Dan bahkan seorang politikus idealispun, akan jatuh di bawah genggaman konspirasi…
Kombinasi maut antara ‘mahluk berkepala tiga’ seperti yang Robert Harris katakan, terdiri dari Julius Caesar yang ambisius, Pompeius sang jendral besar, dan Crassus si pengusaha licik, berhasil menggulingkan semua yang telah diperjuangkan Cicero. Senat tidak berkutik terhadap intimidasi Caesar, rakyat dimanjakan dengan kebijakan popular yang menghancurkan, politik uang berkeliaran, tercium tapi sulit dibuktikan.
Dan memang ‘kelemahan’ novel sejarah adalah, kita tak bisa mengingkari hasil akhirnya. Namun disinilah kepiawaian penulis untuk dapat meyakinkan pembaca, apa yang terjadi di antara titik – titik waktu kejadian, dengan imajinasinya.
Berbeda dengan novel pertamanya dalam trilogi Cicero, Imperium, Conspirata berjalan lebih lambat. Conspirata juga terbagi atas dua bagian besar, dan meskipun bagian pertama memberikan hasil yang gemilang, suasana muram masih terasa, dan memang makin muram di akhir bagian kedua. Baru kali ini saya mendapatkan diri tertidur di atas halaman buku Robert Harris, yang biasanya mampu mengikat diri saya dalam kejadian-kejadian yang cepat. Conspirata berisi kalimat-kalimat panjang, penuh dengan nama-nama, yang terpaksa saya lewatkan daripada mumet duluan. Namun Conspirata tetaplah perlu dibaca, untuk genre novel dengan sad ending.
Sebenarnya kesialan bermunculan karena ulah Cicero sendiri. Ia berkeinginan memiliki rumah mewah, yang ia dapatkan melalui Crassus, dan sebagian lagi dengan berhutang ke rentenir. Nafsu terhadap harta mengakibatkan ia harus melimpahkan Makedonia kepada konsul yang tak becus, dan membuat kesepakatan untuk membela konsul itu meskipun ia salah. Cicero juga meminta konsul tersebut untuk menyisihkan pendapatannya bagi Cicero. Harta membuatnya menipu nuraninya, bahwa korupsi itu tidak apa-apa.
Harta pula yang menjatuhkannya di depan mata senat, bahwa ia yang semula membanggakan gajinya yang kecil, kini harus menghadapi ejekan dari senat maupun pihak penuntut, sekali lagi karena tindakan salahnya di masa lampau. Nafsu terhadap harta, akhirnya membuatnya hilang tahta, termasuk meninggalkan Roma yang sangat dicintainya, di dalam genggaman pihak-pihak busuk yang mendapat dukungan rakyat, dan mentolerir kekerasan dalam mengintimidasi lawan.
Tentu Cicero juga punya sisi baik. Ia berhasil mengusir Catilina, musuh bebuyutan yang hendak memberontak. Ia bisa bertahan mengenai wanita, meski digoda oleh perempuan paling jalang se-Roma, meski akhirnya ia harus berpisah dengan istri dan anak yang dicintainya. Ia mengabaikan tahta tawaran dari Caesar, karena tak ingin Caesar jadi penguasa tunggal. Cicero menjunjung tinggi harga dirinya, dan ia tak sudi berkompromi dengan penguasa.
Seperti roda Dewi Fortuna, begitulah kehidupan berjalan, dan sejarah membuktikan. Caesar yang diberi daerah yang miskin, malah berhasil menundukkan negara sekitarnya, dan pulang dengan kejayaan, hingga bisa mengendalikan undang-undang. Cicero yang semula dihormati, kini dilecehkan bahkan dilempari kotoran, hingga ia akhirnya menjadi buronan.
Ya…begitulah kehidupan…
*
Seperti biasa, berikut ini dalah frasa favorit saya.
– Sura adalah mantan konsul, orang yang berambisi besar dan berotak keledai, dua sifat yang sering muncul seiring dalam politik.
– ‘Jadi, itulah sebabnya Caesar selalu selangkah lebih maju daripada musuh-musuhnya! Dia memiliki mata-mata di semua tempat tidur kalian!’
-‘Politik tidak sebersih pertandingan gulat, tidak pula dimainkan menurut peraturan yang tetap.’
– Politikus yang benar-benar sukses harus melepaskan sosok pribadinya dari penghinaan dan kekalahan dalam kehidupan pemerintahan, seolah-olah semua itu terjadi pada orang lain.
– Orang yang teguh memegang prinsip selalu tampan meski tak berbentuk, selalu kaya meski kekurangan, selalu raja meski budak.’
– ‘Saat panglima tertinggi negara, renternir nomor satu, dan kepala pendeta mulai sering berkumpul, sudah saatnya semua orang lain berjaga-jaga.’
– Beberapa baris di belakangnya, Catilina mengamati Cicero dengan minat yang hampir mirip berahi.
– ‘Jadilah orang yang layak menerima cinta dan kenangannya, dan bertindaklah sekarang sesuai dengan keinginannya.’
– ‘Pada akhirnya, satu-satunya tempat yang aman untuk menempatkan kuda Troya adalah di luar tembok.’
– ‘Dengan bahasa aku meninggikan derajat, dan dengan bahasa aku bertahan.’
*
IndriHapsari
jadi penasaran pengen cari triloginya.
Yg ketiga belum ditulis pak 🙂
Hoo. Kemaren ke toko buku nyari-nyari gak ketemu. Hahaha. Mata saya yang siwer keknya. 😛
Hahaha…klo yg ketiga sdh keluar sy tlg dikasi tau ya pak 🙂
”Harta membuatnya menipu nurani” 🙂 hih tebel banget si tu novel haha.. memoar of geisha aja gk kelar apa lagi yg berbau politik xixixi
Harris menyampaikannya dgn sederhana kok 🙂
Iya mba nanti di coba baca apa lagi yg kemaren tu imperium sebelumnya udh pernah liat di gramedia hehe
Hehehe iya dan krn lama siapa tahu didiskon 🙂
hi salam kenal.. kamu suka politik ya?
Halo, salam kenal juga…ngga juga sih..cuma suka aja baca novelnya robert harris 🙂
coba baca buku indonesian archepelago fear
Oh..reviewnya tentang apa nih mbak?
tentang indonesia
Hehehe sure dr judulnya aja udah gitu ya 🙂
iya haha