Kalau bandingin anak SD sama anak kuliahan, bawaannya bagai bumi dan langit. Anak SD semua buku untuk hari itu dibawa. Dalam satu hari, bisa sampai 5 mata pelajaran (hasil ngintip jadwalnya kakak). Satu mata pelajaran terdiri dari satu textbook, satu atau dua buku tulis. Lalu masih ditambah segambreng peralatan tulis, satu buku agenda, satu buku pribadi kalau anak absen, sakit atau ijin, kertas lipat dan bufalo. Belum bawaan dia pribadi seperti dompet, topi, tisu, sebotol air minum dan bekal makanan. Kalau ikut ekskul, bawaanya ditambah pianika. Tas sekolah di punggung, tas bekal di tangan, tas pianika diselempangkan di badan.
Anak kuliah? Yang santai malah bawa badan doang. Di kelas bengong. Pulpen pinjam teman. Kalau ada tugas minta kertas ke teman. Tentu ada juga yang rajin, tapi jarang yang bawa textbook. Alasannya sih karena mahal, tapi buat beli gadget dan pulsa bisa. Paling banter fotokopian handout deh, sama binder. Lalu satu kotak pensil dan isinya, gadget bisa dua (handphone dan tablet), make up buat yang cewek, powerbank, tisu, usb, sama laptop. Eh, ternyata banyak juga ya buat yang niat.
Berat tas yang bisa disandang manusia sekitar 10 persen dari beratnya. Jadi buat adik yang beratnya belum tembus 30 kilo itu, bawa buku-buku dengan rincian di atas, sekitar 3 kilo sudah kasian aja lihatnya. Ranselnya berisi semua perlengkapan sekolah, sementara satu tangannya menenteng tas bekal. Kalau dicampur khawatir tumpah dan mengenai bukunya. Alhasil waktu mau naik antar jemput, meski dijaga dari belakang supaya ngga terjengkang. Sekarang masih untung kelasnya di bawah, ntar kalau kelasnya di lantai dua atau tiga, harapannya sih adik tambah berat biar tambah kuat.
Dulu juga kasihan sama kakak waktu kelas satu. Kita berusaha peringan dengan bawa tas yang ada rodanya, ternyata malah ribet. Benar kalau di jalan lurus lancar jaya, tapi begitu naik turun kasihan dia yang mesti angkat dan turunkan tasnya. Tasnya sendiri dalam keadaan kosong sudah berat karena mengandung logam dan banyak pernak perniknya. Kita ngga pakai supir pribadi, dan satpamnya juga sibuk ngurusin yang lain, sementara antrian kendaraan di belakang sudah panjang. Sekarang kakak sudah mantap badannya, jadi sampai saat ini ngga ada keluhan.
Namun saya khawatir juga pada kenyamanan dan perkembangan tulangnya. Ayolah, kita yang dewasa saja berusaha memperingan bawaan kan, karena semakin ringan semakin nyamanlah kita bergerak. Waktu berencana beli laptop, syarat saya ngga muluk-muluk, pokoknya ringan dan kuat. Akhirnya dapat Macbook Air yang beratnya sekilo, kebanting beberapa kali woles aja, dan…ngga bisa ngapa-ngapain, cuma Office aja bisanya..hehehe..tapi sudah sesuai dengan syarat saya kok. Malah, kalau pergi sama suami saya ogah bawa dompet yang berat itu (penuh dengan receh 😛 ) dan melenggang dengan cuma membawa Nokia E52 (candybar, cuma buat telepon dan sms, dan enteng).
Katanya pertumbuhan tulang itu hingga umur 14 tahun. Kalau di tengah-tengah proses ini ada penyimpangan karena beban berlebih, kasian anaknya kalau sampai ada masalah di kemudian hari. Untuk efek lengkapnya ada di sini ::http://m.liputan6.com/health/read/449091/anak-salah-pilih-tas-sekolah-punggungnya-bisa-patah
Yang pasti sih menjaga supaya beban tidak berlebih itu harus diperhatikan sejak dini.
Mestinya sekolah sudah mulai diterapkan sistem loker, supaya anak-anak tidak perlu bawa segala macam buku ke sekolah. Toh sekarang juga jarang ada PR, karena semua diselesaikan di sekolah, bukankah jam pelajaran juga sudah ditambah? Tapi memang variasi mata pelajarannya lebih banyak anak sekarang daripada jaman kita dulu.
Masalahnya sekolah belum mempunyai space untuk menaruh loker ratusan siswanya, dan keribetan seperti kuncinya hilang, atau ngga ketauan anak-anak menyimpan makanan atau lainnya disana, juga menyebabkan alternatif ini belum juga diterapkan. Sebenarnya kalau mau simpel lagi adalah semua buku taruh saja di meja paling belakang sesuai mata pelajarannya, dikasih nama, dan setiap pelajaran ambil dan kembalikan dari tempat yang sama. Kecuali kalau ada anak iseng yang suka ngambil-ngambil buku temannya ya. Kalau begitu mesti pakai lemari berkunci, dan gurunya yang membagikan ke murid-murid di awal pelajaran atau pagi hari.
Sembari menunggu hal itu terwujud, bagaimanapun anak-anak kita mesti bawa semua hal itu ke sekolah. Itu saja perlu diseleksi mana yang perlu bawa dan ngga. Berikutnya adalah memilih tas yang bisa masuk semua, dan mengeluarkannya gampang. Lalu pilihannya adalah tas ransel, kalau bisa anti air, dengan tali penampang bahu yang lebar, empuk, dan bisa disesuaikan. Panjangnya dipaskan tinggi pinggang, agar beban tidak berlebih dan merata. Kalau ada tali pinggang bisa dipakai, tapi biasanya jarang sih yang model begini.
Hal lain yang saya pesankan adalah supaya mereka ngga bawa ini tas kemana-mana. Turun dari mobil, langsung masuk kelas untuk taruh tas. Setelah itu mau main silakan saja. Demikian juga kalau pulang, jangan guyonan sambil bawa tas. Tas harus dipisah dulu agar saat membawa beban berat itu tidak terlalu lama. Kebiasaan buruk yang saya lakukan yang mungkin dianggap tidak membuat anak mandiri adalah : selalu membawakan tasnya jika saya jemput. Kasihan soalnya, sekalian mengingatkan saya untuk menyadari sekolahnya sudah berat, jadi di rumah biarkan saja dia jumpalitan 🙂
***
IndriHapsari
Anakku yang gede mengalami itu waktu kelas satu. Bukune tebal Dan banyak belum lagi botol minum Dan alat tulis.
Untungnya pas kelas dua pake sistem tematik. Sehari cuma satu pelajaran dan semua buku tulis disimpan di loker yang ada di belakang kelas. Paling lks aja dibawa pulang.
Wah sip dong mbak, katanya kurijulum 2013 jg maunya seperti itu. Smg deh, biar pertumbuhan tulang ngga terganggu 🙂