Kuis Versus di Kompas TV ini cukup seru.
Pesertanya Boim Lebon dan Aditya Gumay, penulis dan produser program-program televisi. Dibawakan oleh Helmi Yahya, kuis yang sarat ilmu pengetahuan ini tetap segar dengan humor-humor yang dilontarkan berbalasan antara peserta dan presenter.
Pada babak terakhir, kedua peserta harus bekerja sama, menjawab 25 pertanyaan yang diajukan secara marathon dalam waktu yang terbatas. Dan hampir seluruh pertanyaan dijawab dengan tegas oleh Aditya, hanya ada dua pertanyaan yang dijawab Boim dengan lirih. Sepanjang tanya jawab tersebut, Boim hanya mengacungkan kedua jempolnya atas jawaban Aditya.
Di akhir acara, Helmi menyindir dengan mengatakan, ‘Hanya sebelah kanan saja yang menjawab.’ Cengar-cengir Boim membalasnya, ‘Memang selalu dibutuhkan kerja sama antara kedua pihak. Aditya yang menjawab, saya yang bagian…doa.’ Serentak penonton tertawa, tak terkecuali Helmi.
Apakah itu berarti semua penonton tersebut, termasuk presenternya, tak bermoral? Meremehkan arti doa?
Entahlah, tapi satu yang saya dan mungkin pemirsa lainnya lihat, yang mengatasi persoalan adalah mereka yang berusaha dan mencoba, dengan memikirkan dan menjawab dengan lantang. Berani menanggung resiko jika salah dan kalah. Bayangkan jika kedua peserta adalah mereka yang mengandalkan doa, mungkin Helmi bakal geleng-geleng kepala. Karena doa tidak menjawab pertanyaan yang ia ajukan.
Ora et Labora. Berdoalah dan bekerja.
Semua penemu yang mempengaruhi kehidupan manusia, sepanjang hidupnya yang ia lakukan adalah mencoba dan gagal. Perlu ratusan kali kegagalan sebelum akhirnya menemukan keberhasilan.
Saya, dan semoga saya ada temannya, senang sekali mengandalkan bab berdoa ini untuk menenangkan orang lain, yang mungkin saja sebenarnya untuk menenangkan diri sendiri, bahwa saya cukup peduli dengan permasalahannya. Dengan kalimat sakti, ‘Saya doakan ya!’ saya bisa pulang dengan lega. Sampai rumah, mending kalau saya ingat menyelipkan permintaan itu dalam doa. Kebanyakan sih lupa, ingatnya sama urusan pribadi saja.
Seperti saat seorang anak yang lapor ke Ayahnya, bahwa barang-barang tetangga sebelah sedang dikeluarkan karena ia tak sanggup membayar sewa. Sang Ayah berkata, ‘Nanti Ayah doakan ya Nak, semoga pemilik rumah memberinya kesempatan lagi.’ Dan memang itu yang dilakukannya, berdoa. Namun sang tetangga tetap saja diusir dari kontrakannya.
Kali lain si anak lapor lagi, mengatakan tetangga sebelah kelaparan karena tak bisa membeli makan. Ayahnya kembali menenangkan, agar membawa masalah ini dalam doa agar ada yang menolong mereka. Seharian terdengar tangis anak tetangga sebelah, karena dililit kelaparan.
Si anak kemudian datang dengan membawa setumpuk pekerjaan rumah, yang masih kosong. Dengan santai ia berkata, ‘Ayah, ini PRku. Tolong dikerjakan ya.’ Ayahnya murka mendengar permintaan anak tersebut. ‘Enak saja! Ini kan tugasmu! Kenapa kau suruh Ayah yang melakukannya?!’ Anak tersebut menjawab dengan tenang. ‘Ayah juga sama. Seharunya Ayah kan yang menolong para tetangga sebelah? Kenapa selalu menyuruh Tuhan untuk melakukannya?’
Kita selalu berharap, pertolongan Tuhan datang melalui orang lain, bukan tangan kita sendiri. Seakan takut kotor, takut lelah, takut merugikan diri sendiri. Sehingga kita ingin Tuhan menggerakkan hati orang lain, untuk menolong yang kesusahan. Dengan dalih mendoakan, sebenarnya kita ingin lepas dari kewajiban.
Lalu bagaimana sebaiknya?
Entah bagaimana dengan Anda ya, kalau saya pribadi menjadi sangat hati-hati saat akan mengatakan, ‘Saya doakan ya!’ Karena di balik kata-kata ini tersimpan tanggung jawab yang besar, untuk dapat menyertainya dengan usaha. Keberhasilan hanya akan tercapai jika kita berusaha dan berdoa, karena itu tak patut jika kita diam saja. Tunjukkan empati dan berusahalah semampu kita untuk menolongnya.
Buat yang akan kita tolong, hal ini sekaligus akan melegakan baginya. Doa memang penting, namun senang juga mengetahui, jika setidaknya ada orang di dunia, yang memahami permasalahan kita, menenangkan kita atas emosi yang melanda, bahkan membantu memberikan jalan keluarnya. Itulah fungsi kita sebagai manusia, bukan hanya memanjatkan syukur dan doa bagi Tuhan, namun juga membantu sesama manusia.
Alih-alih mengatakan, ‘Saya doakan ya!’ mungkin saya harus mengubahnya menjadi, ‘Saya bisa bantu apa?’
***
IndriHapsari
Gambar : Wonderful Engineering – Facebook