Dasarnya kurang update, baru tau pas iseng browsing nunggu boarding, Taiwan tuh ada di antara Hong Kong dan Jepang. Trus beda dengan Hong Kong yang ‘nempel’ ke China daratan, Taiwan berdiri sendiri dengan satu pulau besarnya. Penerbangan kali ini menggunakan Air Asia, yang setelah dibandingin dengan Jet Star lebih murah. Beda dengan waktu ke Hong Kong tempo hari, naik Jet Star karena lebih murah.
Taiwan disebut juga dengan Republic of China atau ROC, sedangkan China sendiri namanya People Republic of China atau PRC. Namanya mirip-mirip, dan China menganggap Taiwan bagian dari negaranya. Sedangkan Taiwan merasa dia tuh negara sendiri, makanya punya bendera dan presiden sendiri. Pusing, pusing dah 😀
Kepingin ke Taiwan karena ada beberapa theme park yang diiklankan teman yang pernah kuliah di sana. Trus ternyata banyak juga museum yang bisa dikunjungi. Kalau mau liburan mendidik, murah bahkan gratis, menarik… museumlah tempatnya. Nih saya sampai pernah menuliskan gimana supaya anak-anak tertarik ke museum. Selain itu Taiwan terkenal maju, tranportasi publiknya jalan dengan baik, dan lebih beradab. Harapannya sih semoga ngga nemu toilet yang belum disiram, seperti cerita yang terdengar dari negara induknya. La dari pengalaman, yang katanya dari negara beradab, ada aja yang lupa nyiram toiletnya di tempat umum. Karena itu saran dari buku-buku traveling untuk nyobain kongkow di cafe toilet ngga saya lakukan. Kan eike jadi geli 😛
Jalan di Kanan
Pertama masuk Taiwan dari kota Kaohsiung, di selatan Taiwan. Turun dari stasiun (iya, saya dari Surabaya naik kereta :D) baru nyadar kenapa sopir taksi setirnya di kiri ya…rupanya di sini jalannya di sisi kanan. Dan itu semua berlaku ngga hanya di kendaraan, tapi di cara jalan. Pas di eskalator, kalau ngga mau jalan cepat stay aja di sisi kanan. Kalau ngga mau ketubruk pas jalan di trotoar jalan aja di sisi kanan.
Bahasa Inggris? No!
Taiwan tuh biar katanya negara maju, hampir semua orang cuma bisa bahasa Hokkian. Trus tulisannya ya pakai karakter huruf China yang bikin mata dan otak keriting. Soal bahasa lisan, saya udah nyerah pakai bahasa Inggris. Minta ke pelayan restoran yang keren, disini setingkat Duck King deh, mau minta sugar aja jadi water. Jadi untuk hal-hal sederhana pun mereka ndak nyandak (tidak paham). Jadilah bahasa tarzan digunakan, sesekali tulis di kalkulator, atau tunjukkan peta digital kalau tanya arah. Tapi pantes aja sih dia keukeuh pakai bahasa China, wong yang kesini turisnya nomor satu dari China daratan, nomor dua Jepang.
Tulisan agak susah karena bacanya aja ngga bisa, boro-boro ngomongnya. Kalau di night market gitu, terpaksa saya cari stand yang ada fotonya. Kalau barangnya cuma satu sih ngga masalah. Yang susah kalau dia punya sederet menu, tapi ngga ada gambarnya. Kan ngga lucu dong misal ditanya mau beli apa kita nul putul ngga tau mau pesen apa. Pernah nih makan di depot, dikasih menu berfoto sama form buat pemesanan. Masalah selesai? Ternyata ngga…perlu setengah jam untuk memutuskan ini harus dibahasakan tarzan ke mbaknya 😀 Masa nyocokin huruf di menu sama form aja lamanya setengah mati. Resto yang lebih pintar mencantumkan angka di fotonya supaya turis non China ini bisa tau nyentang yang mana di formnya.
