‘awan hitam di hati yang sedang gelisah
daun-daun berguguran
satu satu jatuh ke pangkuan’
Waktu Ari Lasso menyanyikan lagu ini, rasanya langsung ‘deg!’. Kebayang seharian ini perasaan rasanya campur aduk dengan peristiwa bom di Surabaya.
Awalnya pagi biasa saja, berangkat melewati jalan yang belum ramai untuk ikut kebaktian jam 6 pagi. Pulang jam 8, heran kok tumben lebih sepi daripada biasanya, bahkan dari pagi tadi. Baru cek WA di rumah, teman-teman sudah ribut di grup soal bom. Merinding jadi inget bom Samarinda yg kena anak-anak. Tiap Minggu memang pasti banyak anak-anak yg bersekolah minggu.
Ternyata benar kan, ada anak-anak yang kena 😥 Udah ngga semangat rasanya nonton konser yang tiketnya sudah dibeli sejak dua minggu lalu. It doesn’t feel…right, untuk nyanyi-nyanyi sama artis padahal tahu ada orang lain sedang berduka.
Nanya ke promotornya, ada perubahan ngga terkait peristiwa tersebut. Dalam hati sudah mengikhlaskan, semisal ditunda atau tiket hangus. Itu jauh-jauh lebih mending drpd keluarga para korban yang mesti kehilangan orang yang disayang. Namun pertanyaan saya dijawab dgn huruf kapital: ON SCHEDULE.
Baiklah, dengan menguatkan hati ‘bomnya susah masuk mall’ kami melaju ke Grand City. Antrian masuk berjalan lancar, kami menunggu 2 jam sebelum acara dimulai. Sambil menunggu, saya buka-buka Twitter topik Surabaya, yang tumben-tumbenan tiap detiknya puluhan twit muncul. Sambil nontonpun di saat jeda sy sempatkan juga buka. Dan itu beneran ngga bagus untuk kesehatan jiwa.
Konsernya bagus, rapi, aman, tepat waktu, tertib. Penyanyinya Andra and The Backbone serta Ari Lasso suaranya masih mantap dan kuat, menguasai panggung, komunikatif. Grup bandnya kompak dan piawai menguasai alat musiknya, tata cahaya dan papan latar dinamis dan meriah. Ada Mas Imam dari Suara Surabaya sebagai pembawa acaranya.
Segitu ramenya, segitu riuhnya, yang terbayang adalah kelebat peristiwa yang meskipun saya ngga mau buka foto atau video terkait peristiwa tersebut, hanya teks, otak saya memvisualkan kejdiannya. Lagu yang dinyanyikan Dedy dan Ari seakan jadi soundtrack tayangan yang sedang saya bayangkan. Awal ikut nyanyi tapi terus tercekat mendengar liriknya berpadu dengan kabar yang sliweran di timeline sy.
‘Di setiap langkahku
Ku kan slalu memikirkan dirimu
Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu
Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa’
(@tunggalp : Anak-anak ini bangun pagi, mandi dan mungkin sedikit sarapan.
Mereka pakai baju terbaik yang bersih dan wangi, hendak bernyanyi dan bertemu teman-teman di gereja.
Lalu ada seseorang yang merasa memiliki hak untuk merenggut nyawa anak-anak itu.
Keji.)
‘Lelah kaki melangkah
Tersesat tiada arah
Suara hati semakin lemah
Terkikis oleh amarah’
(@melianach : Mohon doa utk Pak Bayu, relawan keamanan Grj SMTB SBY. Smoga dosanya diampuni & diterima di sisi Bapa. Anaknya 1 msh playgroup & 1 bayi, barusan dibaptis. 😭
Kejadiannya, Pak Bayu menghadang motor yg bawa bom & akhirnya meledak. Jika tidak dihadang tentu akan lebih banyak korban)
‘Tajamnya pisau takkan sanggup
Koyakkan cinta antara kita
Menembus ruang dan waktu
Menyatu di dalam jiwaku’
(@upndowoon: So, a few minutes ago I arrived at Indonesian Red Cross office near my uni to give my blood for the victims because i heard we run out of blood here in surabaya. I saw hundreds of people waiting outside, around 200-300 people.)
