Pengemudi Wanita

‘Nabrak motor’

Itu isi pesan singkat saya pada suami yang sedang di luar kota. Setelah menelepon untuk memastikan saya dan motor tersebut baik-baik saja, suami saya (berusaha) tenang dan berjanji akan memperbaikinya setelah pulang nanti.

Ketenangannya memang sudah terlatih dengan beberapa kali kejadian yang menimpa saya. Pernah saya pulang dengan kondisi sisi samping mobil penyok. Kala itu saya menyerempet truk (bukan truk yang menyerempet saya) selepas dari pertigaan. Saya rasa mungkin karena hitungannya tidak pas, sehingga senggolan atau serempet ringan terjadi. Saat belajar mengemudi, guru saya pernah sport jantung karena saya nekat mau menyalip kendaraan, sementara dari arah sebaliknya ada bis melaju kencang. Wih, kalau saya bukan wanita mungkin sudah dimaki-maki ya.

Saya juga mengalami kesulitan untuk parkir di mall. Harus parkir mundur, dengan jarak yang begitu sempit. Pilihannya bagi saya, menggunakan valet atau naik taksi. Lainnya, ya harus pergi sama suami. Termasuk, segala hal perawatan mobil, saya serahkan ke ‘ahli’nya (which is suami). Saya tahunya isi bensin saja, itupun kalau sudah ditegur ‘kok belum diisi?’. O iya, sama satu lagi, bawa ke tempat pencucian mobil.

Kemampuan saya untuk memetakan suatu lokasi juga parah. Kondisi jalan yang saya hafal saat siang hari, menjadi membingungkan saat di malam hari. Apalagi menuju suatu lokasi yang saya belum pernah datangi, langsung deh belum-belum sudah panik duluan. Bertanya ke orang lain belum tentu jelas bagi saya, apalagi kalau keterangannya menggunakan mata angin, makin bingunglah saya!

Tapi untunglah malaikat Tuhan selalu beserta. Saya tidak pernah ditabrak oleh kendaraan lain, tapi kalau nyaris sih pernah 🙂 Saya tidak pernah menyenggol kendaraan lain sampai kendaraan tersebut rusak atau mengakibatkan si pengendaranya luka. Yang jadi korban selalu kendaraan saya (dan perasaan suami). Hal ini mungkin juga karena saya tidak pernah ngebut, melanggar aturan atau menyetir zig zag. Saya menghindari betul kegiatan lain selain mengemudi (misal menggunakan gadget) untuk mencegah konsentrasi terbelah. Saat hamil, meskipun mengemudi hingga 7 bulan tidak ada masalah dengan janin maupun air ketuban. Itupun saya berhenti mengemudi karena perut saya sudah menghalangi setir.

Kelemahan-kelemahan ini yang sering digeneralisir oleh suami. ‘Dasar pengemudi wanita!’ katanya setiap kali ada kendaraan di depan yang tidak jelas mau pakai lajur kiri atau kanan, ragu untuk belok, manuver parkir yang kikuk sehingga terdapat antrian panjang mobil lain, dan kecepatan yang lambat. Biasanya hal ini dilanjutkan dengan perdebatan kami, karena toh kalau ternyata si pengemudi adalah pria dengan ciri yang sama, dia tidak pernah menyebutkan ‘dasar pengemudi pria!’. Nah loo..ngga adil kan?

***

2 comments

  1. Baru juga di Surabaya yang menurutku masih asik lah para pengguna jalannya, masih pada mau ngikut peraturan. Kalau Mbak In ada di Bandjarmasin Aku saranin sebaiknya ikutan gilanya orang Banjar berkendara. Kalau nggak dijamin den stress sendiri.
    Gimana nggak bete? Kitanya berkendara dengan aman, nyaman sesuai jalur eh mereka dengan seenak udel main potong jalan atau jalan di jalur yang ga jelas, ngerem mendadak dsb. Ga pria ga wanita, Mobil, motor bahkan sepeda semua sak enak udele dewe(Tapi emang ga boleh pinjem kan?:))

Leave a Reply to indrihapsari Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s