Di dalam mobil saya, dekat persneling, terdapat lembaran kusam uang seribuan dan dua ribuan. Selalu ada di sana, dengan cadangannya berada di dalam dashboard. Maha penting, kalau sampai kosong, pastilah saya menyesal setengah mati, kok sampai lupa mengisi.
Kenapa sih, uang kumel aja kok bingung banget?
Uang tersebut berasal dari hasil penjualan pulsa. Ya, saya saking ngga senang melihat handphone menganggur, melayani penjualan pulsa untuk mbak-mbak di sekitar rumah. Jangan tanya soal untung, karena per penjualan marginnya hanya di ratusan rupiah, yang bakal langsung habis untuk jajan kakak. Padahal kakak jajannya cuma seminggu sekali! Tapi mbak-mbak itu jadi tak perlu cari outlet pulsa jauh-jauh, atau kelayapan di malam hari, cukup mengetuk pagar rumah saya saja.
Voucher yang laris adalah seharga lima ribu rupiah, yang dijual dengan harga enam ribu. Banyak dari mereka yang membayar dengan uang lecek seribu dan dua ribuan tadi. Mungkin sisa dari belanja di pasar. Namanya toh tetap uang, jadi tetap kami terima.
Namun saya tidak bisa memakainya untuk berbelanja di ritel modern. Selain malu, tempo-tempo suka ditolak juga oleh kasir. Jadilah saya menaruhnya di mobil, untuk sewaktu-waktu digunakan.
Pertama, tentu untuk parkir. Mulai dari yang liar dengan ongkos dua ribu, sampai yang di mall dengan ongkos empat ribu. Thanks God ngga hidup di Jakarta, selain bandara dan stasiun, semua mall masih belum menerapkan tarif progresif.
Kedua, buat ngasih ke mereka yang bertugas di jalanan. Bukan polisi tentu :P. Ada yang bersihin jendela dengan kemocengnya yang kotor, petugas tol, ada penjual koran, ada polisi cepek yang jangan coba-coba beneran ngasi cepek, dan pengemis. Oh, soal pengemis saya picky kok. Hanya yang sudah tua dan wanita yang saya pilih. Untuk lainnya, mereka masih bisa berusaha tanpa mengemis.
Ketiga, latihan kejujuran. Dulu ada kejadian, sebuah mobil dibobol dengan dipecah kacanya, karena mereka tertarik melihat tumpukan uang di dalam mobil. Duileee…segitunya ya, belum resiko ketangkepnya. Nah, latihan kejujuran yang saya maksud adalah, bisakah mereka dipercaya untuk hal-hal besar, jika hal-hal kecil saja sudah blingsatan?
Maka saya biarkan sebagian uang terpampang. Ada yang lolos uji, ada yang ngga. Petugas valet sebuah lapangan golf misalnya, ngga kuat melihat beberapa lembar uang yang terlihat di dalam. Maka diambillah semuanya, padahal ongkos valet lebih besar dari uang yang dicurinya, bonus laporan ke manajer karena punya anak buah penipu.
Namun yang lain rupanya cukup jujur meski ada kesempatan untuk mengambilnya. Misal pegawai pencucian mobil. Satu mobil bisa dikeroyok empat orang, dan kalau ada yang ngambil, susah melacaknya karena keempatnya bakal dituduh. Tapi selama saya berganti-ganti tempat pencucian, semua aman.
Nah ternyata uang kecil pun punya arti. Tanpa ia, tidak pernah ada yang namanya satu milyar. Hanya sembilan ratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah *lagi nganggur* š
***
indrihapsari
Gambar : sangsaka.com
nah, kalo saya mah di ‘bagasi’ motor.. tau pan motor mio? nah itu pan di setirnya itu ada lubang-lubang gitu.. dah tau pan, dah jelas penjelasanku?
saya biasa suka naroh kembalian di situ. itu juga berfungsi jadi pemancing. pernah suatu waktu ada temen yg liat recehan di situ. alhasil, ci temen itu ikut-ikutan natroh recehan di situ. jadi pas aku liat beberapa hari kemudian, dah numpuk recehan di situ.. lumayan lah bisa buat beli pulsa yang 10 rebu-an..
apesnya, pas butuh. PD pernah naroh recehan, pas lagi bener-bener butuh, ta ccheck, ternayat dah ga ada. ternayat, temen-temen selain naruh, ikut rajin ngambil celengan liar itu juga
Eh Mbak, pulsanya dong yanng 20 rebu,eh
Iiiih…apaan sih iniiii…kok malah nodooong??
Boleh. 20 bayar 25 yah *kemaruk* š
kok sama sih mbak? aku suka dan sering naruh uang lembaran entah seribuan, dua ribuan atau lima ribuan di dekat persneling. tapi paling sering buat parkir atau kalo mampir ke toko beli sesuatu dan kekurangan uang kecil, uang itu yang kubajak.
kalao mereka yang di jalanan jarang aku kasih. bukan pelit tapi menurutku labih ke urusan mental.
kadang uang itu juga dipakai buat nyangonianaku yang gede sekolah kalo kebetuklan di dompet lagi nggak ada.
Iya mbak, saya juga milih kalau mau ngasih ke pengemis, rasanya ngga adil buat mereka yang susah payah bekerja tapi belum dapat apa2.
Makasih yah Mbak ^_^
Bener dah tu, apa lagi tu uang buat orang seprti sya ini. “sangat berarti tentunya”.
Berarti untuk ngegenepin jd semilyar? š