Perih dan sedih rasanya. Perih melihat banyaknya korban, sedih ada yang meninggal. Namun juga bangga membaca antrian yang bela-belain ke RS dan Kantor PMI untuk menyumbangkan darah bagi para korban. Kita satu Surabaya, satu saudara. Satu luka, semua ikut luka.
Tapi konser ini berusaha toleran. Dari awal Mas Imam sudah menyampaikan rasa prihatinnya, mengajak untuk mengheningkan cipta dan mendoakan para korban, serta mengingatkan nomor telepon 112 bila melihat yang aneh-aneh. Semua artis dan pemain musik menggunakan pakaian serba hitam. Mrk masing-masing mengucapkan bela sungkawa, sekaligus menyemangati supaya tidak wedi. Bahkan Ari beberapa kali merekam kami, penontonnya, yang katanya akan diunggah ke IGnya dengan #suroboyowani.
Kebayang di posisi Ari, betapa dia mungkin lebih campur aduk daripada saya. Surabaya ini ‘kampungnya’, dia juga bersedia datang karena yang mengadakan bekas SMPnya. Dia ke gereja, punya anak kecil-kecil, pasti galaunya minim sama. Tapi dia harus berdiri di panggung, mengajak arek-arek Suroboyo supaya tetap semangat dan berani menghadapi kehidupan. Sama mungkin dengan dia yang berani menghadapi berbagai peristiwa yang dulu menyulitkannya. Tapi lihat dia sekarang, berani berdiri tegak, bahkan dapat menyemangati para fansnya.
Lalu saat Ari menyanyikan lagu ini:
‘Segala yang terjadi dalam hidupku ini
Adalah sebuah misteri illahi
Perihnya cobaan hanya ujian kehidupan’,
pelan-pelan saya mencoba untuk paham. Ini satu episode. Satu episode yang sangat berat untuk dilalui. Masih ada episode-episode lain menunggu untuk kita jelajahi. Pun saat kita mengalami kesedihan yang luar biasa, waktu akan mengobatinya. Mungkin kita cuma bisa ikhlas ya…dan berusaha melewatinya…
‘kini semua bukan milikku
musim itu telah berlalu
matahari segera berganti
badai pasti berlalu
badai pasti berlalu
badai pasti berlalu’
Note: Turut berduka cita untuk semua keluarga korban, semoga Tuhan selalu berikan kekuatan. Selain berduka untuk para korban tak bersalah, saya juga berduka untuk pelaku. Mereka sampai berani melanggar batas kemanusiaan pasti ada alasannya. Pergi ke Suriah juga pasti ada alasannya. Mau dicuci otak juga ada alasannya.
Alasan untuk menutupi kelemahan mereka. Entah karena ekonomi, karena mental, karena kebencian. Intinya mereka belum damai dengan diri sendiri, dan sang dalang melihat kesempatan itu untuk memanfaatkan kelemahan mereka.
Jika ingin mencegah terorisme, mulailah peduli pada lingkungan. Mulai nanya kalau ada orang yang terpinggirkan, asosial, atau tertutup. Emang sih susah dan kayanya kok kepo sama urusan orang. Gengsi pula, kan udah sama gedenya, kok ngga ngerti-ngerti sih.
Tapi buktinya banyak orang dewasa yang membunuh. Simak cerita mangkelnya di link ini.
Mungkin dengan menarik mereka ke masyarakat, menjadi tempat untuk curhat, bibit-bibit teroris pelan-pelan bisa berkurang bahkan hilang. Mereka cuma orang-orang terpinggirkan yang merasa jadi pahlawan atas nama ‘jihad’. Saya yakin agama apapun ngga mengajarkan ‘mati rame-rame’ ini sebagai solusi.
***
IndriHapsari
halo
halo juga 😀
[…] tanggal 13 Mei 2018 saat kejadian, saya masih bisa menonton konser Ari Lasso. Nonton musik rock tapi hati lagi mellow. Sepulangnya, karena hendak ke tempat parkir di dalam mall, […]