Trus diajarin anak saya fiturnya Google Translate. Jadi ceritanya tinggal foto aja deh tulisan keriting itu, ntar dipindai sama Google, dan dia bisa nerjemahin ke bahasa apa saja. Masih kacau sih grammarnya, tapi sudah bisa ditebak maksudnya apa. I did it many times biar ngga mati gaya 🙂
Oya mengenai bahasa ini, hampir aja kami kejebak dalam taifun gara-gara ora ngerti bahasane. Jadi ceritanya saban malam kan nonton tivi tuh…tapi Taiwan licikan nih. Sudah disubtitle pakai tulisan China, masih didubbing pula ! Ngga heran kami cuma ngeliatin gambar, sambil dengerin ocehan penyiarnya tapi ngga ngerti apa-apa.
Nah waktu itu ada gambar lingkaran merah yang melintasi Taiwan, berulang-ulang, tapi kami nyante aja. Baru nyadar pas ada teman di sosmed yang ngasih link berita di focustaiwan.tw bahwa Taiwan akan dilewati Super Typhoon Nepartak besok! Duileee…di antara 365 hari lainnya kenapa sih dia milih pas kami lagi ada disana?? (memangnya taifunnya bisa milih? 😀 ) Alhasil kami ubah sedikit jadwalnya biar bisa nyampe hotel lebih sore. Lalu karena badai menerpa padahal kami turis ogah rugi sudah di Taiwan kok ngga bisa jalan-jalan, maka destinasi wisata diubah menjadi yang satu kompleks dengan stasiun apa aja, biar bisa tetap berada di dalam ruangan daripada ketemu taifun di luar.
Berita heboh lainnya adalah peledakan kereta di Shongsan. Liat tv sih ada pensterilan kereta, tapi ngga tau ada apa. Barulah setelah itu seorang teman ngasih saya link dari cnn asia soal bom ini. Besoknya stasiun dijaga ketat. Ternyata ada gunanya ya pamer ke medsos kita lagi dimana. Biar teman-teman yang berkepentingan bisa tau dan siapa tau mau berbaik hati ngasih advice 🙂
Food is Goood! 🙂
Makanan di Taiwan ini rasanya pas sama lidah Indonesia, mungkin Surabaya ya yang cenderung suka asin. Sepertinya chinese food di Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang sama dengan orang Taiwan. Ditambah lagi nampaknya orang Taiwan ngga suka masak, aneka ragam jajanan yang menggugah selera siap untuk dicoba, dengan harga selevel dengan Surabaya. Jakarta aja kalah murah.
Makanan? Yes! Gendut? No!
Mengingat orang Taiwan suka njajan dan makan, yang gendut-gendut dan buncit malah jarang. Di bandara aja kalau liat orang buncit saya sudah mbatin, ini pasti orang Indo nih (dan ternyata benar :D). Jadi, suka makannya sama, trus apa dong yang bikin mereka lebih slim, dan tentu lebih sehat?
Pertama soal makanan, mereka sukanya sama hasil laut. Taipei dan Kaohsiung dua kota yang saya kunjungi letaknya di pinggir pulau, jadi hasil laut banyak dan segar. Main bumbunya berani jadi tetap enak, lalu meskipun di menu kelihatannya daging-dagingan, tapi mereka usahakan beli seporsi sayur untuk dimakan bersama. Buah-buah sudah dipotongi tinggal lep.
Makannya pakai sumpit, mungkin ini juga yang membuat mereka cenderung makan sedikit tapi lambung jadi ngga kerja keras terus menerus. Nasinya model lengket kaya ketan, itu bikin perut kenyang berjam-jam. Untuk minuman, mereka sukanya air putih atau teh tawar. Makanya pas kita bolak balik minta sugar pas pesan chinese tea, mereka ngasih dengan muka heran. Dasar wong Indo senengnya manis, kalau nyoba kopi 3 in 1 mereka, biskuit, nougat atau kue kering mereka, berasa kurang manis aja bawaannya. Less sugar means less potensi kena diabet dan kegemukan.
