Hei!
Ah..mmm..sudah sampai?
Makasih ya, atas waktu yang menyenangkan kemarin. Mmm…akhirnya kita bisa ketemu juga ya, setelah selalu bicara lewat aksara. Untung sudah janjian, sama-sama pakai baju merah. Eits! Jangan protes lagi! Hihihi..kamu inget kan, sebelum berangkat kamu komplain keras atas pilihan warna itu. ‘Ngga cowok banget!’ katamu. Tapi..ceritanya gimana sih kok akhirnya kamu setuju? Ok. Skip.
Mm…eee..buat info aja..aku nungguin di bandara udah sejam sebelum jadwalmu landing lo. Takut telat. Lagian…aku deg-degan gitu..ini pertama kalinya kita ketemu. Emang sih, sebelumnya juga sudah tahu foto masing-masing, ngobrol lewat video juga meski jarang banget. Maklum, internet di tempatku kan lelet gituh. Suka putus-putus gambarnya.
Aku bayangin kamu tuh tinggi, agak berantakan dan cuek sama penampilan. Habis, selama ini begitu kan? Semua fotomu seperti itu. Tapi, kaget juga waktu melihatmu memanggul ranselmu. Hei! Kamu rapiii banget. Pakai kemeja merah, yang aku ngga tahu gimana kamu mendapatkannya. Katanya ngga punya…
By the way..kok aku bisa segera melihatmu ya, di antara semua penumpang itu? Entah, tapiii..ada sesuatu yang menuntun mataku supaya menatap ke arah tertentu. Waktu pertama melihatmu, dan ajaib benar karena saat itu kamu juga sedang melihatku, aku tahu, kamulah yang kutunggu. Aku tersenyum, kamu juga. Aku tetap berdiri *dan deg-degan setengah mati* sementara kamu menghampiri.
‘Hei! Apa kabar?’ katamu sambil tertawa lebar. Lalu kamu mengangsurkan tangan. Hahaha…formal banget kan! Tapi tak urung aku juga mengulurkan tanganku. ‘Baik.’ kataku sambil menjabatmu. Hmm..tanganmu kasar. Hehehe..ngapain aja sih kerjaanmu?
‘Aku aja yang nyetir.’ katamu sambil mengambil sisi pengemudi. Ugh, OK. Kuserahkan kunci mobil padamu. Kau taruh ranselmu di kursi belakang, dan kemudian kita melaju meninggalkan parkiran.
Kalau saja kau tahu, jantungku kembali deg-degan. Mau ngomong apa? Apa kamu semenarik yang ku kira? Apa aku semenarik yang kau sangka?
‘Kok diam saja?’ katamu sambil menoleh padaku. Tersenyum. ‘Biasanya kamu cerewet. Oh..ngga ya…tulisannya aja yang cerewet.’ katamu sambil terbahak.
‘Iiih!’ refleks aku memegang tanganmu, meninju lenganmu. Kau makin tertawa-tawa. ‘Pukul lagi dong! Enaknya dipukul kamu. Kaya dipijat!’ godamu. Aku hanya meringis. Diapain juga rasanya ngga akan menghentikanmu menggodaku. Oya, lenganmu alot juga. Kebanyakan working out ya? Hehehe…
‘Ngomong-ngomong, kita mau kemana?’ katamu setelah kita sekian lama melaju. Astaga! Aku menatapmu bingung. ‘Kamu tahu jalan?’ tanyaku. ‘Ngga.’ katamu tanpa dosa. Haduuh, sudah jalan sejauh ini, kupikir kau tahu jalan! ‘Hotelmu apa? Taruh dulu barangmu. Mandi ya. Bau!’ kataku menggoda. Bohong kok. Justru kamu sangat segar. Bau parfummu tercium samar-samar. Hm..woody….
‘Eh, aku sudah mandi!’ kamu menanggapi serius. Dan segera tersadar di tengah derai tawaku. ‘Ah! Bandel ya!’ serumu sambil mengacak-acak poniku gemas. Hei! Aku behenti tertawa sambil membuka penghalang matahari di depan. Ada cermin kecilnya di sana. Mau melihat seberapa berantakannya kekacauan yang kau timbulkan.
