‘Ia belum datang?’
Aku sembunyikan rasa terkejutku ketika tahu-tahu kau sudah di sampingku. Rupanya kau tahu, aku selalu mendapat tempat terbaik di senja ini.
‘Sabar,’ kataku. ‘Sebentar lagi ia akan terlihat.’ Ia memang baru terlihat samar.
‘Pikirmu, kenapa ya ia bisa secantik itu?’
Sungguh, ini bukan topik yang aku sukai. Tapi kau selalu bahas itu lagi, lagi dan lagi.
‘Aku tak tahu,’ kataku malas. ‘Kenapa tak kau tanyakan saja padanya?’ Oow, aku mulai sinis rupanya!
‘Tak bisa. Akupun tak mau. Aku lebih suka memandangnya dari jauh.’
Nah! Kau sudah tahu alasannya! Kenapa masih saja…
‘Dari jauh saja ia terlihat cantik, apalagi kalau dekat ya…’ katamu sambil melamun. Matamu memandang sendu padanya.
Aku diam saja. Mereka bilang, sebenarnya wajahnya tak mulus. Banyak kawah terbentuk akibat asteroid yang jatuh. Tapi..ah..apa gunanya bicara pada kau yang sedang dilanda cinta. Yang pasti, meskipun dekat, kau tak pernah memujiku sedemikian rupa. Tentu saja karena kami tak sama, dan sampai dunia jungkir balikpun, aku tak akan pernah bisa menyamainya.
‘Dari jauh saja sudah secerah ini, apalagi kalau dekat, pasti lebih bersinar lagi!’ sambungmu. Ia mulai menampakkan wajahnya keseluruhan. Sungguh cantik! Dengan sinar kelembutan terpancar, siapapun yang melihat akan mengaguminya.
Pikirku, kalau memang benar itu sinarnya, tentu si cerewet ini tak akan bisa mencapainya. Terburu silau, bahkan terbakar ia sesampai di sana. Tapi, entah ya, menurut kabar ada yang sudah berhasil mencapainya. Maka aku curiga sinarnya bukanlah yang sebenarnya.
‘Ia hebat! Semakin ia bertambah dekat, permukaan air laut begitu tingginya!’
Aku tak habis pikir, apa urusannya ya dia mengurusi hal-hal yang terlalu tinggi?
‘Menurutmu, bagaimana?’
Kan? Sudah kubilang, kau akan mengulang pertanyaan yang sama. Selalu seperti ini. Berputar-putar tak tahu jawabnya.
‘Kau tak coba lagi? Mendekatinya?’ kataku dengan berat hati. Sungguh konyol menyarankanmu melakukan kebodohan yang sama. Mungkin, sebenarnya, aku tak kalah bodohnya…
‘Kau pikir begitu?’ Kau meragu. ‘Kali ini…akan berhasil?’
Tanpa menoleh padamu, aku memandang lurus ke depan.
‘Semoga,’ kataku pelan. ‘Hati-hati,’ tulus kuucapkan.
Jeda sebentar seakan kaumengucapkan perpisahan. Kemudian dengan sedikit kepakan, samar kau menghilang di kegelapan malam. Pungguk jantan yang meninggalkan betinanya, yang selalu terlupakan.