Kalau daging kebanyakan yang dijual babi, sedang sapi impor, mungkin karena ngga ada lahannya. Nah babi kan berlemak tuh, tapi mereka makan tiap hari juga ga bikin gemuk karena lemak yang dikonsumsi secukupnya, sedangkan lemak penting untuk kesegaran kulit. Pantes orang sana kulitnya kenceng-kenceng meski sudah berusia lanjut.Penyebab lain kenapa mereka langsing adalah karena bergerak. Disana banyak banget jenis makanan yang bisa disantap sambil jalan.
Terutama di Taipei tuh, karena kota sibuk, orang-orang kadang ngga sempat sarapan dan hanya punya kesempatan makan pas jalan. Itu energi yang masuk langsung jadi energi keluar gara-gara jalan atau mengayuh sepeda. Publik transportasi yang bagus dan tepat waktu membuat banyak orang rela berjalan kaki ke halte atau stasiun untuk menunggu bus atau MRT. MRT yang kebanyakan letaknya di bawah tanah itu membutuhkan tenaga ekstra untuk naik dan turun kalau cuma disediakan tangga manual. Hal lain di stasiun sering banget saya ketemu anak-anak usia sekolah bawa peralatan olahraga atau pakai baju dan sepatu sporty. Sepertinya mereka baru latihan atau bertanding olahraga dengan teman-temannya.
Bukan hanya itu, di museum yang pelatarannya besar seperti Sun Yat Sen Memorial Hall, alih-alih membuatnya jadi tempat suci dan keramat, pengelola malah membiarkan bagian luar bangunan untuk kelompok-kelompok remaja yang latihan ngedance. Kayanya speakernya juga disediakan, karena di sepanjang sisi ada speaker kecil hitam, yang tinggal dicolokin aja di HP untuk muter lagu.
Yang gede-gede gimana? Di Sun Yat Sen juga saya menemui sekelompok lansia yang sedang latihan tari kipas. Atau pernah juga ikutan turun dengan serombongan orang tua di Shousan, Kaohsiung. Kirain itu sudah entrancenya Shousan Zoo, ternyata itu point pertama mereka untuk trekking naik gunung. Bayangin, trekking! Seumur-umur saya ngga pernah lihat banyak orang tua sesemangat mereka untuk jalan. Bawa gembolan (ransel kecil) di belakang, bawa tongkat, siap untuk menaiki jalan yang menanjak. Sementara yang muda ini malah nyariin e-bike di pintu masuk zoo (sigh!). Pas shortcut ke Taipei Botanical Zoo juga saya melihat sekelompok orang tua yang lagi senam kesegaran lansia, yang gerakannya lambat itu loh. Tapi salut lo buat para oma opa yang masih gigih mempertahankan dan mengusahakan kesehatannya, karena meski punya uang juga buat apa kalau dipakai ke RS terus.
Mau yang lebih ekstrim? Ada sekelompok opa-opa yang jogging ngelilingin taman secara berkelompok. Itu satu kali aja saya sudah ngos-ngosan dan kapok, ini mereka berkali-kali dan bisa loh lari sambil ngobrol 😀 Badannya sendiri kecil-kecil gitu, perut rata, dan kayanya dagingnya dikit 🙂
Suka teknologi
Baru nyobain toilet pertama di bandara Kaohsiung, anak saya cerita dengan heran tentang toilet yang tinggal ‘ditutupin tangan langsung keluar airnya’. Oalah, flushnya pakai sensor toh. Jadi lupa deh kalau di Taiwan ini semua toilet ngga ada jet spraynya kaya di Indo 😀 Ngisi air minum juga dispensernya model digital, mau yang dingin hangat atau panas tinggal pencet aja dan disediakan gratis. Saya lihat di bandara, museum dan hotel menyediakannya.
