Ngga boleh nangis.
Dea menggelengkan kepalanya dengan gusar. Bangun pagi, membuka mata, yang ia ingat pertama adalah Rio. Rio yang kemarin mengatakan suka sama Riska, teman kosnya. Masalahnya, ia juga suka Rio.
Dea membuka jendela kamarnya. Sinar matahari nampak malu-malu memasuki kamarnya yang gelap. Kebiasaannya memang mematikan lampu selama tidur. Tadi malam tidurnya agak telat. Memikirkan Rio.
Rio lagi.
Rio yang teman SMAnya. Rio yang rajin mengantar jemputnya selama kuliah ini karena sama-sama perantauan. Apakah karena tiap hari ketemu menyebabkan ia bingung seperti ini?
Ngga juga. Sebabnya karena Rio baik. Waktu adalah harta manusia paling berharga. Dan Rio selalu memberikannya untuk Dea. Konyol juga, bukan saudara bukan pacar, tapi setiap Dea butuhkan, selalu ada Rio di sampingnya. Kalaupun tidak bisa, Rio akan meneleponnya, atau mengirimkan SMS padanya, hanya untuk mengetahui, bagaimana keadaan Dea.
Tapi semua ini akan berubah, jika Rio jadian dengan Riska.
Waktunya akan dihabiskan untuk menemani Riska. Dia pasti tidak akan enak kalau menerima telepon dari Dea, saat bersama Riska. Dan apa nanti Riska tidak cemburu jika Rio banyak menghabiskan waktu dengan Dea?
Maka, kemarin ia katakan pada Rio, mulai hari ini ngga usah antar jemput lagi. Memang kok, lain di mulut lain di hati. Dan membohongi hati itu, sakitnya setengah mati. Rio, diam saja, sebelum mengiyakan. Kemarin, adalah saat terakhir Rio bisa mengantarkannya pulang.
Dea menghela napas. Pagi tanpa harapan bertemu Rio, kok terasa lebih berat ya…
Dea membuka pintu kamar hendak ke kamar mandi. Enak mandi pagi-pagi, penghuni kos lain belum mempergunakannya. Dilihatnya mbak penghuni kamar sebelah sedang mengunyah rotinya, sambil nangkring di kursi dan membuka bukunya. Dia tersenyum saat melihat Dea, kemudian kembali menyimak bukunya. Mau quiz mungkin, batin Dea.
Dea mengambil handuk dari rak, kemudian menuju kamar mandi yang terletak di belakang. Pintunya masih tertutup. Semoga ngga lama deh yang ada di kamar mandi ini..
Sambil bersandar di dinding, Dea mulai memikirkan bagaimana caranya dia sampai di kampusnya, tanpa Rio. Angkot nomor berapa ya, nyegatnya di…? Atau dia jalan kaki ke kampus? Ha, ngga mau deh! Selain jauh, biasanya kendaraan yang lewat pada ngebut, karena jalanan itu cenderung sepi. Selama ini kan Rio yang menjaganya.
Rio lagi.
Dea mendesah. Pikirannya penuh dengan Rio dan segala aktivitas bersamanya. Payah, selama ini kebersamaannya dengan Rio melibatkan hati sih. Begitu hilang, hatinya mencari-cari..
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Riska. Si cantik yang disukai Rio. Ya pantas saja, siapa yang tidak mau dengan teman kosnya ini. Hidungnya mancung, matanya bulat besar, kulitnya bersih. Bahkan saat kondisi baru keramas seperti ini, dengan rambut basahnya, Riska masih terlihat cantik.
‘Eh Dea, mau pakai? Sorry ya lama’ Riska tersenyum manis padanya.
‘Ngga apa’ jawab Dea kaku. Haruskah ia sampaikan salam Rio padanya? Otaknya mengatakan ia sebaiknya mengatakannya, tapi lidahnya terasa kelu.
Dea bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah ditutupnya pintu, seperti otomatis saja ia membuka pakaiannya satu persatu. Saat ia berada di bawah shower dengan siraman air dingin, airnya terasa asin.
Tak bisa. Tak bisa menahannya. Bunganya layu sudah.
***
Versi lengkap : Yang Kumau Hanya Kamu