‘Jadi begini, kamu ngga perlu susah-susah untuk menyingkirkan saya. Bilang saja ngga suka, dan saya akan menjauh selamanya dari hidupmu.’
Aku terbengong-bengong menghadapi luapan kata-kata yang keluar dari bibirnya yang mungil. Tetap menarik meskipun kini bentuknya seperti huruf U terbalik. Oh Tuhan, mimpi apa daku semalam, sampai dicegat Dea di sepagi ini, di kantin kampus yang masih sepi.
Dengan sikap seperti maling yang tertangkap basah, aku mengalihkan pandangan ke tukang sate yang baru saja datang dengan membawa panci besar. Ia menjadi yang pertama mempersiapkan standnya di kantin bersama ini.
‘Kok diam?’ kata Dea lagi. Galak.
Terpaksa aku tatap matanya yang sedang menatap tajam padaku. Aduh, bisa terbakar aku nanti kalau kau tatap seperti itu…Namun menghadapi cewek ngambek macam gini, modalnya adalah sabar. Kata orang, sabar itu subur, ngga bikin cewek kabur…
Dengan style ngucek-ngucek mata (nyawaku memang belum sepenuhnya kembali saat menerima teleponnya, yang memaksa ketemuan saat ini juga, di sini. Jadi ngga sempat mandi) aku nyengir terpaksa.
‘Ada apa lagi Deaaa? Ada yang salah dari aku? Tahu ngga, satu-satunya ketakutanku adalah kamu pingsan mencium bauku’ aku tertawa ngga lebar. La, belum sikat gigi juga!
Dea malah melotot. ‘Pura-pura ngga tahu lagi! OK, saya jelasin ya. Saya sudah add kamu di contact BB. Mestinya kan kita bisa lancar BBMan. Eh, malah ngga! Setiap saya kirim message ke kamu, baru besoknya kamu balas. Padahal kan saya nungguin jawabmu. Gimana sih? Namanya juga BBM, Buruan Balas Mas, ya harus cepet dong ngebalesnya!’ ucapannya bagai air bah. Merepet.
Aku nyengir juga dengan akronim BBMnya. Pasti ciptaannya sendiri, untuk mendorong orang menyetujui argumennya. Wedew, repot lawan orang ngototan.
‘Dea, bukan itu maksud aku. Kalau udah di kosan tuh, BB pasti aku taruh di kamar, trus akunya kemana-mana. Misal main di kamar teman. Malah kadang aku ngga nyadar kalau baterainya habis. Maklum deh Dea, aku kan bukan penggila gadget. Tiap saat update status, atau broadcast, atau ngomongin hal-hal ngga penting dengan teman. Mending aku bersosialiasi dengan penghuni lain yang jarang ketemuan.’
Dea mengerucutkan bibirnya. Ugh, tambah imut saja!
‘Jadi, BBM dari saya, ngga penting juga?’
Ha! Sudah kutebak! Pasti yang diambil hanya hal yang mendukung opininya.
‘Ya penting dong sayaaang’ mulai deh keluar jurus merayuku. ‘Tapi kan lebih penting ketemu kamu..’ kini aku berani menatap wajahnya yang…mulai memerah.
‘Lain kali, telepon aja, ngga usah BBM. Selain aku tahu kalau itu penting, seneng juga dibangunin dengan suara kamu’ (sebenarnya kalau bukan Dea yang ngomong, isinya bikin ilfil : ‘Rio, ke kantin, sekarang!’) tetap kupasang senyum manisku.
‘Ah..eh..Ok deh…’ mulai deh, salting kan…..‘Rio, mau sate?’ kata dia ngga ada hubungannya.
Aku nyengir lebar.
‘Maaf ya, udah marah-marah’ katanya pelan.
Gimana ngga hebat, membalik marah menjadi sesal?
Modal sabar, dapet Dea, dan gratis sate pula!
Sumber gambar: pinterest.com
Seru.
Thank you 🙂