Sistem transportasi disini juga mengandalkan teknologi. Kalau MRT mungkin sudah pada tahu semua ya, karcisnya berupa koin yang tinggal ditap pas masuk, dan dimasukkan ke gerbangnya pas keluar. Jadwal MRT tepat, bisa dilihat di layar TV berapa menit lagi sampai. Kalau mau sampai ada musiknya dan lampu merah di pembatas platform berkedip-kedip. Di dalam ada running text dan suara stasiun yang sedang dikunjungi, stasiun berikutnya dan stasiun terakhir. Semua suara dan tulisan dalam bahasa Inggris dan China.
Untuk bus mereka sudah lengkapi dengan Geographic Information System (GIS) jadi bisa tahu busnya sudah sampai mana. Infonya bisa dilihat di webnya bus route masing-masing kota, selain terlihat di peta tu bus lagi dimana, kita juga bisa baca tabel rute bus lengkap sama keterangan berapa lama lagi bakal datang ke halte kita. Busnya bayar aja langsung ke sopirnya, siapkan uang pas daripada diomelin karena dia ngga mau ribet ngitungin. Langsung cemplung aja ke kotaknya. Kalau pakai Day Pass lebih praktis, tinggal tap dan saldo kita berkurang.
Di dalam bus sendiri ada running text halte berikutnya apa, dalam bahasa China dan Inggris. Di halte sudah ada keterangan bus apa aja yang bakal berhenti disana. Yang di Taipei malah dilengkapi running text berisi keterangan berapa menit lagi dia datang. Bandingin dengan Indo yang busnya datang ngga jelas, kondisi bus yang memperihatinkan, rawan kejahatan dan kalau mau berhenti mesti ngetokin koin dulu. Perlu waktu lama untuk bisa berubah, yah dimulai dengan Trans Jakarta dulu deh 🙂
Suka Sejarah
Buat anak saya Taiwan itu menyenangkan, karena disini banyak bangunan tua yang masih bagus dan terpelihara, museum yang asyik-asyik dan memorial hall. Bangunan lama dialihfungsikan jadi kantor pemerintah atau bank pemerintah. Kondisi bangunan terawat, ngga bau apek apalagi terkesan singit (ada mahluk dunia lain yang ingin eksis). Banyaknya museum juga menandakan Taiwan menghargai sejarahnya, bukannya gagal move on loh ya. Penting untuk tahu sejarah biar tahu asal usulnya, kesalahan apa yang pernah dibuat di masa lampau yang sebaiknya ngga diulang di masa sekarang, dan berpikir maju apa sih yang bisa dihasilkan lagi biar ngga begini-begini aja persis seperti pajangan di museum.
Barang displaynya sebenarnya sama saja dengan yang Indonesia, jenis maupun nilai koleksinya. Tapi mereka diperlakukan dengan hormat, banyak yang ngga boleh disentuh bahkan difoto! Ngebayangin pas mengunjungi Museum Trowulan di Mojokerto, pengunjung bebas menyentuh arca dan prasasti berharga. Sampai khawatir itu kalau tangannya kotor atau terlalu keras mengusapnya bisa hilang tuh tulisan atau ukiran di atasnya.
Hujan di Taiwan
Mendengar topan Nepartak yang akan datang dan kerusakannya dikategorikan level 5, serem dong bacanya. Meski Taipei ngga dilewatin, tapi lingkaran dampaknya kena ke seluruh Taiwan. Rajin ngikutin prakiraan cuaca di TV (meski ngga ngerti) diperkirakan Taipei akan kena hujan deras.
