Tidak afdol rasanya jika ke Madura tidak mencicipi masakan bebeknya. Konon masakan bebek di Surabayapun bebeknya berasal dari Madura. Dalam satu liputan koran Kompas, bebek – bebek itu diantarkan oleh para pengepul tiap hari, dan membantu perekonomian masyarakat Surabaya.
Di Madura kini juga mulai banyak restoran yang menyajikan hidangan khas bebek, sejak jembatan Suramadu dioperasikan. Banyak turis domestik yang datang untuk melihat seperti apa Pulau Madura, plus mencicipi kulinernya. Tera’ Bulan, restoran yang berada di Jalan Raya Ketengan ini adalah salah satunya. Bebek menjadi hidangan utama, dengan berbagai variasinya. Berbeda dengan Surabaya dengan warung bebek gorengnya, bebek dengan variasi seperti bebek cabai hijau, bebek bengal dan sate bebek disajikan disini. Konsumen menjadi terpuaskan dengan berbagai pilihan menu yang ada.
Pemilik restoran ini nampaknya cukup responsif melihat perkembangan bisnis kuliner di Madura, dan berusaha mencari tahu apa sih yang diinginkan konsumen berikutnya. Berbagai menu ditawarkan untuk menangkap selera konsumen, dan menu akan terus diperbarui seiring dengan perubahan yang ada. Tidak hanya soal menu, namun fasilitas yang ia berikan berbeda dengan restoran tradisional lainnya. Ia mempunyai satu ruang besar yang terpisah, cocok untuk rombongan sehingga lebih private. Pelayannya ada banyak dan tanggap melayani konsumen. Ruangan berAC, toilet yang bersih, toko souvenir dan lahan parkir yang teratur, menjadikan pelanggan puas dan berminat untuk kembali lagi.
Tak berapa jauh dari restoran ini, ada satu warung bebek goreng yang sangat terkenal, namanya Bebek Sinjay. Sebenarnya kalau disebut warung tidak cocok juga, karena kalau dibandingkan dengan restoran sebelumnya, luasnya bisa 6 kalinya. Anda tentu bisa bayangkan pula berapa kursi dan meja yang disediakan. Tempat parkirpun menghabiskan dua sisi jalan, dan halaman belakang yang menghadap sawah juga disulap menjadi tempat parkir.
Soal makanan, mereka hanya punya satu jenis, nasi bebek goreng. Lupakan soal minta potongan paha atau dada, atau berminat untuk beli bebeknya saja. Karena mereka tidak melayani pesanan khusus (customized) seperti itu. Yang ada hanya satu menu, take it or leave it. Begitu juga dengan tempat, beratapkan seng, beralas lantai semen, dengan minuman kelapa muda yang langsung disiapkan dari pick up pengantarnya saking sibuknya. Ruangannya terbuka sehingga beberapa kipas angin digantung pada beberapa pilar, dengan meja kursi yang apa adanya.
Pelayan yang ada hanya berfungsi untuk membersihkan meja, bukan untuk mencatat dan mengantar pesanan. Setiap pembeli harus ke kasir dulu untuk mengantri pesanan dan membayarnya. Minuman silakan pesan yang wajar saja, kalau mau cepat air mineral dan teh dalam botol. Serelah mendapat nota dengan nomor, selanjutnya pembeli harus mengantri ke sisi lain, sampai nomornya dipanggil. Serahkan notanya, dan bawa sendiri pesanannya. Lupakan soal perlengkapan sendok garpu, piring kecil tempat sambal, atau minta tambah sambalnya. Hanya ada satu prosedur, take it or leave it.
Kelihatannya warung ini memang tega memperlakukan pelanggannya. Tapi ya rame terus tuh, dan antriannya benar-benar seperti pengungsi. Selain bebeknya memang enak, faktor lain adalah permrosesannya yang cepat. Dengan ribuan pelanggan datang setiap harinya, tanpa proses yang efisien pengalaman pergi ke Bebek Sinjay menjadi pengalaman yang negatif, melelahkan dan membuat frustasi. Namun pengelola mengambil langkah berani dengan memangkas prosedur pemesanan, dan terutama mengorbankan masalah pilihan.
Bisa dibayangkan, dengan pelanggan yang begitu banyak, jika pemilik tetap nekat dengan menawarkan berbagai menu bebek, waktu tunggu pelanggan akan bertambah lama dan bagian dapur akan begitu sibuknya mengolah semua pesanan. Sumber daya manusia dan bahan baku harus lebih bervariasi, demikian pula keahlian memasak yang dimiliki.
Kelak, jika pesanan harus ditanyakan dan diantarkan, pelayan yang direkrutpun akan lebih banyak. Mereka akan hilir mudik mencatat, mengantarkan pesanan, mengantarkan bill, dan membersihkan meja. Satu restoran seafood terkenal di Surabaya, sampai harus melapisi mejanya dengan plastik-plastik, sehingga begitu selesai makan semua sisa makanan ditumpahkan ke atas plastik, kemudian plastik dilepas dari meja dan diangkut ke dapur. Dalam sekejap meja telah bersih.
Efisien memang mengorbankan responsif, namun tidak berarti pelanggan menjadi tidak puas. Efisien menyebabkan pelanggan tak perlu lama menunggu untuk menciciki masakan bebek yang lezat tersebut. Efisien membuat pemilik dapat terus mempertahankan harga lamanya. Efisien membuat biaya operasional mereka rendah, dan dapat memberikan harga jual yang bersaing.
Yang bagus memang efisien dan responsif, di saat biaya-biaya bisa ditekan, kita tidak mengabaikan keinginan pelanggan. Namun perubahan apapun yang terjadi, hanya punya satu tujuan, yaitu memuaskan pelanggan. Pelanggannya masuk jenis yang mana, itulah yang menjadi target pasar.
***
IndriHapsari
Gambat : taneyan.blogspot.com, dawhois.com
Nah… eyangku asli Madura tuh.. ttp daku blum pernah ke Madura Ndri.
Sekarang gampang mba, lewat Suramadu cepat dan kulinernya patut dicoba 🙂
kapan kita kesana? Hahaha…
Loh ayo! Deket kok, dan anti macet 😀
aku dah kesana pas cuti kemaren mbak, sekalian pulkam ke bangkalan, hehehe
Waks! Keduluan! 🙂
Kakap buyut suami asli sumenep. Tapi yo jarang juga ke sana. Aku sudah dua Kali ke madura. Tapi duluuuuu banger jalan jembatan suramadu bahkan direncanakan pun belom.
Kalo aku sih kayaknya milih yang tera’ bukan den. Why? Soale kalo Makanya suasana juga jadi pertimbangan kenapa aku milih ruh resto. Rodo larang rapopo sing penting nyaman. Apa lagi kalau bawa anak kecil…
Mbak dimaklumi yo kalo komene banyak typo. Soale sepertinya jariku ga cocok pakai qwerty he he kegedean jadi suka kepencet huruf lain
Ayo mbak ke Madura 🙂 Sekarang malah sy nemu di Kaza mbak, di surabaya, Sinjay buka cabang di sana. Jd ngga perlu umpel2an kaya pengungsi lagi 🙂
Iya mbak gpp, sy ngerti kok. Sy jg suka typo klo ngegosip sm VP, soalnya kecepetan ngetiknya 😀