pesannya. Nomor contact bisa diisi manual pada form contact, dan bisa lebih dari satu nomor yang dapat kita simpan. Sejauh ini cukup handal, waktu saya coba ke ponsel sendiri hanya dalam waktu beberapa detik pesan telah sampai.
Penerima pesan dapat membalas SMS tersebut langsung ke nomor Google, yang nantinya akan masuk ke inbox Gmail kita. Jika gadget Anda memiliki fasilitas email, maka pesan tersebut tidak terbaca, kecuali jika Anda membukanya dari website mail.google.com.
Setiap pesan yang masuk akan memberikan pengembalian poin sebesar 5 poin, yang akan terus bertambah hingga maksimal 50 poin. Setiap SMS yang dituliskan akan mengurangi 1 poin. Mestinya, dengan seringnya saya mengirim SMS, jatah saya masih utuh.
Tapi pada kenyataannya, tidak, jatah SMS saya pernah tinggal 2 poin. Karena teman-teman yang mendapat SMS saya biasanya langsung membalas ke nomor saya (jadi bukan menekan tombol reply, tapi new message), ragu kalau membalas ke nomor Google takut tidak sampai, dan mengabaikannya. Padahal biayanya sama saja seperti kita mengirim SMS biasa.
Sempat bingung bagaimana top-upnya, akhirnya ketemu di help-nya Google. Ternyata semudah ‘mengirim SMS ke diri sendiri’, dan kemudian saya balas ke nomor Google. Akhirnya pada hari itu masuk beberapa SMS yang berisi satu huruf (sudah saya bilang kan, kalau saya pemalas? :D) yang saya balas juga dengan satu huruf. Syukurlah sekarang sudah normal lagi.
Enaknya pakai SMS Gmail ini, saya bisa copy paste isi pesan untuk orang yang berbeda. Yah, di gadget juga bisa sih, tapi kurang mantap aja kalau ngga pakai mouse 😀 Selain itu history percakapan juga bisa dilihat, karena Gmail memiliki inbox umum dan khusus, yang salah satunya adalah inbox khusus SMS.
Tentu tak selamanya saya bisa menggunakan SMS model begini, karena memerlukan perangkat komputer ataupun laptop. Misal saat bepergian, hanya gadget yang saya bawa. Tapi kalau ada pilihan, pasti saya memilih SMS dari Google ^_^
***
IndriHapsari
Gambar: androidpakistan.com