
Dua artikel sebelumnya ditulis di ujung perjalanan di Amerika. Artikel berikutnya ditulis…hampir setahun kemudian 😂 well, you don’t know what’ s happened to me 😅 Hidupku kaya roller coaster. Being the head of department, finished my doctoral study, and now doing self quarantine because corona pandemic. The thing that makes me can continue the journal in US. Not everything become negative, huh? 😁
Dengan mengumpulkan serpihan-serpihan ingatan, menurut saya orang Amerika itu ramah, bersemangat, boros, dan family man.
Ramahnya itu asli bukan basa-basi. Mungkin karena biasa bergaul antara imigran ya, sama-sama pendatang, jadi mereka nyantei aja nyapa, trus tanyanya juga ngga maksa kaya kepo, lebih ke nunjukin perhatian sih. Ada juga yang ngga sih misal ketemu gelandangan sih mereka lebih banyak diam. Atau pas rush hour masuk ke subway ya semua sibuk sama pikirannya masing-masing. Tapi jiwa santuynya tercermin dalam kehangatannya.
Trus mereka ini semangat-semangat ya orangnya, ngga cuma dalam perbuatan, dalam perkataan juga. Kita kan sering juga pake taksi atau Uber gitu kalau bawaan banyak atau ngga ada alternatif lain. Mereka selalu cerita dan selalu ingin melibatkan kita berempat dalam percakapannya. Intonasi dan penekanannya juga naik turun ngga ngebosenin. Ngerasa seru sendiri padahal yang diceritain ya remeh temeh aja 😄
Soal boros kayanya iya deh, mungkin terbiasa menjadi negara kaya semua serba ada. Borosnya bukan berarti suka ngebuang-buang barang ya, lebih ke ngga bisa menghemat atau prihatin lah istilahnya. Sebagai orang yang lahir di negara yang ini sayang itu sayang, beli-beli itu pasti dipikirin bener. Kalau mereka nih ngga, kayanya mudah aja ngeluarin uang.
Orang Amerika juga mengutamakan keluarga. Pergi bergerombol sak keluarga, melakukan kegiatan bersama, saling memperhatikan. Makanya ngga sulit mencari fasilitas-fasilitas khusus keluarga misalnya di hotel, di toilet umum, atau restoran.
Hal lainnya kalau saya ingat2 ya, kedatangan kami kesini kan karena jualannya mereka ya. Kita konsumsi film2nya, lagunya, produknya, semua karena mereka kreatif, punya teknologi, bisa mengemasnya, pinter ngejualnya. Apa aja bisa jadi duit istilahnya.
Oya satu lagi, untuk beberapa negara bagian mereka gay tolerate. Contoh di NYC, pas kita datang itu bulan gay kayanya. Ada pawai di 5th avenue dan jalan2 bernomor lainnya. Ada pameran perjuangan gay di museum. Ada es krim khusus gay di south sea port. Tapi hal yang sama ngga kami temui di Orlando, Niagara dan Washington. Silakan disimpulkan sendiri ya 😊
IndriHapsari