Mumpung belum, sehari sebelumnya saya sudah ubah itinerary, yang perlu jalan kaki dan melibatkan open space dilakukan H-1 Nepartak datang. Pas hari H-nya jalan-jalan di MRT aja, mall cari yang di atasnya langsung. Selama ini kan kami jalan terus, mungkin sekarang saatnya shopping. Karena di Taipei ini susah nyari toko oleh-oleh yang terjangkau kantong, saya memilih Carrefour karena pasti ada produk khas Taiwan di sana.
MRT sendiri tetap beroperasi, meski dalam frekwensi yang jarang. Stasiun sepi karena sekolah dan kantor diliburkan. Bus tidak beroperasi, jadi andalannya ya kereta aja. Habis kecele dari National Taiwan Museum yang ternyata tutup, kami menuju Taipei City Mall yang berada di atas Taipei Main Station. Itu masih aman karena tinggal naik eskalator. Tapi sudah begitu tetap aja ngga selamat, karena semua outlet baru buka jam 12 dan 14, dan kami sudah siap explore sejak jam 10. Mati gaya di Mall, jadi inget ada pasar tradisional dan food court Xihu, letaknya tepat di atas stasiun Xihu. Pasar tradisionalnya bersih dan sepi. Di atasnya ada foodcourt dengan harga terjangkau dan porsinya gede.
Lo, cerita ujannya mana?
Sambung dulu ya..pas di Xihu itu, sudah bingung lagi nih kita mau kemana ya. Cuaca sudah gelap begini dari pagi, dan mulai turun gerimis. Masalahnya, kita ngga bawa payung dan jas ujan. Kalau di Indo hujan segini sih terabas aja, paling masuk angin. Tapi kalau lagi di negeri orang, jatuh sakit itu ngga banget. Jadi kita ekstra hati-hati untuk menghindari tetesan air (duileee..ini belum hujan bom loh :P).
Akhirnya diputuskan untuk ke Carrefour dekat Miramar, itu loh mall yang ada ferrish wheelnya. Bianglala pasti ngga beroperasi soalnya anginnya kencang. Turun di Jiannan road, kami lari di perempatan untuk mencapai mall. Shortcut aja sih, untuk masuk ke Carrefour di gedung belakang, lantai ketiga. Sudah, disitu sampai puas belanja dan kongkow. Sambil liatin hujan yang makin deras tapi masuk medium kalau di Indo
Ujannya ngga terus-terusan yah, mungkin karena angin. Pas agak reda itu kita lari lagi ke mall, trus lari lagi ke stasiun :D. Pulang ke daerah Ximending, tetep rame nih pedestrian area even jalannya basah. Hujan sudah reda, dan kayanya semua orang Taiwan keluar merayakan lewatnya Nepartak. Oya gara-gara topan ini, beberapa penerbangan dibatalkan. Kalau di Taipei yang utara dampaknya cuma hujan, di Taitung timur Taiwan mobil-mobil pada kebalik, bangunan ada yg rusak, tiga meninggal dan ada yang luka.
Tapi ini lumayan bangeet..karena persiapan yang pemerintah lakukan. Presidennya bolak balik muncul di TV dengan wajah serius, meninjau langsung juga ke lokasi. Tentara disiapkan untuk menghadapi banjir dan bencana. Turis diungsikan dari dua pulau wisata. Sama yang tadi, semua kegiatan dihentikan, keep safe at home.
Kesimpulannya, di negara maju itu orangnya ngga kagetan. Nunggu korban baru menganggap serius bencana. Teknologi juga berkembang untuk memantau datangnya bencana, sekaligus menyebarkannya pada penduduk.
No Bad Politicus on Taiwan TV
Dari berhari-hari nontonin TV Taiwan, ngga pernah sekalipun liat acara talk show macam di sini, yang ada nara sumber ngomong macem-macem dan ditanggapi nara sumber lainnya. Bagus lah, mengurangi banyak omongan ngga penting, banyak kepentingan pribadi atau banyak teori sedikit kerja.
