Makan Apa di Solo?

Berbeda dengan Bapak saya yang  selalu mencari tengkleng, tongseng dan sate buntel kalau ke Solo, saya lebih suka nyobain makanan yang light. Waktu jalan pagi pas lagi dinas di Solo, penasaran lihat ada Vien’s Selat di jalan Hasanuddin, dekat Stasiun Solo Balapan. Pegawainya yang terdiri dari para wanita itu rapi berseragam dan bercelemek. Sepagi itu sudah sibuk membawa bahan makanan yang terdiri dari sayuran segar, siap untuk diolah. Karena belum buka, janji suatu saat mesti kesana.

Akhirnya saatnya tiba. Dengan naik becak dari stasiun, kami mendatangi tempat ini pas jam makan siang. Rame banget, jd meja makannya harus sharing. Para pegawai hilir mudik mengantarkan pesanan dan mengambil piring kotor. Ngga ada bon catatan. Silakan duduk, sebutkan mau pesan apa ke mbak yang hilir mudik, lalu tunggu aja sampai pesanannya datang. Cepat kok, antara 5-10 menit. Selesai, langsung bayar ke ibu yang sibuk ngitungin duit.

image

Menu yang tersedia seperti ini.

image

Sayang selat iganya habis, jd kami pesan selat daging cacah dan sup galantine. Selat terdiri dari steak ala Solo, kentang goreng, buncis, wortel dan telur rebus. Disiram dengan kuah asem manis segar. Rasanya mengingatkan pada bistik, steak ala Indonesia.

image

Saya pernah baca dimana ya, asimilasi masakan Belanda dengan Indonesia itu paling kuat terjadi di Solo. Selat Solo dulu adalah masakan yang disajikan di Keraton, untuk menjamu para tamu raja. Aslinya sih steak, disesuaikan dengan lidah jowo jadinya selat itu.

Yang pasti sih masakan khas Solo itu manjain yang makan. Semua gampang dilahap, rasanya enak, dan biasanya ngga ada sisanya. Contoh kalau masak ayam, kalau ngga daging tok ya disuwir, jadi ngga bersisa tulang. Sate buntel ieinya cacahan daging kambing, yang dibalut lemak. Nah lo, semua dipersiapkan biar pelanggan puas meski persiapannya harus kerja keras.

Saya pernah makan di warung yang juga ramai, pengunjung sipih berganti datang untuk sarapan. Modelnya prasmanan,dan asli mupeng liat jejeran panci gede-gede dan wadah yang ada di sana. Sup aja ada 3 jenis, sayuran lain umumnya bersantan. Lauk pauk sudah ‘dibungkus’ dengan cantik. Sosis solo, pangsit goreng dan galantine. Semua tinggal ngunyah.

image

Makanan kawinan lain lagi. Kebetulan keluarga kami langganannya di gedung Persatuan Masyarakat Surakarta alias Gedung PMS. Karena hajatannya disitu terus, sampe apal tata caranya. Undangan datang itu langsung duduk, menanti rangkaian adat temu pengantin hingga duduk di pelaminan. Setelah itu baru makan sama-sama.

Awalnya teh manis pake gelas gede, free flow pula. Terus dua macam snack, asin dan manis. Biasanya cake berkrim dan sosis solo. Lalu sup galantin. Isinya jamur, wortel, bakso dan galantine pasta. Berikutnya nasi kuning, terakhir es puter dengan dua iris pisang.

Nasi kuningnya seperti ini.

image

Cantik ya…dibuat tumpeng kecil, lalu sekelilingnya lauknya. Semua tinggal lep. Ada ayam suwir, kering kentang, ayam goreng tepung, telur dadar, krupuk dan sambel, lalu sambel goreng ati.

Yang pasti sih semua tamu pulang dengan kenyang šŸ˜€
***
IndriHapsari

4 comments

Leave a Reply to indrihapsari Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s