Begitu ada rencana ke Blitar (Baca: Wisata Blitar) langkah pertama adalah menemukan hotel yang tepat. Daaan…itu ngga mudah. Andalan saya Agoda, dan syaratnya selain terjangkau kantong, ratingnya juga mesti bagus. Saya juga suka kepo bacain reviewnya yang sudah pernah nginep sana, karena terkadang tersembunyi informasi penting. Ternyata, hotel pilihan saya ini …
What? Kamar model garasi? Ada kaca di atas bed? Loket? Oh my…hotel apa ini…padahal ratingnya cukup bagus looo…
Karena penasaran, saya sampe ngubah rencana, ntar nginepnya ngga usah di Blitar, di kota lain yang deketan aja. Pusing-pusing ngatur itinerarynya, pilih hotel lagi, dan hasilnya…
Lah..kok makin creepy?? Wuah nda jadi nda jadi….
Lalu saya balik lagi ke area Blitar, dan yah..ketemu hotel ini.. Hotel Tugu Blitar, yang masuk ke jaringan Hotel Tugu. Nilainya paling tinggi di antara yang lain, tapi sudah saya singkirkan dari awal.
Pertama, ini hotel kesukaannya bule, makanya ratingnya tinggi karena pengguna Agoda kebanyakan dari luar. Dan seperti hotel bule lainnya, pasti deh penuh barang antik, lorong…vintage gitu. Dulu pernah dapat hotel sejenis di Yogya, full bule memang. Tapi saya agak creepy liat lorong panjang, patung besar, suasana remang-remang, apalagi yang ‘sensi’ abis ya…pasti bisa merasa ini dan itu. Untungnya saya terlalu bebal untuk bisa merasakan dari manusia, apalagi non manusia š Dan memang kalau turis asing kan maunya ketenangan. Beda sama orang kita yang suka rame-rame, kuliner dan shopping. Kedua, harganya paling tinggi di antara yang lain. Tapi ngga ada pilihan, daripada saya terlibat dalam pembuatan video gelap #eh mending cari hotel yang aman dan nyaman buat keluarga.
Nyari hotelnya agak susah karena letaknya di belakang toko-toko di dekat alun-alun Blitar. Ternyata areanya luaaas di dalam, sampai bisa puluhan mobil masuk. Bisa bayangkan hotel minimalis yang biasanya saya tempatin umpel-umpelan kan parkirnya, makanya lihat hotel dengan parkir luas itu rasanya gimanaaa gitu. Begitu masuk disambut dengan sulur tanaman jadi nyeni banget. Front office di kanan barengan sama lobby, resto di kiri, setelahnya ada deretan gamelan. Kamar kami di paling belakang, lantai satu di antara bangunan tiga lantai.
Kamarnya sih kecil dan model lama, tapi terawat dengan baik. Kayu-kayu perabotnya bagus, dan interiornya peduli detail. Kelengkapan modern seperti air panas dan beberapa saluran TV internasional juga ada. Begitu juga dengan room service yang kayanya luengkap. Kita ngga nyobain karena milih keluar dan…bingung mau makan apa. Bukan karena saking banyaknya, tapi saking banyaknya yang tutup. Minggu sore kali ya, jadi lebih sepi.
Keliling hotel, bagus loh penataannya. Yang suka foto-foto pasti heaven deh. Gitu juga yang suka sejarah. Kamar no 1 terletak dekat front office, namanya Sang Fajar. Brrr….kalah hawa kayanya kalau nginep disana. Yang nginep ya sekelas menteri dan presiden. Di bangunan yang sama ada sekitar 8 kamar gede-gede dengan pintu tinggi, sekitar 2,5 meter deh, lalu hiasan kenegaraan. Di bagian belakang ada kertas-kertas berbahasa Indonesia kuno dan Belanda. Ini pohon beringinnya juga gedeee banget.
Pas breakfast esok paginya, resto yang letaknya bersebrangan dengan front office ini langsung menyita perhatian saya. Kecil aja, tapi suasana ningratnya terasa. Meja dan kursinya ‘serius’, pakai taplak, serbet berisi sendok garpu, piring keramik, sesuatu yang ngga saya dapat di hotel modern nan minimalis. Pelayan restonya pake jarik dan beskap putih. Teh kopi bisa ambil sendiri. Makanannya bisa pilih mau soto ayam, rawon, pecel, nasi goreng atau roti. Dan di antara para bule yang mengunyah roti dan omelettenya dengan cantik, kita menyantap sarapan khas Indonesia ini dengan lahap. Ih beneran, enak lo masakannya.
Semoga suatu saat bisa mencicipi yang lainnya š
***
IndriHapsari
tempatnya cocok buat istirahat, ya mbak. tenang, adem dan nggak bising.
Benar Pak, meskipun letaknya di pusat kota, sejajar dgn Kantor Walikota š