Seorang teman di Singapura bercerita kini Pemerintah Singapura sedang mendorong anak-anak sekolah untuk memainkan layang-layang. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya anak-anak berkacamata (myopia atau rabun jauh) karena kebiasaan membaca, memainkan gadget, sering di depan komputer dan televisi, dan jarang berkegiatan di luar rumah.
Kondisi yang sama ditemukan di kota-kota di China, Taiwan, Hong Kong, Japan, dan Korea Utara, dimana sekitar 80 hingga 90 persen anak-anak usia sekolah mengidap myopia. Saat berkesempatan menaiki MRT di Singapura saya perhatikan penumpangnya anteng semua. Masing-masing sibuk memperhatikan gadget yang dipegangnya, tidak ada yang ribut berbicara.
Beberapa penelitian terbaru memperlihatkan anak-anak yang menghabiskan waktu lebih banyak di luar memiliki resiko yang lebih rendah menderita gangguan penglihatan daripada mereka yang sering beraktivitas di dalam ruangan.
Bentuknya bisa macam-macam seperti bermain di halaman, berjalan ke tetangga, dan berolahraga di luar ruangan. Dengan bermain di luar akan menstimulasi cairan kimia di otak yang menyebabkan penglihatan bertumbuh menjadi lebih panjang, atau melatih otot mata untuk melihat jauh. Diharapkan dengan hal ini myopia dapat dicegah atau tidak bertambah.
Karena itu muncul gerakan ‘Go Fly A Kite!’. Tujuannya agar anak-anak dapat melatih matanya dengan cara yang menyenangkan. Mereka berkegiatan di luar rumah, bisa bersama keluarga ataupun teman – teman, untuk memainkan layang-layang. Kegiatan ini bisa dilakukan pada pagi, sore dan malam hari.
Pada malam hari, di sekitar Clarke Quay, giliran orang-orang dewasa memainkan ‘layang-layang’ yang dikendalikan dengan remote control dan dihiasi lampu warna warni. Ketika ‘layang-layang’ melesat ke atas, yang terlihat dari bawah adalah berbagai bentuk seperti mozaik, pesawat atau roket yang indah.
Selain melatih mata, berkegiatan di luar juga dapat mengurangi obesitas. Meskipun gerakannya tidak terlalu banyak, namun cukup menguras keringat jika dilakukan dengan durasi lebih dari setengah jam. Paling tidak, gerakan menarik dan mengulurkan benang layangan melatih syaraf motorik.
Menaikkan layangan juga melatih kesabaran. Sabar menunggu adanya angin. Sabar menunggu layangan terbang ke atas baru memanjangkan lagi benangnya. Sabar menantinya terbang dengan tenang sebelum menariknya. Dan saya menduga bermain layangan menunjukkan kepribadian kita. Saya dan teman-teman kerja pernah berkompetisi tentang siapa yang bisa bermain layang-layang paling lama, dialah yang jadi pemenang. Kebanyakan yang berhasil menaikkannya adalah orang-orang yang fleksibel dalam bergaul, sementara yang gagal atau sulit menaikkannya adalah orang-orang yang lebih kaku. Kira- kira, saya masuk yang mana ya? 🙂
Bermain layangan bersama teman juga menambah keakraban, sekaligus berlatih bersaing dengan sehat. Kompetisi lain apalagi kalau bukan berusaha menjatuhkan layang-layang lawan. Diperlukan strategi, ketrampilan dan penentuan waktu yang tepat untuk menarik, mengulurkan, dan memotong benang lawan. Rasa bahagia terpancar ketika melihat layang-layang lawan jatuh, sementara rasa sesal kalau kalah tidak akan berakhir dengan perkelahian, karena lawannya saja tidak kelihatan:)
Jadi, mari ajak anak-anak bermain layang-layang!
Sumber :
http://covdblog.wordpress.com/2010/11/30/go-fly-a-kite/