Sebenarnya bukan hanya kota Bukittinggi yang obyek wisatanya menarik, tapi seluruh Sumatera Barat kayanya OK deh…Kalau mau lengkap ngunjunginnya mulai dari pegunungan, pantai, danau, ngarai, air terjun, tebing, bisa di dapat semua di sini.
Pantes aja dulu Belanda menjadikan Bukittinggi sebagai pusat pemerintahannya di Indonesia. Selain alamnya indah, iklimnya juga sejuk. Trus dengan sotoynya ngelarang orang pribumi untuk menikmati daerah yang dikuasainya. Kurang ajar bener. Untung kita sudah merdeka, jadi kekayaan alam ini bisa dinikmati oleh seluruh orang Indonesia.
As usual kalo bepergian di Indo, mesti sewa mobil karena angkutan umumnya masih susah, belum resiko keamanan. Tapi Bukittinggi ini oke kok, aman dan ngga ada orang usil yang ganggu wisatawan. Syukur-syukur bisa nyewa pemandu, soalnya beda deh antara pergi ke suatu tempat dengan pergi juga, tapi pake diterangin sejarah, karakeristik daerah dan masyarakat, serta gimana posisinya dibanding kota-kota lain. Travel dan pemandu yang ini recommended, ngga setengah-setengah ngasih servicenya, dan wawasannya juga luas.
Awalnya sih kita berada di The Hills, dulunya Hotel Novotel. Konon perjanjian Republik Indonesia Serikat, pas jaman PRRI itu dilakukan di hotel ini. Bangunannya tua, megah, dan indah. Terawat dengan baik pula. Ya apapu kalau dirawat dengan baik pasti bagus, terutama karena bangunan ini bangunan lama dan bersejarah.
Bukittinggi sendiri punya beberapa tempat wisata. Di artikel sebelumnya saya cerita soal Jembatan Limpapeh dan Benteng Fort de Kock, lalu ada jam gadang, taman pesona yang memperluhatkan ngarai Sianok, taman margasatwa, istana Bung Hatta, taman Bung Hatta, lubang Jepang, dan semuanya dekat. Jadi dari hotel kita di Royal Denai, udah jalan kaki aja ke tempat-tempat itu. Angkotnya pun ada, tinggal tanya arahnya kemana.
Jam gadang letaknya persis di belakang The Hills, merupakan pusat keramaian di Bukittinggi. Banyak penjual makanan, aksesoris, dan baju unuk souvenir disana. Ramai dengan musik dari pengamen, dan ada badut yang sepertinya disewa oleh pemkab untuk menghibur masyarakat. Keadaannya bersih, penjualnya juga ngga maksa. Kami sempat nyoba krupuk kuah disana, jadi krupuk seperti opak, atasnya ditaruh mie kuning, lalu disiram kuah seperti kari.
Kalau jembatan Limpapeh sudah pernah saya ceritakan di artikel sebelumnya, Ngarai Sianok emang baru kita kunjungi terakhir. Aduh beruntung sekali Bukittinggi punya keindahan alam di dalam kota. Ngarainya itu berpadu dengan great wall. Jadi ada tebing yang menjulang di kiri kanan, trus di bawahnya mengalir sungai datar yang airnya tenang. Sampe ngga percaya lihat sungainya, ini beneran natural apa buatan? Soalnya rapi banget secara struktur. Yang perlu diperbaiki adalah masyarakatnya jangan buang sampah disana dong, supaya ngga ngerusak pemandangan. Di sini kita juga beli itiak lado mudo, katanya sih yang enak emang yang di ngarai. Kisah kulinernya bisa disimak di artikel berikut.
Sebelum kita ke Puncak Lawang, perjalanannya ke arah kelok 44. Di Minang ini mungkin karena penduduknya banyak berdagang ya, jamak terdengar nama daerah yang berangka. Misal kelok 9 di antara Bukittinggi dan Pekanbaru, lalu daerah 50 kota di dekat Payakumbuh..unik 🙂
Dari Puncak Lawang kita bisa lihat luasnya danau Maninjau. Wah kalau lihat danau ini sih, danau Selorejo di Malang serasa sepertj kum-kuman. Maksudnya kecil. Danaunya guedee…berkabut..konon kalau kabutnya hilang, di balik pegunungan yang mengelilingi danau tersebut bisa lihat Samudera Hindia. Tempatnya baguuus banget, bisa guling-guling di rerumputan hijau ala Princess Syahrini 🙂
Ngga lengkap rasanya kalau ke tanah Minangkabau tapi ngga ke Rumah Gadang..owh gadang itu artinya besar. Lalu tanduk yang menghiasi hampir seluruh atap rumah di Sumatera Barat ini melambangkan kerbau, yang menjadi lambang kemenangan waktu kerajaan Minang melawan Majapahit. Atapnya yang terbuat dari seng konon karena masyarakat Minang menganggap kalau pake genteng yang dari tanah itu seperti dikubur, makanya pada ngga mau.
Rumah gadang yang kami kunjungi dibuat oleh seorang pengusaha Minang di Jakarta. Proyek sosial sepertinya, soalnya gede bener dengan lahan yang juga sama luasnya. Terawat dengan baik, dan kebayang deh yang bisa bangun gini pasti kaya banget. Atap rumah gadang harus ganjil, jadi simetris di kedua sisi, laku ada yang sendirian di tengah depan. Jumlah kamarnya juga ganjil, dan diatur urutannya antara anak yang sudah nikah dan belum. Bagian depan untuk lumbung, bagian bawah untuk kandang.
Trus kita ke Lembah Harau..haduuuh..ini sih harusnya masuk ke 7 keajaiban dunia. Jadi awalnya datar aja, bahkan agak berkabut yang ternyata asap dari Riau. Tibi-tibi…muncul tebing tinggi di kiri kanan kita…muncul gitu aja ngga pake ngabar-ngabarin atau yang kecil-kecil dulu. Katanya sih lembah harau ini aslunya laut, karena ditemukan kandunga garam di dalamnya. Trus karena gempa jadi naik semua.
Melewati lembah harau ini berasa di Grand Canyon. Kalau dipahat mungkin bisa kaya Petra 🙂 Yang istimewa, ada satu spot yang muncul air dari tebingnya, seperti air terjun. Ada homestay disana buat yang mau nginep, baik untuk wall climbing maupun tracking. Keren banget dah!
Mengenai air terjun di tebing, kita juga liat itu di Lembah Anai, satu daerah antara Padang Bukittingi. Disini juga kita beli duren lembah Anai yang enaaak….
Hayuk, menjelajah pulau lainnya…#ketagihan 🙂
***
IndriHapsari
Breathtaking pemadangannya Mba…. ❤
Cantiak2 Pak Dani 🙂 Sayang sy ngga pandai moto, gadgetnyapun payah kameranya jd kabur2 gitu, smg msh bs dinikmati 🙂