Sebagai orang Surabaya, saya bisa cerita bagaimana tanggapan orang Surabaya, bagaimana situasi disini, dan apa kelanjutannya. Info yang berguna bagi mereka yang ikut mengalami sebagai kenangan buruk, mereka yang tidak mengalami, untuk para pemimpin dan mungkin calon teroris.
Saya terpaksa memulai dengan penegasan bahwa teroris itu tindakan terkutuk, dan dikutuk oleh semua agama. Terpaksa, karena ada orang dewasa yang belum paham soal ini. Tidak perlu share puluhan poin yang mengatakan mereka di lapas rajin sholat, mengaji dll. Mengaji tapi menggorok orang? Sholat tapi merencanakan pembunuhan? Itu bukan sesama manusia saja yang sedih, Tuhan juga sedihlah ciptaanNya dilukai dengan alasan membela namaNya. Aslinya hanya nafsu kebencian khas manusia yang coba disalurkan lewat jalur agama agar banyak pengikutnya.
Ngga usah share juga soal settingan, bahwa teroris keluar tepat waktu untuk mengobrak abrik kejayaan, ada kaitannya dengan pemilihan, nonton bioskop, hashtag2an, framing atau apapun yang ampuuun, receh banget untuk dibahas dibandingkan korban jiwa dan efek yang timbul. Yang nampak di depan mata dibilang hidden agenda, yang ngga nampak diceritakan berjilid-jilid dengan dalih konspirasi. Bentar-bentar jadi orang yang didzolimi. Please deh, yang didzolimi itu adalah orang-orang yang dengan terpaksa dirampas haknya, untuk tujuan pihak yang ngga cinta Indonesia.
Jangan kira hashtag bertubi-tubi teroris bukan xxx itu ampuh. Malah menunjukkan siapa yang buru-buru cuci tangan kalau ada yang kebablasan. Ibarat orang yang jual narkoba, ya pantes ada yang over dosis. Dikit-dikit memviralkan ujaran kebencian, ya ngga heran kalau ada yang terpicu untuk mewujudkannya dalam adegan pembunuhan. Manusia dewasa yang waras mestinya bisa berpikir, mana yang boleh dan mana yang tidak, sejak usia dini. Tapi yang keblinger, yang terpapar aura negatif terus menerus, jadi hilang nuraninya. Siapa? Ya teroris, ya Anda-anda yang share setang seting, dan melakukan pembelaan tapi tidak melakukan pertolongan bagi sesama.
Akibatnya?
Saya cerita ya bagaimana aksi teroris melumpuhkan Surabaya. Hashtag #suroboyowani sebaiknya jangan slogan semata, tapi ungkapkan keberanian Anda menyuarakan kebenaran, jangan takut berbeda pendapat dengan teman, keluarga, atau para tokoh yang lebih memiliki argumen daripada simpati pada korban. Pandangan, pilihan politik boleh beda. Tapi kemanusiaan di atas segala-galanya. Tidak perlu menyangkal bahwa arek Suroboyo gak wedi, toh kita akui jalanan jadi sepi sejak dua hari lalu.
Minggu tanggal 13 Mei 2018 saat kejadian, saya masih bisa menonton konser Ari Lasso. Nonton musik rock tapi hati lagi mellow. Sepulangnya, karena hendak ke tempat parkir di dalam mall, saya melewati deretan pertokoan yang sepi, tanpa pengunjung, termasuk restoran-restoran yang biasanya ramai pengunjung. Saat itu baru kami yang masuk, padahal sudah jam 6 sore. Jumlah pegawai lebih banyak daripada pengunjungnya. Kami membawa pulang makanan tersebut, saat dibuka, isinya lebih banyak dari porsi biasanya. Di mall lain, sepi juga melanda. Makanan didiskon 50% saking ngga lakunya. Padahal biasanya nyari parkir di mall ini susah banget. Mbak-mbaknya mengeluh karena sepi.
Anda bisa bayangkan kan, peristiwa Bom Bali? Wisatawan jadi takut datang, toko restoran hotel menanggung kerugian. Bagaimanapun, meski jauh dari tempat kejadian, pasti terdampak. Bisa dibayangkan kalau pengunjung berkurang, restonya dapat pendapatan dari mana, siapa yang nggaji mbaknya? Kalau investor batal datang, siapa yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan? ‘Pengorbanan’ teroris, sesuai pandangan yang mereka yakini, jadi sia-sia. Kenapa? Karena ngga ada doa yang mengantar mereka ke sorga. Yang ada dipisuhi orang sak Surabaya. Ditanya malaikat juga bakal ngah ngoh jawabnya, pas ditanya apa yang sudah kamu lakukan di dunia. MembelaKu? Kamu cuma membela egomu!
