‘Aku ngga baca deh.’
Aku termangu. Cewek ini…orang lain mencari novelku yang habis di pasaran, menunggu cetak ulang, ia malah menolak buku yang kusimpan khusus untuknya. Sudah ada tandatanganku, dengan namanya kusebut.
‘Kenapa?’ tanyaku menahan marah.
‘Takut jatuh cinta,’ katanya sambil senyum-senyum.
‘Sama penulisnya?’ Pada level ini sepertinya marahku lenyap.
‘Hahaha, ge-er ih! Sama tokohnya,’ katanya terbahak.
Kini aku mulai mengerti masalahnya. Kami pernah berdiskusi tentang tokoh ini.
‘Kau takut akan menginginkan pria seperti Ryan yang serba sempurna? Bahkan diduakan ya tetap saja setia?’
Ia mengangguk. ‘Ngga ada cowok kaya gitu.’
‘Ah, ada saja! Ryan itu aku banget…’
‘Gombal!’ potongnya. Lalu berderailah tawanya.
Aku masih belum menyerah, ‘Apa coba dari kami yang tak sama?’
Ia menggeleng. ‘Mana kutahu, sudah kukatakan aku tak baca novelmu. Membaca ulasannya di koran membuatku yakin untuk tidak menyentuhnya. Dan kelihatannya para fans wanitamu yang memborong novelmu di semua toko buku.’
‘Makanya, baca dulu,’ paksaku.
‘Apa gunanya sih? Habis baca pasti aku menginginkan ada Ryan di sampingku. Lalu begitu tahu ia tak ada, hanya harapan mendalam yang kurasakan. Dan bisa apa aku dengan rindu? Jangan bikin ruwet hidup, Bung!’ katanya sungguh-sungguh.
Aku menghela napas. Baru kali ini mengejar-ngejar pembaca agar membaca karyaku.
‘Tulisan akan menemukan pembacanya,’ katanya lagi.
‘Iya. Kali ini tulisanku ingin dibaca kamu,’ rayuku lagi.
Ia tertawa. ‘Haduuh…Tuan Pengarang ini sungguh memaksa rupanya. Baiklah Tuan, supaya kau senang, mana bukunya?’
Dengan tersenyum kuserahkan buku itu. Kucegah ia saat akan memasukkannya ke tasnya. ‘Baca dulu, halaman pertama,’ perintahku.
Ia mengomel pelan sambil membuka bukunya. Ah biarlah aku dianggap memaksa, asal…
‘Untuk kau yang tak percaya ada pria seperti Ryan,’ ia mulai membaca, ‘bagaimana kau tahu jika tidak mencoba?’ Ia terdiam. ‘Ah…ini…’
Aku mengangguk. ‘Ijinkan penulisnya membuktikan, pria seperti Ryan itu ada. Kalau kau sudah selesai dengan Tejo, aku bersedia jadi Tejo yang berikutnya,’ kataku sambil tersenyum.
***
IndriHapsari
gambar : chromebookguruac.blogspot.com
menarik…. š
Makasih Pak Ve š
Bisa apa ak dengan rindu?
Simpel tp slalu Keren
Hiks, makasih ya Ade :’)
Sukaaa ceritanya mbak indri. Bahasanya mengalir, nggak perlu berkerut2 untuk memahami
Waaaah, makasih yaaa ^_^
Keren….khas Mbak Indri
š³ makasih bnyk mbak Dyah ^_^