Ada satu cerita, tentang seorang Tuan yang akan meninggalkan hamba-hambanya. Ia menitipkan pada masing-masing hamba, sekeping uang, dan kemudian ia meninggalkan mereka. Hamba pertama menggunakan uangnya untuk berdagang, dan dengan singkat ia mengubahnya menjadi sepuluh keping, hamba kedua menggunakannya untuk bertani, dan dalam waktu lebih lama ia mendapatkan dua belas keping. Hamba ketiga, mengubur kepingnya di tempat yang aman.
Suatu hari, Sang Tuan datang, dan menanyakan kabar keping-kepingnya. Hamba pertama memperlihatkan kesepuluh keping yang didapatkannya. Sang Tuan merasa gembira, dan dilipatgandakan keping milik hamba pertama. Begitu pula dengan hamba kedua, ia kembali dengan membawa keping-keping yang lebih banyak daripada sebelumnya. Kini datanglah hamba pertama, yang membawa satu keping kotor yang telah digalinya dari tanah.
Keheranan, Sang Tuan bertanya, kenapa keping hamba ketiga tak bertambah, bahkan lebih buruk daripada sebelumnya. Hamba ketiga menjawab, ‘Aku tahu bahwa suatu saat kau kelak akan mengambil kembali kepingmu. Karena itu buat apa aku berusaha membuatnya jadi lebih banyak, kalau toh akan kau ambil juga semuanya. Maka kukubur saja ia di tempat yang aman, menunggumu majikan yang pelit memberikan uang.’
Geram, Sang Tuan berteriak marah. ‘Hai hamba berhati buruk! Kuberikan kau kepercayaan satu keping, untuk melihat apakah kau akan bijak menggunakannya. Ternyata malah kau sia-siakan. Semua hanya karena prasangkamu terhadapku! Maka, akan kuambil kembali satu kepingku, dan kuberikan pada orang yang akan kuangkat sebagai hambaku. Akan hidupmu, selamanya kau akan bekerja keras untuk mendapatkan kembali satu kepingmu, yang tidak akan pernah kau dapatkan utuh.’
Pergilah hamba ketiga dengan lunglai. Ia dipecat sebagai hamba, tak membawa satu kepingpun, dan menyesali salah langkahnya.
*
Saya percaya, setiap orang mempunyai talentanya masing-masing. Itu sebabnya, saat kita anak-anak adalah saat-saat tebak talenta. Kita dilibatkan pada berbagai kegiatan, untuk melihat bakat kita ada dimana, kita suka atau tidak, dan bisakah dikembangkan lebih lanjut. Ketika kita menginjak dewasa, diharapkan kita sudah tahu talenta apa yang kita punya, dan bisa menggunakannya dengan baik.
Menggunakan merupakan satu tujuan tersendiri. Kita bisa menggunakannya untuk hal-hal baik, bisa pula untuk hal buruk. Kita bisa memilih tidak menggunakannya, seperti yang terjadi pada hamba ketiga. Bahkan ia menyia-nyiakannya, dan tak ada manfaatnya, baik bagi dirinya sendiri, boro-boro bagi orang lain.
Akan halnya hamba-hamba lain, yang menyadari potensinya, dengan baik mereka bisa memanfaatkannya, dan menghasilkan keuntungan, bukan hanya bagi dirinya, namun juga sesama. Itulah sebabnya berkatnya menjadi berlimpah-limpah, hanya karena ia yang tahu benar talentanya, dan bagaimana memanfaatkannya.
Karena bakat setiap orang berbeda, maka dimungkinkan adanya perasaan kagum terhadap bakat orang lain. Kenapa ya dia bisa begitu, kenapa bisa begini. Dengki bisa saja terjadi, padahal dia tinggal melihat ke dalam dirinya sendiri, sebenarnya ia memiliki bakat berbeda, yang unik, dan bisa dikembangkan menjadi luar biasa.
Yang parah adalah jika kita salah menggunakan talenta itu. Bukannya untuk menebar manfaat, malah menyebar kebencian, kesalahan dan untuk menghujat. Ya menghujat sesama, juga menghujat Tuannya. Sebenarnya, tidak menggunakan talenta untuk kebaikan saja sudah menghina Tuan yang memberikannya. Kalau waktu bisa diputar kembali, mungkin Tuan tidak akan membuang waktu mempercayakan talenta itu pada kita. Rugi.
Menyia-nyiakan talenta kadang berlangsung tanpa kita sadari. Merasa sudah terbiasa dengan talenta itu, serasa talenta itu sudah melekat dalam diri kita, menyatu, tak mungkin dipisahkan. Padahal sama seperti harta, talenta adalah titipan Tuan. Kapanpun Tuan mau, maka talenta bisa diambil tanpa pemberitahuan. Dan saat itulah kita menyesal setengah mati, kenapa saat talenta masih bersama, hanya keburukan yang kita hasilkan.
Stop buang-buang talenta Anda! Kalau ngga mau, kasih saja ke mereka yang punya hati yang tulus, dan tahu bagaimana menggunakannya dengan tepat.
***
IndriHapsari
Gambar : pinterest.com/pin/215609900880979782/
mantep, mbak..sarapan pagi yg bergizi.. 🙂
Makasih mbak Annisa, just my two cents ^_^
perumpamaan yg sll up2date….tfs
Hehehe, trims Pak Ve ^_^
ingat cerita itu di sekolah minggu
setuju mbak Indri
Makasih mbak Olive, di Alkitab sih ada ceritanya, cuma ini dibawakan dgn style yg agak beda 🙂
pelajaran tentang talenta ini aku ingat betul karna Dad sering mengulangnya. Makasih sudah diingatkan mbak, saya akan berusaha mengembalikan talenta yang telah dipercayakanNya padaku, dngan berlipat. Semoga.
Sama2 Val, terus terang dulu pas kecil sy ngga gitu paham, apa salahnya kepingnya disimpan, kan buat jaga2. Eh tnyt malah hrs digunakan, spy bermanfaat bg sesama 🙂
kalo menurut budos, ane bertalenta kagak?
segala yang ane lakuin hanya berdasar otodidk, dari nulis, ngegambar, bahkan membuat orang bahagia… halah 😛
Cukup dengan menyaksiken sekali, ane udeh bisa niru ape yang ane lihat, kecuali niru Tuhan, ane nyerah dah, wkwkwkwkwkwk
Hehehe, bakat Nkong, ngga semua org bisa…lanjutkan! 🙂