Yang terlihat di TV, ada kejadian, trus pejabat meninjau, ngasih koferensi pers, trus orang-orang mulai kerja. Let’s say itu pencitraan. Pertama, untuk blusukan itu juga butuh usaha loh, bukannya lebih enak kongkow di rumah? Aman, ngga kena pertanyaan dari wartawan yang aneh-aneh, selamet lagi mukanya ngga masuk TV sebagai pejabat yang bertanggungjawab. Kedua, kita lihat hasilnya. Pas ada peledakan kereta itu di berita jam 11 malam, sudah ada pejabatnya yang nongol di TV meninjau lokasi platform yang masih berdarah-darah. Jadi pejabatnya termasuk yang pertama tau dan pertama datang. Ke 23 orang (kemudian jadi 25) langsung dilarikan ke RS, ambulance dan PMK sudah ready di lapangan. Besoknya semua stasiun dijaga polisi, masyarakatnya sendiri tenang aja ngga jadi nuduh-nuduh sebelahnya, karena mereka percaya pemerintahnya bekerja. Dua hari kemudian, sudah muncul tersangka dan ditangkap pula. Nah lo, yang penting bukan kata-kata, tapi gimana cara dia mengkoordinasi dengan bawahannya.
Banyak Perempuan Pekerja
Di atas saya sudah cerita kalau presidennya perempuan. Tipenya emang gila kerja, bicara seperlunya lebih banyak geraknya. Dandan juga seadanya, paling bedak sama lipstik. Pakai baju kemeja putih, lupakan blazer dan high heels. Malah muncul dengan rompi dan helm oranye. Ngga pernah lihat dia tersenyum, selalu serius.
Yang pasti perempuan disini sudah membuktikan adanya emansipasi tanpa harus menuntutnya. Emansipasi itu bukan manja harus dikasih duduk di kereta, dibukain pintu atau boleh pulang duluan. Emansipasi disini adalah wanita bisa bekerja apapun karena kemampuannya dianggap sama. Nahkoda kapal di Love River di Kaohsiung adalah wanita, yang pria malah jadi guidenya. Kalau supir bus..nah baru tau di Taipei. Yang nyetir kapal dan bus wajahnya ya kaya bintang Korea gitu, minus centilnya. Trus ada juga yang jadi petugas kereta api, tugasnya nyempritin penumpang supaya segera masuk ke kereta.
Sepertinya pria-pria disini juga berpikiran maju ya, menganggap wanita bekerja bukan ancaman bagi penghidupan atau keluarganya 🙂
Banyak anak kecil
Selama perjalanan, sering banget liat anak kecil digandeng sama ortunya. Kalau ngga satu ya dua anak, ngga pernah liat yang lebih dari itu pada penduduk Taiwan. Kalau dilihat dari fasilitas untuk anak-anak, sepertinya masa ini adalah keemasan Taiwan dikaruniai banyak bayi-bayi post milenium.
Fasilitasnya apa saja?
Yang pertama tiket lebih murah, ada yang berbeda ratusan dollar, ada yang separuhnya. Untuk anak-anak batita bahkan gratis. Fasilitas di theme park juga banyak untuk nak-anak, mereka dibatasi di berat dan tinggi badan supaya aman. Kedua fasilitas disesuaikan, misal ketinggian kursi taman, ketinggian wastafel, pedestrian area yang ramah stroller, demikian juga dengan area yang membutuhkan space luas seperti kebun binatang, anak-anak yang masih pakai stroller pasti senang. Ketiga banyak barang yang ditujukan untuk mereka ya. Misal aja biskuit yang lucu, baju, tas..banyak deh. Anak saya sampe seneng tiap liat anak kecil Taiwan, soalnya mereka sudah modis dari sononya 🙂
Tidak semua orang Taiwan baik, tapi kebanyakan baik
Hanya 10% yang saya temui masuk kategori jahat. Di antaranya supir bus yang melipatgandakan karcis dan ngambil struknya lagi biar ngga ada bukti. Lain kali kalau bayar uang pas aja, atau ngotot tunjukin perkiraan harga di Google Map. Yang kedua resepsionis hotel yang kaku, dikit senyum dan ngga ramah. Memang maunya dia.kerja efisien dan dipercaya, jadi model hahahehe kaya orang Indo tuh dijauhkan dari kehidupan mereka 😀
Bahasa jadi kendala, karena begitu kita bilang cuma bisa speak English, langsung tampangnya berubah keruh, pake acara mendecak sebal, tapi ya tetap aja nerangin 😀 Yang lain ada yang berusaha ngedengerin meski trus nyengir-nyengir sambil geleng-geleng, atau tirulah oma yang membagi tempat duduknya dengan saya di bus. Ngotooot aja ngajak ngomong meski saya sudah bilang cuma bisa Inggris. Kalau ngomong aja ngga masalah, la dia ini nanya dan menanti jawabannya (horror!).
