Anak saya yang paling kecil, cowok, hobinya memang main Lego sejak usia dini. Cerita lengkapnya ada disini. Jadi dia sudah familiar dengan karakter yang diciptakan Lego, bangunan dan kendaraannya terutama, dan tentu saja heboh begitu tahu The Lego Movie bakal ditayangkan di bioskop.
Sebelumnya kami pernah melihat serialnya di televisi. Ngga begitu tertarik sih, saya jadi teringat filmnya Sebuah merk es krim karena pernah ada serialnya juga. Filmnya juga sempat tayang di bioskop meski kami tak menontonnya. Kualitas animasinya ya begitulah, ceritanya so serious, topik standar, dan kebanyakan bernuansa kelam.
Karena itu saya ngga begitu antusias ketika berangkat menonton. Intinya demi anak aja, karena si kecil pasti suka. Lego sendiri, dalam tayangan Mega Factories di BBC Knowledge menyadari perkembangan jaman. Hingga selain dia banyak membangun model dari keping-keping (bricks) yang sudah ada, ada divisi pengembangan produk baru, seperti board game dan dadu, divisi video game, dan tentu saja divisi film. Lego sendiri dimainkan mulai kanak-kanak hingga dewasa. Untuk dewasa selain model lebih rumit, produknya juga bisa bergerak, dinamakan dengan Lego Mindstorms.
Secara animasi, film ini memang tak biasa. Serombongan kritikus memuji-muji film besutan Warner Bros, yang merupakan kerja sama antara Amerika Serikat dan Australia. Directornya adalah Phil Lord dan Chris Miller, sama dengan yang mengarahkan Cloudy with A Chance of Meatball. Saya pernah melihat proses pembuatan yang serial, karakternya diubah-ubah posisinya, agar ketika ditayangkan dalam bentuk video bisa bergerak-gerak. Bayangkan untuk cerita si karakter minum saja bisa 10 kali ganti posisi. Padahal kalau di film munculnya paling dua detik. Sedang film ini satu setengah jam lebih! Kebayang dong repotnya. Apalagi tampangnya si karakter kan gitu-gitu doang, mana bentuknya sama semua lagi. Pekerjaan besar untuk menyampaikan pada penonton ini yang namanya Emmet, seorang pekerja kontruksi bangunan, di antara ratusan karakter lainnya.
Apalagi di film ini yang namanya animasi komputer, hanya untuk memperhalus gerakan. Ah, soal memperhalus ini, sepertinya film ini juga ingin menegaskan, bintang filmnya dari perusahaan kami lho! Karena itu gerakannya ya persis seperti anak saya kalau menjalankan karakter Legonya. Kaku dan timik-timik (apa ya, pelan-pelan mungkin bahasa Indonesianya). Semua kejadian, misal ledakan, apinya ya pakai api-apian dari Lego. Kuda, gelas, tempat tidur, ya ada bintil-bintilnya.
Tapi jangan khawatir, ceritanya ngga akan berlangsung lambat. Bahkan sangat cepat. Untung anak saya ngga minta ke toilet di tengah-tengah film, seperti biasanya ia lakukan. Karena meleng sedikit, bisa kehilangan adegan-adegan penting dan saling berkaitan. Bayangkan kisahnya bisa sepanjang ini : seorang buruh bangunan, Emmet, tak sengaja menemukan balok penahan yang sedang dicari si tokoh jahat, The Lord Business. Munculnya Emmet ini sudah diramalkan oleh Vitruvius, yang ternyata hanya mengarangnya. Kisahnya mengalir dengan satu topik, meningkatkan rasa percaya diri Emmet untuk menjadi ahli bangunan (master building) yang melawan si jahat. Namun seperti film anak-anak lainnya, semua tentang ‘from zero to hero, from nothing to something’. Tinggal bagaimana cara mencapainya.
Kalau soal cerita, terus terang agak berat untuk anak-anak. Saya mengira semua pujian yang hampir sempurna itu berasal dari kacamata orang dewasa. Dikatakan di Wikipedia bahwa humornya satire. Misal soal ‘overpriced coffee’ yang meski mahal ya tetap aja dibeli karena semua melakukannya, dan juga demi gengsi. Tau kan siapa yang disindir? Atau nyindir mesin yang diperintahkan untuk menghilangkan sinar laser, tapi ngaco mulu mulai nyariin alamat, judul lagu, sampai mesinnya nyerah ngga tahu maksudnya *lirik HP* Tapi anak-anak mana ngerti?
Satu pesan yang mungkin agak kontradiksi, Emmet ini semula pekerja yang menurut banget, hidupnya diatur oleh The Lord Business dengan menerbitkan buku manual ‘follow the instruction’. Tapi ternyata di sepanjang film Emmet diyakinkan untuk berkreasi dengan imajinasinya sendiri. Di akhir, dia malah memimpin teman-temannya yang master building alias super kreatif agar mengikuti instruksinya dan bekerja sebagai team. Semoga anak-anak menangkapnya dengan jelas, bahwa kadang jadilah follower karena kerja besar ngga akan selesai kalau semua jalan sendiri-sendiri, tapi di saat lain jadilah leader yang berani beda untuk keluar dari masalah.
Lalu ada kisah Emmet berhubungan dengan pacarnya Batman, Lucy. Akhirnya Batman dengan sukarela menyerahkan Lucy pada Emmet, ngalah ceritanya. Kebiasaan mempermudah cerita juga dilakukan saat semua jagoan sudah tertangkap, lalu tiba-tiba adegan berpindah ke dunia lain, yaitu dunia manusia. Lucu sih, dan masih nyambung juga. Tapi anak-anak bisa bingung, kenapa tiba-tiba ada manusia di akhir cerita? Dengan memunculkan adegan ini, tiba-tiba semua yang jahat jadi lenyap.
Namun jangan khawatir, film ini tetap berharga untuk ditonton karena ini adalah opini pribadi. Anda akan terkagum-kagum dengan begitu banyaknya Lego dan printil-printilnya di layar, suatu impian semua pecinta Lego. Lalu kontruksi bangunan yang luar biasa, pembangunan berbagai tipe kendaraan, misteri senjata yang paling ditakuti para Lego, dan lagu-lagu yang mood buster banget patut dinikmati bersama keluarga.
***
IndriHapsari
Foto : thelegomovie.com, lego.com, pribadi
Saya rencana mau ngajakin Aaqil yang belom 2 tahun nonton, kayaknya terlalu berat dan dia ga bakalan ngerti ya. Tapi sayahnya sih yang pengen. Hihihi…
Wah…sepertinya terlalu cepat ganti2 adegannya Pak. Bapaknya aja yg nonton dan bs fokus 🙂
Salah satu mainan kaporit saya juga waktu kecil, mba………selain polly pocket. Soalnya klo si barbie, saya cuma demen botakin kepalanya doang hahahahhahahaa
Hla, kok malah curcol?
Nice review seperti biasa mba, mudah2an sempet nongton 😀
Wah sama ky anak sy yg cewek, ngga demen Barbie 😀 Iya Mbak, yg suka detail pasti demen 🙂
makasih reviewnya mbak. Tapi kayaknya kurang tertarik deh, hehehe
Dev ngga suka mainan ini? Ini film wajib pecinta Lego 🙂