Sebelumnya saya tak memahami, negara salah kok dibelain? Dan kalau mau membuat daftar kesalahan Indonesia, kita dengan fasih bisa menyebutkannya. Korupsi nomor tiga di dunia, warganya berminat jadi teroris, anak sekolahnya dibiarkan melewati jembatan gantung, binatang-binatang mati di tempat yang seharusnya aman bagi mereka, dan penduduknya suka memerangi temannya sendiri.
Semua hal yang bikin malu, kalau kita berada di luar negeri, kalau orang asing mengolok-olok Indonesia, apalagi dalam hal diplomasi. Saya bisa bayangin, random country ini, seperti celetukan Justin Bieber, imagenya ngga begitu bagus. Sudah primitif, rusuh, berita yang muncul tiap hari sungguh bikin kepala pening. Investor hengkang karena ketidakjelasan sistem, penggebrekan pabrik narkoba, pembunuhan, kecelakaan massal, artis kawin cerai prestasi ngga ada, atau hukum yang bisa dibeli.
Karena segelintir orang, rusaklah citra.
Sebagai warga negara, tentu kita malu dengan keadaan ini. Geram ketika ada yang mengolok negara kita, terutama di internet karena semua orang, di seluruh dunia bisa baca. Kita merasa, negara kita ngga gitu-gitu amat kok. Ada saja yang masih mengira Indonesia ini full hutan, penduduknya masih telanjang. Apalagi kalau baru melihat tayangan di televisi, bahwa memang ada daerah seperti itu di sini. Tapi begitu mendarat di Jakarta, terbengong-bengong deh lihat kemajuan di sana.
Sekarang, bagaimana sikap kita dengan daftar kesalahan yang ditujukan pada Indonesia?
Daftar kesalahan boleh ada, tapi lihat juga dong kenapa kita harus membelanya. Pertama, kemerdekaan sudah di tangan, dengan cara susah payah, dan somehow, nenek moyang kita ikut gugur dalam semua pertempuran yang dilakukan karena ngga rela daerahnya dijajah bangsa asing. Sesuatu yang direbut dengan susah payah, layak juga dipertahankan dengan susah payah. Ini milikku, jangan diminta apalagi direbut.
Kedua, kita lahir, tinggal dan mungkin kelak mati disini. Cari kerja di sini, menikah dengan orang sini, bergaul di sini, menikmati fasilitas publik juga kan? Meski transportasi masih perlu dibenahi, jalanan masih banyak lubang, taman perlu ditata, tapi kita sudah menikmati itu semua sejak masih bayi.
Ketiga, sebenarnya berita itu suka ngga berimbang, ngga bisa disalahkan juga, karena permintaannya memang suka berita macam itu. Bad news is a good news. Dengan prinsip macam itu, tak heran untuk berita masalah-masalah menempati porsi besar dan utama, mengalahkan berita-berita positif lainnya. Atlit kita memenangkan pertandingan, ada anak bangsa yang lulus cum laude di luar, penemuan termuktahir dari orang Indonesia, atau keuletan dalam mengembangkan bisnis.
Nasionalisme bukan bangkit hanya waktu negara akan diserbu, namun juga merasuk dalam sikap sebagai warga negara. Ngga perlu nunggu, tapi semua bisa dilakukan dari sekarang.
Pertama, jangan menghujat para pemimpin. Oh ya, saya tahu pemimpin kita ada yang sedari awal brengsek, cuma mikirin diri sendiri. Ada juga yang baik, tapi ngga pengalaman makanya bisa keseret kesana kemari. Tapi ada juga lo, yang niatnya memang memperbaiki negeri. Memberi masukan silakan, tapi kalau sampai mengolok-oloknya, menyerangnya dengan kata-kata kasar, dan selalu melihat dari sisi lemahnya, kasihan amat ya. Warganya sendiri malah menurunkan semangatnya.
Memberi masukan, beda dengan menghujat. Gampangnya, tempatkan diri kita sebagai dirinya, seorang pemimpin dengan segudang masalah. What you gonna do? Otomatis kita akan berusaha melihat akar masalah, bukan melulu menyalahkan tindakannya. Pemimpin kita itu orang-orang pilihan, entah dari pendidikan atau pengalaman, dan yang penting ada niatan untuk belajar.
Lagian, kalau memang kecewa dengan pemimpin yang ada, kenapa ngga berusaha masuk sistem? Jadikan itu cita-cita, supaya kita saat berada di sana, bisa memberi perubahan yang berarti. Kalau koar-koar doang, ngga mau kerja, semua orang juga bisa. Tapi berusaha menjadi pemimpin yang kita soroti, itu susah. Dan Indonesia perlu orang-orang yang berdedikasi.