‘Udah cantik kok.’ katamu sambil melirik mesra. Euuh…jangan berani-berani ya…memberi tatapan itu lagi. Aku..masih ingat-ingat itu sampai kini.
Aku tunggu kamu di sofa lobby, sementara kamu check-in dan menitipkan ranselmu agar dimasukkan ke kamar. Aku menatapmu dari jauh. Yah, besok kamu sudah terbang lagi. Lain kali, kesini jangan pas transit ya. Tapi khususin, datang untukku.
‘Yuk, jalan. Kemana?’ tanyamu sambil memegang kunci mobil. Aku usulkan suatu nama, karena aku tahu kamu suka apa. Kau segera menyetujui ideku, membukakan pintu *hmm..how gentleman you are* dan menuju tempat tersebut.
Mulai dari kita masuk mobil, makan, berjalan-jalan keliling kota, sampai tiba saatnya mengantarkanmu kembali ke hotel, semua kita isi dengan saling bercanda, seakan-akan kita teman lama. Iya, aku tahu kamu, kamu juga tahu aku. Semua percakapan kita selama ini, entah kenapa membekas di hati. Sehingga mau ngobrol tentang apa saja, aku sudah tahu kira-kira pendapatmu gimana. Kamu pun tahu, bagaimana cara menanggapiku. Mengendalikan kalau sudah mulai keluar ngambekku. Menggoda sampai ku tersipu.
Ah sayang cuma semalam. Dan sayang saat aku berkeras ingin menjemput dan mengantarkanmu esok ke bandara, kau melarangnya. ‘Terlalu pagi.’ katamu. ‘Nanti aku yang cemas, kau sudah kembali ke rumah atau belum. Sementara aku ngga bisa berbuat apa-apa kalau sesuatu terjadi padamu.’ Aku tertawa sambil membantah, hal-hal seperti itu ngga ada disini.
‘Hei. Boleh kan, aku cemas untukmu?’ katamu sambil menatapku dalam. Ups! Aku terdiam kalau kamu lagi serius gitu. ‘Ugh, ya…OK..ugh…aku..pulang ya…’ kataku salah tingkah. Saat aku berbalik pergi, sebuah genggaman di pergelangan tangan menghalangiku beranjak.
‘Kamu belum ambil oleh-olehmu.’ katamu. Dan sebelum aku bertanya ‘Apa?’, sebuah sentuhan lembut mengangkat daguku, dan rasa yang hangat menjalar dari bibirku.
‘Sudah.’ katamu sambil tersenyum.
‘Sekarang boleh pulang.’ Masih tersenyum.
‘Jangan bengong aja dong.’ Tetap tersenyum.
Seperti mimpi.
Sempat melayang tadi.
Masih belum mendarat di bumi.
Sampai akhirnya kau mengandengku, mengantarkanku ke mobil, membukakan pintu, dan mengingatkan sebelum menutupnya.
‘Hati-hati.’
Hati-hati apa?
Hati-hati karena kau telah berhasil mencuri hati?
Hati-hati karena kau menjungkirbalikkan suasana hati?
Hati-hati karena, entah apakah hati ini masih berfungsi, setelah kau obrak abrik isinya?
Maka, dengan sangat terpaksa kukirim surat ini. Menceritakan semua rasa yang biasanya tabu diungkapkan wanita. Semua hanya untuk sebuah tanya, wahai Tuan yang jauh di sana, apa maksud Tuan dengan semua ini? Kenapa lekas pergi dengan meninggalkan tanya di hati? Apa tak cukup Tuan membuat penasaran setengah mati?
Apa Tuan…mencintai?
Ah..hm..gitu aja deh…jadi banyak kan nanyanya…maaf kalau mengganggu..dan semoga kau bisa cepat membalas emailku…
***
‘Ngapain Mas, kok senyum-senyum?’ tanya Paito, driverku, penasaran.
‘Oh..hehehe..dapat email yang menyenangkan.’ kataku sambil menekan tombol Y dan A pada keypad handphoneku.
sumber gambar : pinterest.com