Bersyukur di Masa Pandemi

Mungkin sebelumnya saya perlu menuliskan disclaimer untuk tulisan ini. Bahwa tulisan ini ditujukan untuk pembaca yang ‘very segmented target’. Hanya khusus untuk mereka orang Indonesia yang pekerjaannya belum terlalu terpengaruh pandemi, kesehatan ia dan keluarganya masih terjaga (dan semoga tetap begitu), dan masih bisa melakukan kegiatan rutinnya meski kebanyakan terjadi di rumah. Karena buat mereka yang kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang disayang, pekerjaannya jadi membludak karena banyak orang sakit, hidupnya berbalik 180 derajat, …saya sungguh ngga bisa membayangkan tulisan apa yang akan saya buat jika saya di posisi Anda. Sungguh suatu hal yang sulit bagi saya dan simpati sedalam-dalamnya bagi Anda yang berada di posisi tersebut 🙏

Saat berada di posisi sekarang, kadang saya tergoda untuk membayangkan bagaimana jika terjadi seperti yang saya baca di berita, penderitaan dimana-mana. Namun berulang kali juga saya disadarkan quote dari Bill Keane (meski pertama kali saya dengarnya dari Mr. Oogway di Kungfu Panda 😄):

Yesterday is history, tomorrow is a mystery, today is a gift of God, which is why we call it the present

yang ternyata ampuh juga bagi orang dewasa. Tidak usah terbebani masa lalu, karena hal itu sudah lewat. Tidak usah mengkhawatirkan masa depan, yang belum tentu seburuk yang kita bayangkan. Nikmati saja masa sekarang, karena itu anugrah Tuhan. Dan itu yang mau saya bahas sekarang, dengan mengingat apa yang sudah saya lalui selama masa pandemi, dan sekarang sedang saya nikmati dengan secangkir kopi.

Berdasarkan apa yang saya lalui sejak pandemi masuk ke Indonesia, adalah saya menikmati sajian buffet paling enak di Jakarta di hotel Ritz-Carlton. Saat itu tamu yang datang termasuk sedikit jika dibandingkan acara sejenis yang diadakan di Jakarta dan Surabaya. Entah yang diundang hanya sedikit atau yang datang jarang karena orang sudah keburu takut dengan virus. Kegiatan salaman dengan pengantin ditiadakan, diganti dengan namaste. Enaknya jadi semua kebagian dan tidak perlu mengantri terlalu panjang, serta sempat foto-fotoan dengan teman-teman yang datang tanpa perlu menunggu agak sepi.

Pekerjaan saya mengajar tetap ada, tapi diganti dengan pembelajaran darin (dari internet) dan darum (dari rumah). Dari sisi pengajar banyak penyesuaian yang harus dilakukan karena materi yang sudah ada dan tersimpan di kelas menjadi harus disampaikan lewat Zoom meeting dan tentu harus dibuat lebih atraktif mengingat mahasiswa hanya menatap layar, wajah dosennya, dan suara yang jelas tidaknya tergantung pada kekuatan sinyal.

Tapi saya jadi belajar pembelajaran daring itu bisa dilakukan sinkronous dan asinkronous. Saya bisa memilih berdasarkan karakteristik mata kuliahnya, perlu dua arah atau satu arah, perlu langsung ketemu atau diserahkan pada mahasiswa sempatnya kapan. Dunia digital seakan terbuka, dan tugas pengajar untuk memilah mana yang paling tepat untuk anak didik. Mengenai kemampuan mereka dengan kemudaannya, sangat cepat untuk menyesuaikan dan menguasai sesuatu yang berbau teknologi. Hal seperti ini tidak perlu jadi persaingan antar generasi, kami malah terbantu oleh anak-anak muda ini misal dalam mengadakan webinar, mengeluarkan e-sertifikat, memasukkan polling dalam pertemuan online, dan lain sebagainya. Bersyukur jadi tambah ilmu dan ketrampilan, tambah senang juga karena dibantu yang muda-muda.

Saya masih kerja di kantor, meski tidak tiap hari. Setiap masuk ke rumah, prosedur yang saya lakukan adalah semprot dulu semua peralatan yang saya bawa, buka dan pisahkan baju kerja, lalu segera mandi dan keramas. Bukan kebiasaan saya keramas tiap hari, tapi sambil sampoan itu saya suka mikir, halah baru saja disuruh keramas kok pakai ngeluh sana sini. Bagaimana dengan yang pakai APD lengkap di rumah sakit, mau pipis saja sulit.