Sekolah-sekolah diliburkan, padahal sekarang sedang musim UAS. Anak-anak lebih aman di rumah, karena ada orang gila berkeliaran. Bisa bayangin jadi gurunya, jadwal UAS diundur, padahal pembagian raportnya tetap. Berarti tu ibu guru harus ngebut untuk menyelesaikan penilaian. See? Bikin susah aja!
Kalau bicara soal pemimpin, pasti bikin repot beliau-beliau yang peduli. Yang peduli kelihatan dari cepatnya menyampaikan simpati, ketulusan doanya, dan hancurnya hati. Yang ngga peduli dan lip service belaka sudah telat ngucapinnya, pakai ngeles kesana kemari bela ini itu, ngga terbersit di pikirannya bahwa ada orang mati karena diledakkan oleh orang yang dia bela mati-matian itu. Yang satu mati karena terlalu pengecut untuk mati sendirian, yang satu mati nuraninya jadi yang dia lihat hanya kepentingannya belaka.
Apresiasi yang tinggi untuk Pak Jokowi yang segera datang ke Surabaya dan meninjau lokasi kejadian di 3 gereja. Datang pas suasana mencekam, kemungkinan masih bahaya, tubuh korban ledakan masih berceceran, tapi beliau berani datang dan memberikan dukungan. Itu jauh lebih mendingan daripada mereka yang berusaha memperlambat proses pengesahan UU terorisme karena takut salah tangkap (takut salah tangkap temannya?), berlagak sebagai pejuang HAM (emang teroris punya HAM? Wong kerjanya matiin orang), kemudian karena didesak jadi menyalahkan pemerintah yang lambat merevisi. Hellooo…itu RUU sudah dua tahun ndak mbok apak-apakno trus nyalahin orang lain? Makanya guys ayo dukung pemerintah dan desak DPR supaya mengesahkan UUnya, ngga usa kakean bacot nego mengurangi masa tahanan teroris dll. Itu teroris harusnya ditembak, bukan dipelihara di lapas. Padakno feeding the monster, bahaya. Masih mending ada UU jadi ada prosedur penangkapan, ada pengadilan. Mau kaya dulu, petrus, kakean cangkem sesuke ilang? Atau kaya Duterte, langsung tembak, anggota DPR yang ngga setuju dia tangkepin atu-atu.
Pak Jokowi itu ngga ada berhenti-berhentinya kerja, ga kakean omong, masih menyempatkan datang langsung ke TKP. Saat baru kejadian saya memang tidak melihat Bu Risma yang biasanya cepat tanggap dengan masalah di Surabaya. Ternyata benar beliau baru mendarat dari Saudi, mungkin habis umroh. Ada saksi mata yang melihat Bu Risma nangis terus di pesawat, landing di Jakarta pingin cepet terbang ke Surabaya. Dari sana beliau menginstruksikan Festival Rujak Uleg dibatalkan. Iki ulang tahun Suroboyo rek! Harusnya ada agenda ngulek rujak di sepanjang Jalan Tunjungan, outdoor, dan semua masyarakat campur baur disana. It should be our happiest day…Sekarang, acara itu jadi potensial untuk melakukan kejahatan. Semua jadi takut untuk keluar.
Saat ini sungguh kuingin berkata kasar.
Kari numpang hidup nang Suroboyo kok ngrepoti tenan…
Saya yakin Bu Risma pasti ngga bisa tidur. Baru landing beliau langsung mengunjungi ketiga gereja. Sedih melihat keadaan yang hancur lebur disana. ‘Aku njaluk sepuro yo rek,’ ucapnya sendu. Diwawancara beliau ngga mampu membendung air mata. Duh Bu, bukan Ibu yang salah. Orang-orang ngga tau diri itu, yang bersuka ria tinggal disini, lalu mereka punya ide bodoh untuk meledakkan diri. Maksa orang lain ikut, lagi. Bu Risma merasa bersalah apakah beliau kurang perhatian sama warganya. Beliau ingin warganya itu ngga kebanjiran, ngga macet, senang, lah ini kok ada yang edan.
