Laks berdiri dengan tak bersemangat di depan pimpinannya. Bapak Deputi Pemberantasan Narkoba itu memberikan kabar buruk padanya. Artis muda yang tertangkap basah dengan barang bukti narkoba di rumahnya, terpaksa harus dilepaskan.
‘Narkoba ini jenis baru, Laks,’ kata pimpinannya berusaha menjelaskan ke Laks. Ia tahu, sebagai penyidik muda Laks sudah mengerahkan segala kemampuan begitu terdengar kabar artis muda ini sering terlihat tak fokus selepas putus dari pacarnya. Fansnya mungkin bilang ia patah hati. Namun Laks dan teman-temannya mendapat info dari sumber terpercaya, artis ini mulai menggunakan narkoba.
Maka penyelidikan demi penyelidikan dilakukan, hingga mereka tahu, malam Jumat tanggal 18 bulan lalu adalah saat yang tepat untuk menangkap basah yang pemadat. Kecurigaan terarah pada rumah yang ditempati artis tersebut, karena teman-temannya kerap berkumpul di larut malam, dan baru pulang menjelang siang. Pesta narkoba? Sepertinya ya.
Selain mengusulkan tanggal penggebrekan, Laks juga memantau dari kantor pusat, proses penggebrekan tersebut. Memang bukan bagiannya, tapi ia ingin tahu hasilnya. Maka ia tahu dengan betul detik-detik ketegangan, dan luapan kegembiraan saat artis tersebut, teman-teman, dan barang bukti bisa didapatkan dengan sekali penggebrekan.
Sayang, kegembiraan itu tak berlangsung lama.
Hanya 3 bulan, dengan segala berkas sudah diajukan ke jaksa, dan jaksa memutuskan kasus tak bisa diajukan ke pengadilan.
‘Metilon belum masuk ke golongan narkotik. Jaksa kesulitan untuk mengajukan tuntutan, untuk pil seperti ini.’ Laks dan Pak Deputi memandang kumpulan pil kecil berwarna hijau yang tergeletak di meja. Pil dengan lambang mahkota di kedua sisinya, yang berhasil mereka temukan di rumah si artis.
‘Kita…sudah ajukan sejak dulu kan Pak?’ tanya Laks dengan kecewa. Ia ingat timnya sudah mengajukan zat metilon ke Kementrian Kesehatan.
‘Belum dimasukkan, Laks,’ kata Pak Deputi pelan. ‘Kali ini kita tak seberuntung kasus ekstasi.’ Dulu, memang pernah ada kasus serupa, melibatkan artis juga, dengan barang bukti narkoba jenis baru bernama ekstasi. Sementara proses pengajuan kasus ke pengadilan, mereka mendaftarkan jenis ini ke Kementrian Kesehatan, dan berhasil. Kali ini, rupanya Dewi Fortuna tidak memihak mereka lagi.
‘Tak bisakah…mereka menunggu, sampai barang bukti siap?’ Laks mencoba lagi. Tak rela ia hasil tangkapannya lepas begitu saja.
‘Tak bisa Laks. Ia menyewa sekumpulan pengacara, dan mereka menuntut pembebasan kliennya karena tahu tak ada barang bukti yang bisa kita ajukan.’ Pak Deputi menatap mata anak buahnya. Mata yang dulu bersemangat, kini nampak meredup. Potensi yang sayang jika disia-siakan. Tak takut bahaya, cerdas, dan…berpihak pada yang benar.
‘Kalau begitu…apa yang bisa kita lakukan Pak?’ Mata itu kini menyala lagi. Dengan cepat Laks menemukan motivasinya. Jangan kalah pada kegagalan.
Pak Deputi tersenyum. Ia tahu anak buahnya tak akan berlama-lama dalam kegundahan.
‘Cari pengedarnya. Mereka pasti menjual tidak hanya pil ini saja. Siapa tahu di antara barang dagangan mereka, ada jenis lama sehingga kita bisa mengajukan itu sebagai barang bukti. Dan semoga juga, Kementrian segera memasukkan pil-pil itu dalam daftar narkoba, karena saya yakin, pil ini bukan yang terakhir.’
Laks mengangguk, siap menunaikan tugasnya.
(Bersambung)
***
IndriHapsari
Gambar : pinterest.com/pin/541346817680518838/
terinspirasi dari RA ya mbak, hehee
Hehehe, iya, dan ZA juga 🙂
Keren cara merangkai ceritanya Mba. Belajar banyak deh. 🙂
Berasa nonton serial detektif di tv berbayar. 😀
Hahaha, pake bayar segala 😀
[…] Deep Web – The Deep Web (1) – The Deep Web (2) – The Deep Web (3) – The Deep Web (4) – The Deep Web (5) – The Deep Web (6) – The Deep Web (7) – […]