Kedua, kurangi membaca hal-hal negatif. Kenegatifan hanya akan menyurutkan langkah jika berlangsung secara terus menerus, bukan sebagai pemicu. Ibarat main game, kalau kalah terus, punishment terus, kita jadi males kan mainnya? Tapi kalau banyak reward, kita jadi semangat menangin ini itu. Disinilah berita positif menjadi mood buster.
Caranya gampang. Baca Kompas, atau koran naisonal lainnya, yang menulis kondisi negara dari berbagai sisi. Bukan hanya berita terbaru yang bikin heboh saja seperti … daripada disomasi mending ngga disebut deh. Ada rubrik-rubrik yang rutin muncul tentang orang-ornag inspiratif, which is orang Indonesia. Lalu ada analisis dari berbagai sisi tentang suatu masalah, membuat kita berpikir multi dimensi dan ngga nyalahin doang. Ada sebab musababnya, ada kaitannya mungkin dengan masalah lain.
Mengetahui prestasi warga negara, tentu membuat kita ikut bangga. Kalau ada berita buruk, kita bisa counter dengan berita baik. Sekalian mendorong tekad kita, untuk menjadi sama baiknya dengan yang diberitakan. Kalau dia bisa, kok kita ngga? Secara makannya sama-sama nasi 🙂
Ketiga, berprilaku sebagai wakil dari Indonesia. Apapun, mau di dalam atau di luar negeri. Kalau di dalam ya jaga sikap dan sifat. Ngga usah sensian, cepat naik darah, dan cepat menghakimi. Memperingatkan karena sayang, bukan karena benci. Cintai budaya sendiri, bukan budaya barat maupun timur. Nenek moyang kita ini, dan bumi Indonesia, punya banyak kekayaan. Kita seharusnya bertingkah seperti anak raja, yang tertata tutur laku dan sikapnya, bukan anak budak yang serba malu dan ngga pedean.
Demikian juga saat kita di luar. Mengatakan ‘I am Indonesian’ juga sebagai simbol, kita membawa nama baik bangsa. Mungkin kita hanya turis, pebisnis, istri yang ikut suami, exchange student, yang tidak lama tinggal di negara tersebut. Tapi biarlah yang sebentar-sebentar itu kita manfaatkan dengan baik, agar meninggalkan kesan baik di sana. Banyak terlibat dengan kegiatan lokal, berinisiatif dan ringan tangan, saya rasa bisa dilakukan untuk memperbaiki citra.
Keempat, membela negara. Ada sih yang model ngebelanya dengan cara yang salah. Reaktif ketika negaranya dihina, yang membuat keadaan tambah runyam karena sudah random country, ngototan lagi. Saling menghujat, saling ngehack sistem, mengebom. Sesuatu yang baik, jika dilakukan dengan cara yang salah, tidak akan mengubah apapun.
Sebaliknya, ada yang diam saja ketika negaranya diplokoto. Dikata-katain, area diminta ya dikasih saja, penjahat dibebaskan, perjuangan terhadap warga negara yang dianiaya nyaris nihil, saking banyaknya penduduknya.
Bentuk pembelaan negara adalah sebaliknya. Ada semangat untuk memperjuangkan, karena semua adalah saudara kita, area kita, harga diri kita. Jangan mau dihina harga dirinya, tapi lakukan itu dengan cara yang elegan. Buktikan kalau kita adalah bangsa yang besar, dengan sikap dan tekad yang kuat.
Ngga susah sebenarnya untuk menjadi nasionalis. Tinggal bagaimana kita menjaga api itu tetap menyala, meski tidak ada kejadian yang mengusik harga diri kita. Masa direndahkan dulu baru sadar? 🙂
***
IndriHapsari
Gambar : rotaxasia.com
Jadi penapsaran yang mana sih mba yang namanya tak boleh disebut daripada disomasi? Hihihi. *becanda.
Emang mba, segimanapun Indonesia, kalo saya tetep cinta. Pake banget. Ini yang saya rasakan waktu (cuma) seminggu tinggal di singapura kapan itu. Sebegitu teratur dan rapihhnya negara itu bikin saya kangen indonesia. Hahahaha.
Hihihi, bener Pak. Sebaik2nya negara org lain, lebih nyaman negeri sendiri 🙂
saya masih cinta ploduk-ploduk dalam negli kok mbak. Ciyus..enelan..wkwkwk
Ehehehe…Alim Markus mode on 😀
hahahhaha …. jempol deh
Malah nunggu artikel dr mbak Della, menarik melihatnya dr sudut pandang orang indonesia yg tinggal di luar 🙂
Tulisan bagus sekali Mbak Indri. Maaf jarang2 nongol hihi… Tetap positif dan menjaga api semangat penting. Dimanapun kita berada, kan membangun negeri tidak harus dari dalam saja 🙂
Gpp Bli, lah sy malah lebih jarang lagi *ngaku*
Diaspora ya Bli, semoga berhasil di sana 🙂