Pertanyaannya aja ngga ngerti, gimana mau jawabnya? Tapi biar Oma seneng, saya jawab aja, meski ngga tau pertanyaannya apa 😀
Tapi yang baik banyaaak. Staff hotel di Kaohsiung ramah dan ngga judes ke tamu hotel. Penjaga museum di Sun Yat Sen nganterin kita ke patung SYS berada, trus menyesalkan kenapa kita datang telat, kan tadi ada momen pergantian penjaga. Pas kita ngelilingin vending machine minuman (sahabat paling akrab di situasi yang panas :D) dia ngedatengin kita bawa majalah tentang Taiwan. Ada petugas stasiun yang lari-lari ngurusin koin kita karena ngga bisa ditap, padahal itu karena kita kurang bayar 😀 Penjual di night market juga rata-rata ramah.
Tapi soal keramahan emang bangsa Indonesia juaranya. Pas pulang naik Air Asia Indonesia dari Kuala Lumpur Surabaya, disambut sama mas-mas dan mbak pramugari. Senyumnya itu loh, tulus. Trus orangnya ramah-ramah, ngga cuma merintah-merintah atau nawarin barang, tapi sudah masuk area membujuk yang menyenangkan. Maksudnya ngga maksa. Karena kita bareng dengan banyak TKI, mereka suka bingung dengan form yng harus diisi. Salah satunya memberanikan diri nanya ke mbaknya, eh si mbak itu langsung jongkok loh di sampingnya ibu TKI itu dan dengan ramah menjawab pertanyaan tentang imigrasi. Pas si ibu akhirnya memutuskan beli nasi lemak karena baunya yang lezat, mbaknya minta maaf karena sudah habis. Setelah itu dia nawarin mie cup yang di darat rasanya begitulah 😀 Tapi karena nawarinnya ramah dan dipromosikan enak, akhirnya pindahlah uang 20 ribu ke kas AA. See? Being friendly is important in service 🙂
Carrefour Taiwan
Kenapa kok perlu dibahas? Karena beda aja sama yang di Indo. Pas pertama masuk abis ujan-ujanan tuh, kita diarahkan untuk…minum teh dulu 😀 Tehnya tawar dan hangat, sampai ada ibu-ibu yang ngisi botol minumnya dengan teh gratisan ini.
Masuk langsung disambut dengan deretan snack made in taiwan. Barang-barang disini emang ngga dari negara induk, sepertinya industri dalam negeri memang dihidupkan supaya mandiri.