Beliau juga ke rumah pelaku, yang masih tersimpan beberapa bom aktif. Besoknya, ada video viral Bu Risma lagi di pinggir jalan sambil pegang HT, trus terduduk lemas setelah mendengar Mapolrestabes diserang. Dipapah oleh beberapa orang, Bu Risma melesat ke TKP. Karena jalan ditutup dan macet, Bu Risma turun tangan mengatur lalu lintas. Kita di Surabaya ngga ada yang heran dengan kelakuan ibu satu ini. Ini walikota yang paling sering kami temui ada di sekitar kami. Di kemacetan ada beliau. Di kebakaran beliau pegang selangnya damkar. Di penataan pasar beliau ikut turun. Pokoknya urusan susah dan mbulet pasti ada beliau. Bukan enak-enakan di balaikota sambil ngasih pernyataan – pernyataan yang blunder. Itu cocoknya buat orang yang ngga berani bertindak tapi seneng pencitraan. Ndak laku orang kaya gitu di Surabaya.
Bu Risma kemudian keliling ke gereja-gereja di Surabaya, sampai melosok-melosok loh soalnya dibonceng naik sepeda motor. Bu Risma yang menasehati satpam supaya kunci gerbang dll. Bu Risma juga keliling ke tempat duka, menyambangi dan menghibur keluarga yang bersedih. Mentalnya kuat banget sih Bu, wajahnya tetap tegar meski dipeluk dengan tangisan. Bu Risma dan Pak Jokowi ini yang menyelamatkan wajah orang-orang yang seagama dengan Beliau. Ini yang namanya ibu panutan, bukan ibu yang mau dicocok hidungnya untuk ikuti suami yang ga waras, memasangkan sabuk peledak ke pinggang anak-anaknya. Bukan ibu yang mendidik anak-anaknya dengan video jihad, dan mengajarkan bahwa membunuh mereka yang tidak sama itu tidak apa-apa. Mendingan sampeyan jomblo saja bu, daripada bawa anak-anak ke neraka. Sampeyan mesti berterima kasih ke Bu Risma, wujud wanita seutuhnya. Berani karena benar, mau bertindak ngga hanya slogan.
Selain pemimpin, apresiasi juga perlu diberikan pada bapak-bapak polisi yang jadi korban tapi harus terus mengamankan. Mereka selalu jadi incaran para pengecut ini. Ngga seneng polisi tapi ngga berani menghadapi. Maunya menang dengan cara yang licik. Eh ya ngga menang juga sih wong mati. Saking berterima kasihnya sampai ada yang niat ah lain kali naik motor pake helm biar ngga ngerepotin polisi 😅Ah itu mah demi kepala lu aja tong 😂 Polisi tetap profesional, gerak cepat menggebrek rumah pelaku, dan semoga next pelaku. Bahkan saat ada satu keluarga berangkat piknik ke neraka karena meledakkan diri di Mapolrestabes Surabaya dan melukai 6 polisi, anak pelaku ada yang tidak ikut meledak. Awalnya seolah tindakan pahlawan si ibu karena tidak memakaikan sabuk peledak ke anaknya. Padahal bisa aja ya keabisan peledak atau memang dianggapnya ah paling ntar ikutan mati juga. Ternyata Tuhan berkehendak lain. Si anak selamat, terutama karena ada seorang polisi yang tergopoh membawa dia ke rumah sakit. Diselamatkan oleh orang yang akan dibunuh. Apa ngga nyesek tuh si ibu di alam baka.
Pengikutsertaan anak-anak ini dalam aksi teroris murni kebiadaban orang tua. Anak ngga ngerti apa-apa, masih panjang masa depannya, mungkin ngga suram kaya orang tua mereka, malah diajak yang ngga bener. Belum anak-anak yang ditinggal yatim karena ortunya egois meledakkan diri, ngga mikir hidup anaknya ntar gimana. Belum dicap sebagai anak teroris. Mending ngga usah punya keluarga, hidup sendiri aja. Ah tapi jadi orang tuanya ya paling menyesal telah melahirkan para teroris ini. Sudah ngga guna, bikin orang lain susah lagi.
Terkait hal itu, sudah dibuktikan kok dengan ngga adanya jenasah pelaku yang diambil oleh keluarga. Ya iyalah, pertama malu. Kedua ntar dikaitkan dengan tindakan biadab anaknya. Itu bisa dibayangkan pasti jadi gunjingan tetangga, persis kaya digunjingkan jadi keluarga PKI. Orang tua bukannya hidup tenang, diseneng-senengin, eh malah mesti menghadapi berbagai cibiran. Ini juga lagi lempar-lemparan nih, karena daerah asal pelaku pada ngga mau nguburin di wilayah mereka. Nah trus mau dikemanain jiwanya, kalau ditolak di dunia dan ditolak di surga. Ngga usah ngimpi dapet 40-harian, ngga bakal nyampe dah.