Saya juga bersyukur masih bisa mandi dengan air hangat, bisa milih mau pakai sabun wangi atau sabun baby, ngga rebutan kamar mandi dengan anak-anak, dan selalu mendapati kamar mandi dalam keadaan bersih. Bersyukur bahwa masih ada yang ngurusin rumah dan makan anak-anak, kalau itu diserahkan ke saya bisa saja, tapi urusan kantor jadi terbengkalai. Saya mungkin akan lebih ngomelin suami juga karena kekurangmampuan saya mengelola rumah tangga 😅. Lalu mau mengeluh soal apa wong sudah ditata oleh Tuhan yang terbaik seperti ini.

Berlama-lama menggunakan kursi kerja di rumah memang beda dengan kursi di kantor. Kalau dulu tidak masalah karena saya kerja di rumah dalam hitungan sebelah tangan (di bawah 5 jam) sekarang bisa tambah jari kaki. Kursi rumah jadi masalah, tapi pesan bantal duduk saja beres. Kemudahan transaksi online sungguh memanjakan saya yang jadi malas keluar-keluar kalau ngga penting banget. Sampai member saya jadi platinum itu apalagi kalau bukan karena shopol (shopping online) 😄 Yang dibeli juga kebanyakan buat keluarga, karena jadi terpikir kurang ini dan itu saat kita berjam-jam ada di rumah.

Saya juga ngga perlu berebut komputer dengan anak-anak yang study from home. Ngga perlu cup-cupan ruangan untuk Zoom meeting. Internet tersedia full dan sepanjang waktu jadi tidak ada yang namanya putus di tengah jalan. Ngga bisa ke bioskop tapi Telkom sudah bekerja sama dengan Netflix jadi masih bisa nonton yang asyik-asyik. TV sudah smart jadi tidak perlu menatap layar HP yang kecil. Kebiasaan makan popcorn saat nonton juga bisa diatasi dengan pesan Jollybee online dan masukkan dalam microwave 3 menit, jadi.

Olahraga dilakukan di rumah. Olahraga bukan hobi sih tapi jadi keharusan. Kami manfaatkan lagi sepeda statis yang tadinya mojok ngga berpenghuni sekarang jadi mesti antri. Lompat tali, syukur balkonnya cukup untuk lompat tinggi-tinggi. Alat jungkat jungkit seperti di televisi yang tadinya sembunyi di bawah meja sekarang termasuk yang laris. Vitamin beli berbox-box jadi aman kalau mau pergi. Saya juga langganan buah dan sayur online, yang penampilan dan rasanya internasional. Bersih, rasa standar, dan ngga ada penyok-penyoknya. Sekarang malah ngga pernah flu, padahal dulu ada kali sebulan sekali pilek dan batuk. Saya jadi tau rasanya blueberry, peach, leci segar, atau pir korea itu seperti apa. Daging-dagingan jadi nyobain wagyu dan daging Yoshinoya kalau kami bilang. Lebih hemat pasti karena harganya bisa jadi bermangkok-mangkok kalau beli di outletnya. Pandemi membuat kami jadi lebih kreatif dalam mengolah masakan. Cookpad dan tukar resep jadi andalan.

Tentu rasa syukur yang mendalam karena orang-orang tercinta diberi kesehatan dan dijauhkan dari cobaan. Waktu terus berjalan, karena itu diusahakan tidak ada yang terlewat tanpa kesan. Ulang tahun, hari pertama masuk sekolah, Lebaran, kesembuhan, semua harus dirayakan oleh orang-orang yang bertahan. Saya mendatangkan pempek Palembang, ayam betutu Bali, gudeg Yogya, sei Bandung, dan lain-lain untuk orang tercinta. Mari rayakan kebersamaan atas keselamatan yang diberikan. Tidak perlu berbentuk benda, cukup tengadahkan kepala ke angkasa sambil berucap, ‘Terima kasih, Tuhan!’

***

IndriHapsari

4 comments

  1. Setuju, memang jangan pernah lupa untuk bersyukur. Meskipun ana harus belajar dari rumah tapi Tuhan mencukupkan kebutuhannya. Saya pun meskipun harus mendampingi tapi dimudahkan semuanya. Stay positive tapi tetap waspada juga.

Komen? Silakan^^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s