Mengistimewakan Para Pembenci

20131107-232017.jpg

Waktu salah satu teman Kompasianer mengeluhkan kenapa komennya tidak dibalas, saya mengusulkan hal yang sederhana. ‘Tulis saja komen yang menyakitkan hati, nanti pasti cepat dibalas.’

Bukan tanpa alasan saya mengusulkan hal tersebut. Kita lihat begitu mudahnya kita tersulut emosi dan sekejap ingin membalas perkataan yang bikin sakit hati, dibandingkan dengan perkataan yang memuji. Pujian memang bikin melayang, tapi tak perlu cepat dibalas, ngga bahaya ini. Tapi kalau perkataan yang menyakitkan, harus segera dibalas, apalagi kalau kaitannya dengan kredibilitas.

Pada peristiwa terbaru, Ibu Ani Yudhoyono dengan Instagramnya, Beliau lebih suka membalas satu komentar yang menyakitkan hatinya, daripada ratusan komentar yang memuji hasil fotonya. Atau kasusnya Agnes Monica, yang sewot karena fotonya di depan pintu dibahas oleh para hatersnya. Agnes yang sibuk itu, ya sempet tuh balas komen miring. Bahkan penulis artikel soal Agnes tersebut, juga hanya punya waktu membalas komen yang bernada negatif di artikelnya, sedang yang lainnya dilewatin. Betapa hebatnya kekuatan kebencian!

Kalau punya blog atau lapak macam di Kompasiana, balasannya bukan hanya komentar, namun berbuah sampai ke tulisan segala. Entah saking gemesnya, atau memberitahu para penggemarnya ada yang berani-berani komen menyakitkan hati pada idolanya atau teman mereka. Sekalian maksudnya kalau mau ngepruk rame-rame.

Padahal, hidup ini untuk cari musuh atau teman?

Dengan kita membalas hal yang menyakitkan dengan menyakitkan, dengan menyebarkan kebencian, dan dengan mengistimewakan mereka, bakal senanglah para pembenci itu, mendapat perhatian. Seorang psikolog pernah berkata, anak nakal itu sebenarnya untuk mencari perhatian orang tuanya. Ketika ia berlaku baik tidak mendapat pujian, maka ketika berlaku buruk ia akan dapat hukuman, dan orang tuanya menjadi lebih perhatian padanya.

Bukankah itu yang diinginkan para pembenci? Dan jika kita memasok perhatian padanya, para pembenci ini akan tumbuh subur, dan tidak pernah belajar bertingkahlaku yang sopan.

Sekarang, coba kalau kita cuekin mereka. Pasti blingsatan sendiri, mencoba usaha-usaha lain agar kita bersuara atau bereaksi. Cuekin saja terus, hingga akhirnya ia akan mencari cara lain, di luar menjadi pembenci, untuk menarik perhatian kita.

Bagi kita sendiri, mengistimewakan pembenci sungguh ngga ada gunanya. Yang harus diistimewakan itu sahabat, yang menerima kita apa adanya, berkomentar nyeleneh tapi tulus, dan menyayangi kita tentu (meski mereka terlalu gengsi untuk mengatakannya). Dengan memberi perhatian pada mereka teman-teman kita, hubungan persahabatan terjalin lebih erat, dan siapa tahu bisa merambat bidang lainnya (apaaa coba…)

Jadi stop distorsi hidup dengan mengistimewakan pembenci. Mulailah fokus pada tujuan, dan menjalin persahabatan dengan mereka yang tulus menyayangi kita.
***
IndriHapsari
Inspirasi : madeandi.com
Gambar : jtfoxxblog.com

2 comments

  1. menanggapi komentar negatif itu kayak menyiram bensin ke kobaran api, mbak. makin gede apinya. lha iya udah tau gitu kenapa kok diladeni, yg namanya pro dan kontra itu kan biasa. mungkin karena kita ini nggak dibiasakan berbeda pendapat kali ya 🙂

    • Hahaha, benar pak analoginya. Kdg mrk jg bilang kita anti kritik, wah kitapun mesti bs membedakan, mana kritik membangun dan yg menjatuhkan. Utk jenis yg terakhir, woles aja 🙂 Trims Pak Yudhi ^_^

Komen? Silakan^^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s