Efek lainnya adalah soal stereotype. Dulu bisa dengan mudah nuding cina begini begitu, hanya karena penampilan mereka yang ngga sama dan stereotype negatif tentang mereka. Jadi merasa berhak mendiskriminasi. Sekarang giliran yang berpenampilan tertutup dicurigai, ya itulah efek dari teroris yang ngga tau diri. Jadi rusak citra semuanya. Mau ngga berpakain serupa mereka juga ngga bisa, emang selama ini orang cina bisa mengubah mata dan kulit? Ya ngga bisa juga kan, jadi hadapi saja. Jangan merasa sombong karena pakaian, sehingga memandang rendah yang lain. Kalau ada yang dipersulit sama polisi karena penampilan, ya jangan salahin polisinya dong. Bukan pula pakaiannya karena itu the way of life. Salahin terorisnya yang membuat suasana jadi serba curiga begini. Polisi menjaga keamanan, dan sudah kewajibannya memeriksa semua yang terlihat mencurigakan. Sama seperti saya yang ditanya ‘ibu lagi hamil?’ tiap naik pesawat 😅 Ngeselin, tapi gimana lagi. Masa saya mesti ngambek koar-koar di medsos atau batal berangkat? Ya terima aja kalau kita beda, tunjukkan sikap yang baik biar orang lama-lama lupa dengan perbedaan kita.
Yang paling menderita tentu keluarga korban. Saya ngga bisa cerita saking sedihnya, begitu banyak kisah yang beredar karena kebetulan korban anak-anak dari lingkungan yang sama. Bayangkan perihnya anak ngga tau apa-apa direnggut kehidupannya. So sad. Tangisan keluarga korban atas kehilangan yang tragis. Yang selamat harus diamputasi, luka bakar di sekujur tubuh, rusak gendang telinganya, kehilangan jari-jarinya…Termangu mempertanyakan, apa rencanaMu, Tuhaaan? 😭
Pemerintah Kota Surabaya sigap memanggil perwakilan masyarakat di Surabaya untuk mengantisipasi kejadian buruk ini. Ada panduan yang harus diikuti, terutama terkait keamanan lingkungan. Keluarga pengebom tersebut hidup di tengah masyarakat dan bergaul biasa. Kok ngga ketauan bakal nganeh-anehi berarti harus diperketat pengawasannya. Berbagai pesan dan dukungan muncul karena perhatian dunia sontak ke Surabaya. Pemkot juga sudah membentuk Trauma Center untuk korban agar dapat dikurangi rasa traumanya. Surabaya akan bangkit, ini kota yang berani, seperti ibu-ibu yang nonton baku tembak Densus 88 dengan terduga teroris di Manukan, sambil gendong bayi 😅
Untuk masyarakat Surabaya sendiri sejak hari Senin 14 Mei 2018 tetap beraktivitas seperti biasa. Suasananya tetap sedih karena kami sama-sama patah hati disakiti begini. Pengawasan lebih ketat di kantor-kantor, terutama yang biasanya berpikiran radikal. Empat dosen PTN dipecat dari jabatan strukturalnya karena mendukung organisasi terlarang. Pelaporan akan dilakukan bagi mereka yang terus menerus sakaw jualan narkoba.
Buat yang suka bakar-bakar, kapokmu kapan. Apa yang kamu ketikkan, sebarkan, dipoles jadi lebih drama selain melukai banyak orang, memfitnah orang yang benar-benar kerja, juga dijadikan alasan untuk membunuh. Kamu ikut andil loh itu. Buat teroris dan calonnya, kalo pembunuh ya pembunuh aja, ngga usah sok-sokan ngebela Tuhan. Itu kan dodolanmu, jualanmu, biar banyak yang percaya dan mendukung. Ayo yang mendukung, mulai gunakan akal dan budimu. Akal buat mikir ini bener apa ngga, budi untuk merasa ini baik apa ngga.
Mosok rugi rek ngeke’i ngonoan nang kon. Iku sing mbedakno menungso karo kewan, ngerti ora son?!
***
IndriHapsari
iya ibarat kata orang tua, jangan menilai orang dari luarnya saja.
bayangan mereka (teroris) gimana ya, gak habis pikir ;'(.
Org yg penting itu dalemnya. Tuh semua teroris dikenal santun semua, ternyata bobrok moralnya.
[…] Tapi buktinya banyak orang dewasa yang membunuh. Simak cerita mangkelnya di link ini. […]
[…] melalui Surabaya, After The Terrorist Attack — indri hapsari […]