Membaca keluhan teman-teman atas acara Kompasianival 2013 kemarin, membuat saya ingin membagi pengalaman mengadakan acara di mall. Sudah beberapa tahun ini di tempat saya bekerja paling tidak satu tahun sekali berpindah-pindah mall untuk mengadakan acara tahunan maupun dadakan.
Pindah-pindah? Memangnya diusir?
Ngga doong, karena kami pada dasarnya suka hal-hal baru, dan setiap mall yang pernah kami pakai selalu adaaa saja kekurangannya, jadilah tiap tahun pembaruan suasana. Kebetulan di Surabaya cukup banyak pilihan mall yang bisa digunakan. Tentu banyak yang harus diadaptasi, tapi kami kan mahluk amphibi, bisa hidup di dua dunia, nyata dan maya #eh
Sampai mana tadi? Oh ya, aturan di mall.
Mall sendiri, kalau mau kejam, bisa dibagi menjadi beberapa kriteria. Yang eksklusif atau merakyat, dan yang laris atau kurang laku.
Jika kombinasinya adalah eksklusif dan laris, maka siap-siap merogoh kocek (sendiri) yang dalam karena bawaannya pasti mahal. Lalu aturannya ketat pula, misal teknisi sound mesti dari rekomendasi pengelola mall, panggung harus sesuai dengan kemauan mereka, kalau perlu tukangnya juga dari mereka.
Jam masuk sesuai dengan ijin mereka, misal jam buka adalah jam sepuluh, maka sejak pukul delapan boleh masuk dari pintu karyawan atau loading dock. Jangan harap dapat pintu yang bisa geser sendiri.
Enaknya, pengunjung banyak, dan kebanyakan high class. Jadi wangi-wangi, keren, dan agak acuh. Susah menarik perhatian mereka, kalau kita sekadar bagi brosur aja. Mesti usaha ekstra menjelaskan dan mengajak mereka mampir ke booth kita.
Mall yang eksklusif dan kurang laris, murah di biaya, tapi aturannya sama ketatnya. Lantai mesti ditutupi karpet, dengan warna sesuai yang mereka mau. Pernah kami beli sendiri ke Kramat Gantung, demi memenuhi permintaan pihak mall. Ada juga yang biaya sewanya sudah termasuk karpet, kursi (yang khusus juga) plus backdropnya ngga boleh nyetak sendiri. Mereka minta file, lalu ditayangkan via plasma. Keren pokoknya!
Biasanya mall keren ngga mengijinkan barang jelek-jelek keluar, karena ngga sesuai dengan imej mereka. Sampai dispenserpun mereka yang sediakan! Lalu setiap saat ditengok sama security ataupun supervisor mall. Lengkap dengan HT, dan ngga segan-segan memberi peringatan jika ada panitia, peserta atau pengunjung yang melanggar.
Saya hanya berpikir, mungkin itu yang terjadi di Kompasianival 2013. Pengelola Kompasiana salah pilih tempat kumpul-kumpul, karena esensi Kompasianival adalah kopdar akbar, jadi ini ajang para Kompasianer untuk bertemu dalam suasana yang gayeng, saling bercanda, berdiskusi dan ketemu akun-akun yang suka nyolot di dunmay. Pengen tahu nyalinya segede apa pas ketemu *eaaa…nyinyir again :D*
Karena itu, mungkin alternatif mall yang merakyat dan laris bisa jadi pilihan.
Mall yang merakyat, biasanya ngga banyak aturan. Waktu itu kami pernah menyewa mall jenis ini dengan harga murah, semua dibebaskan. Mau bikin panggung model gimana, mau buat booth seperti apa juga ngga ada larangan. Terkhusus booth makanan harus ada ijin khusus, karena berhubungan dengan stan yang ada di sana.
Makanan juga bebas bisa dibagikan ke peserta. Kalau di mall eksklusif biasanya ada larangan untuk itu *inilah gunanya satpol PP 🙂 * Kalau mau bisa dinego sih, cuma makannya harus di basement atau parkiran, ngga asyik banget kan. Alternatif lain kita diminta beli makan di foodcourtnya, yang pastilah ngga semurah nasi kotak. Nah, kalau di mall merakyat boleh aja bawa makanan sendiri, asal ngga ngebala alias bikin kotor.
Ngga enaknya, suka dicuekin pengelola (gimana sih?? Tadi cerewet karena jengah diawasin, ini malah caper, pengen diperhatiin :D) Kalau ada masalah lambat benar penanganannya. Datang untuk persiapan tuh keadaan masih gelap (meski ngga gulita), AC belum nyala, padahal ruangan tertutup.
Mending pilih mall yang laris, karena kenapa dia laris (ih, malah balik tanya…) biasanya karena mudah diakses lewat angkutan umum ataupun kalau menggunakan kendaraan pribadi, ngga bikin stress karena macetnya. Jadi lebih banyak orang datang kan lebih baik.
Cuma hati-hati kalau ada kumpulan massa, keamanannya juga mesti diperketat. Siapa tahu ada yang berniat jahat, atau jadi berniat jahat saat melihat panitia lalai. Ingat, security di mall merakyat ini juga cuma sedikit dan jarang nongol di acara.
Trua merakyatnya buat apa? Yah harapannya kalau sewanya murah, pihak pengelola Kompasiana bisa menyisihkan dananya untuk menjamu Kompasianer, atau ngasih doorprize yang amazing, atau memodali bikin booth-booth komunitas.
Nah, semoga untuk Kompasianival berikutnya ngga salah tempat, dan salah konsep ya 🙂
***
IndriHapsari
tahun depan bu Indri ketua panitia … dukung
Wah, kalau di Jawa ini namanya KONSULTASI pak, kon sing usul, kon sing ngatasi 😛 ini sharing aja kok pak 🙂
dibutuhkan orang yg paham filosofi K…
sama ketika bikin versi mobile-nya K.
koq g dateng bu?….
Ah ya, versi mobile yg baru ‘berhasil’ menurunkan jumlah pembaca sampai 60-70% 🙂 Kebetulan ada acara pak, anak2 jg lg ujian 🙂
sayang…padahal byk yg nunggu..huhuiii….
tetangga sebelah jd naek trafficnya…. K bkl jeblog ranking Alexa…sayang.
tp mungkin itu br versi beta…
kl saya sih lebih berharap bkn mobile blogging gitu… tp aplikasi semacam evernote.. yg bisa nulis.. sisip photo…lalu publish…
…hehehe… iki isone mung usul..
th dpn sponsornya produk makanan…pasti g kelaperan pada…
btw . nice post…
Siapa tetangga sebelah? Klo mau bikin versi mobile, cukup meniru yg dilakukan WP atau blogspot. Itu sdh plg mantap, handal semua, tp memang basisnya Android atau iOS.
Wah, pak Ve hebat sampe tahu sponsor masa depan! Klo produk snack, apa bs kenyang Pak? 😛
Trims Pak ^_^
wkwkwk, dilarang nyinyir. Timpuk tahu isi, hahaha
Hahaha.asyiiik…dapet tahu isi angeeet 😀
wah lengkap banget ulasannya. ngalahin event organizer 🙂
Hahaha, maklum, mantan SPG 😛 Makasih pak Yudhi, smg bermanfaat ^_^
Kalo ada acara kopdar hari gini nggak ada yang minat nyewa lapangan sepakbola ya? wkwkw
Hihihi..asyik loh di lapangan bola. Sy kemaren gathering di lapangan bola..asyik ngga umpel2an waktu antri makan 😀