Berikutnya biasa dah, tatanannya seperti Carrefour di Indo. Tokonya ngga gede, tapi terdiri dari dua lantai. Jualan bajunya cuma sedikit, tapi kualitas bahannya bagus. Pojok mainan dan buku paling rame, karena disediakan kursi empuk bagi yang mau baca. Deretan mie instan menempati yang rak yang menempel di dinding, dan ada Indomie goreng! Terbersit rasa bangga, ada produk Indo yang ditempatkan di rak sepandangan mata, posisi paling strategis di planogram 🙂 Dikemas per 5 biji, harganya kalau dikurskan 20 ribu rupiah. Oya ada lagi produk Indo yang masuk Taiwan, Oreo! Awalnya beli satu kotak Oreo, rencananya mau nyoba rasanya beda ngga. Ladalah yang beda kotaknya doang, dalamnya mah sama bungkus Oreo yang dari aluminium foil itu. Pas dicek pabriknya ternyata sama aja dengan bekal kita dari Indonesia 😀
Turun melalui eskalator untuk trolley, di antara eskalator turun dan naik ada deretan produk yang bisa dimasukkan trolley untuk dibeli. Lantai dua sama, snack dan minuman kemasan. Bagian freshnya dikit banget, sesuai dengan karakter mereka yang ogah masak. Plastik disini juga berbayar 1 dollar taiwan atau 400 rupiah. Saya perhatikan pengunjung lain sudah bawa tas lipat sendiri.
Selesai belanja, eh disuruh minum lagi 😀 Kalau mau minum teh tawar gratis. Bedanya disini disediakan pengaduk, garpu, sendok dan tisu. Lalu ada dispenser air panas, microwave, mesin kopi dan wastafel buat cuci-cuci. Ada meja dan kursi buat bongkar belanjaan dan duduk-duduk nunggu yang lain selesai belanja.
Disini hypermarket ngga banyak, jumlah Carrefour di Taipei sama dengan di Surabaya, itupun disini masih ngelawan Giant, Hypermart dan Lotte Mart. Kalau mau menang melawan persaingan, mesti menciptakan keunikan macam Carrefour Taipei ini, biar pembeli bisa datang dan datang lagi.
Orang tua dan disabled people diberdayakan
Museum selain berisi barang-barang antik, petugas yang kami temui di lapangan juga lansia. Tugas mereka menunggui ruangan, sambil duduk tentu, lalu menekan alat penghitung pengunjung. Karena pasti berbahasa China, yang kami lakukan hanya senyum saja. Dari sekian banyak petugas lansia yang kami temui, hanya satu yang berbahasa Inggris dengan sangat bagus.
Night market, bandara, stasiun, hotel semua berisi orang muda. Kalau Singapura mempekerjakan mereka sebagai petugas kebersihan, di Taiwan ini saya cuma ketemu satu kali yang punya profesi sama. Oya pekerjaan lain adalah menjadi petugas kebun binatang. Job descnya bukan bersih-bersih lo yah, tapi menyapa dan mengarahkan pengunjung.
Mengenai disabled people, mereka sepertinya mendapat bantuan kursi roda elektrik dari pemerintah, soalnya semua kok sama. Mereka ada di keramaian, jualan lotre atau bubble gum. Minta-minta haram hukumnya, tapi menjual kupon judi diperbolehkan. Ah ngga banyak komplain deh, ntar ngga ngebolehin juga emangnya saya mau ngebiayain hidupnya? Yang pasti mereka didorong untuk mandiri.
Itu dulu cerita serba serbi Taiwan yang ternyata panjang juga ya. Untuk artikel detail destinasinya sedang dipersiapkan (kalau ngga males :D)
***
IndriHapsari
Aku juga waktu ke Taiwan jatuh cinta sama makanannya. Enak2 dan harga terjangkau. Pasar malamnya juga seru buat dieksplor dan baju2 super sampai sepatu murah2. Cuman ya itu ngomongnya kok susah bgt tapi masih lebih susah di Cina menurutku.
Yang pasar malam ntar mbak sy bahas khusus, ngumpulin tenaga dulu soalnya pulang cucian seabrek 😛 Sy ngga terlalu belanja sih, cuma liat2 di Ximending. Wah iya, mainland lebih susah ya? Sementara sy skip kesana gara2 urusan toilet 😀