Saya baru tahu Bankstown ini jauuuh dari Sydney setelah melihat pemandangan di luar kereta. Awalnya kereta yang membawa kami dari Sydney Airport menempuh perjalanan bawah tanah. Lalu menuju Central Station, barulah kami melihat matahari.
Sydney dipenuhi dengan gedung-gedung tinggi, dan rel kereta yang saling berpotongan satu dan lainnya di stasiun ini. Naik turun peron, akhirnya kereta kami yang berjalur South West datang, dan kereta bertingkat dua inilah yang selama setengah jam, akan mengantarkan kami menuju Bankstown.
Gedung-gedung tinggi, dengan grafiti aneh yang menghiasi dinding-dinding yang kami lalui, perlahan berubah menjadi daerah pemukiman. Jalan-jalan yang lebar, rumah-rumah berhalaman luas dan mobil yang diparkir di luar. Rumah-rumah tersebut mempunyai ciri sendiri-sendiri. Hanya satu kesamaannya, sepi.
Dan saat kami sampai di Bankstown, semakin nyatalah masalah perbedaan Bankstown dan Sydney. Peronnya hanya dua, sedangkan Central Station punya puluhan peron. Penumpangpun tak banyak, namun tersedia lift untuk naik ke lantai atas, dan keluar dari stasiun.
Bertanya sebentar ke petugas stasiun yang menjaga mesin tiket keluar masuk penumpang, kami mendapat petunjuk yang jelas dimanakah hotel kami berada. GPS yang saya gunakan sudah menunjukkan, betapa dekatnya hotel itu dengan stasiun. Namun ke arah mana kami harus menuju, dengan berjalan kaki, agak membingungkan juga.
Begitu keluar, jalan lebar sudah membentang. Dan tebak, untuk jalan selebar itu apa yang melintas. Satu bis. Hanya satu bis dengan warna merah, dan tulisan Metrobus diatasnya. Memperlihatkan tujuannya menuju Northam.
Kami menyebrang menunggu lampu pejalan kaki berwarna hijau, dan menyeret koper kami di bawah arcade yang membelah bangunan tempat parkir, dan pada speaker-speaker yang dipasang di tiap tiangnya, terdengar lagu jazz mengalun lembut. Ah, sungguh sambutan yang menyenangkan!
Hotel kami sebenarnya agak membingungkan. Kami tidak melihat logo hotelnya di depan, malah tulisan Bankstown Sport terpampang besar-besar. Ternyata, bagian bawah hotel adalah tempat berkumpulnya warga Bankstown untuk bermain olahraga ringan, bingo dan kasino. Kemudian ada empat restoran, semua mengusung unsur kedaerahan. Chinese food, Indian, Vietnam, dan Italian. Satu keunikan, yang ternyata mencerminkan keberagaman yang ada.
Menyusuri kota kecil ini (penduduknya hanya 30 ribu, seperseratusnya Surabaya) yang kami temui adalah toko-toko kecil, yang berulang. Restoran Chinese, Vietnam, dan Indian bergantian muncul di hadapan. Lalu supermarket yang menjual kebutuhan pokok, nail and art, dan toko buah tropis. Serasa di Indonesia kalau seperti ini.
Penduduk yang kami temuipun kebanyakan berwajah Asia, sebagian Timur Tengah, dan…ngga ada bulenya. Rupanya etnis paling banyak menurut Wikipedia adalah Vietnam, menyusul Cina dan Timur Tengah. Sepertinya Bankstown adalah kota para imigran. Agama terbanyak di Bankstown adalah muslim, tapi sepanjang kami berkeliling tidak kelihatan masjid di sini, begitu pula dengan gereja.
Akan halnya banyak orang Vietnam disini, terkait dengan para pendahulu mereka yang adalah manusia perahu. Di salah satu sudut dekat stasiun, ada monumen untuk mengenang manusia perahu ini, atas keberaniannya meninggalkan tanah air dan berjuang hingga ke Australia.
Pemukiman yang kami lihat sama seperti dalam perjalanan ke Bankstown. Rumah-rumah berpagar rendah, dengan halaman yang hijau, dan sekali lagi…sepi. Tak heran banyak mobil ngebut disini, jadi jalan harus hati-hati. Daerah perkantorannyapun sama sepinya, lalu ada sekolah khusus putri, bank, pusat perbelanjaan yang hanya buka sampai jam 5 sore, dan hanya satu 7 Eleven disini. Padahal di Sydney kemana kaki kami melangkah, die lagi die lagi (7 eleven maksudnya :D) yang kami temui.
Lalu, kemana orang-orangnya?
Iseng kami coba melintasi lapangan luas yang sepertinya diperuntukkan bagi kegiatan warga Bankstown, hingga ke sudut yang ada playgroundnya. Wah, ramai dengan anak-anak! Akhirnya ada orang juga.
Melihat anak-anak ini, makin nyatalah keberagaman yang ada. Wajah-wajah mereka menampakkan kekhasan masing-masing, meski bahasa yang mereka gunakan satu, yaitu Bahasa Inggris. Dengan gembiranya mereka bermain bersama, mulai umur tiga hingga belasan tahun ada di sana. Beberapa orang tua ada yang berjaga untuk anaknya yang masih balita.
Anak-anak saya juga ikut bermain. Bahkan yang kecil dengan singkat sudah berkenalan dengan seorang anak laki-laki yang berwajah Timur Tengah. Sepertinya penduduk Bankstown memang terbiasa bersifat terbuka, menawarkan persahabatan tanpa ketakutan akan perbedaan.
Kalau diterusin bakal ngga mau pulang ni anak, karena di sini mataharinya lebih lama. Berada di sebelah selatan khatulistiwa, dan sedang summer, menyebabkan jam 4 pagi sudah terang, dan senja baru turun jam 8 malam. Dengan merapatkan jacket kami karena meskipun summer suhunya hanya 18 derajat celcius, kami kembali ke hotel untuk beristirahat.
***
IndriHapsari
Semua foto pribadi