Saya dan Banjir Jakarta

Melihat foto-foto yang beredar di internet, membuat nyali saya ciut juga untuk menginjakkan kaki lagi di Jakarta (lagi, setelah Kompasianival. Iya, saya begitu cinta Surabaya sampai ngga kemana-mana *grin*). Banjir gitu looh…dan ngga main-main.

Waktu mahasiswa dulu rumah kontrakan kami juga sempat kebanjiran. Ceritanya saya lagi tidur, mimpi lagi sendirian di pulau terpencil, macam di Cast Away. Kena ombak, basah sebasah-basahnya. Kebangun dong…dan ternyata tempat tidur saya sudah jadi tempat penampungan air, karena atap sudah bocor. Catet, bocor, bukan netes lagi namanya. Waktu memandang ke bawah, sandal jepit saya sudah mengambang. Catet, mengambang, bukan bergeser. Ternyata air menyerbu rumah kami dari atas, dan dari bawah, yaitu dari lubang pembuangan di kamar mandi…yeks!

Dengan banjir seperti itu, tanpa lumpur, kami dua hari beresin rumah ngga selesai-selesai. Belum sisa basah yang tertinggal, menimbulkan bau yang tak sedap. Nah membayangkan banjir Jakarta yang airnya coklat, saya bisa bayangin apa yang ada di dalamnya.

Meskipun bukan orang Jakarta, boleh ya cerita sedikiiiit pengalaman saya. Cerita bermula dari kebijakan-tidak-populer suami, yaitu pergi kondangan di Jakarta, pas banjir lagi seru-serunya. Apa boleh buat, city check-in sudah dilakukan, tinggal berangkat dengan deg-degan.

Kemarin, suami baru kembali dari Jakarta. Wah dia sih kalau punya kemampuan membelah diri, sudah dari dulu dia lakukan. Rasanya proporsi dia berada di Jakarta sama besarnya dengan bagian dirinya saat berada di Surabaya. Didorong rasa panik melihat parahnya banjir di Jakarta, membuat saya ingin menanyakan kabarnya lewat SMS.

‘Kena banjir?’ sent. ‘Liat di internet’ sent.
Lamaaa…baru dibalas.
‘Ya’
Et dah, irit banget! Kalau saya pasti udah cerita berSMS-SMS, lengkapi dengan foto kalau perlu *istri yang lebay*

Dasar iseng dan ngga kapok, saya coba lagi nanya.
‘Kena banjir dimana?’ sent.
Lamaaaaaaa lagi, lalu muncul balasannya.
‘Banyak’
*pengen nelen hengpon*
Hiiii gemes gemes gemes! Ngga tahu apa saya cemas dia ketinggalan pesawat, seperti banjir tahun 2007 waktu jalan tolnya juga terendam air, sehingga dia terpaksa menginap karena tidak mungkin mencapai bandara.

Syukurlah tengah malam dia muncul dengan selamat ^^

Akhirnya hari ini jadi juga kami berangkat. Tahu kecemasan saya (Ya iyalah! Bolak balik saya nanya: bisa ngga, kalau hujan lagi gimana, kalau ada tanggul jebol lagi gimana dst dsb dll) suami hanya berkata singkat ‘Ngga apa, kemaren aku juga bisa’. Jadi dia memang bukan tipe romantis yang bilang ‘Ngga apa, kan ada aku.’ Gubrak deh kalau suami saya bilang gitu..hihihi…

Tiba di Soeta, driver kami sudah siap dengan alasan-alasan keterlambatan dia yang disebabkan oleh banjir. Lalu ada korban yang meninggal. Lalu banyak yang menjadikan banjir sebagai tontonan. Lalu ada pemalakan. Dan sepanjang perjalanan kami ditemani dengan siaran radio El Shinta yang isinya ya laporan sekitar banjir.

Untunglah semua lancar, banjir hanya terjadi di sekitar kampur Untar dan Trisakti di sepanjang jalan yang kami lewati. Sepeda motor boleh melewati jalan tol, dan pada beberapa mobil ada yang membawa life safety boat di atap mobilnya. Kemudian ada beberapa mobil yang berhenti di bahu jalan untuk memotret situasi banjir di bawahnya.

20130119-181743.jpg

Dan sekarang kami lagi nunggu jam undangannya tiba *kecepetan ceritanya*. Yah better too early than late deh..hehehe…Semoga pulangnya juga lancar ya biar ngga ketinggalan pesawat *cross my fingers*

Oya, ini ada link dari lapaknya Kompasianer Jack Soetopo, tentang peta banjir Jakarta. Semoga bisa digunakan.
http://www.google.org/crisismap/2013-jakarta-flood-en

20130119-181834.jpg
Lagi nongkrong di sini…di mana hayooo…

***
foto koleksi pribadi

Komen? Silakan^^