
Kalau ingat-ingat jaman dulu, memberi hadiah kepada pasangan tidaklah sesimpel sekarang. Sekarang sih tinggal beli, di-customisasi, beres deh, jadi hadiah special. Dulu karena belum banyak pilihan dan belum punya duit sendiri, maka otak harus diputar supaya hadiah bisa terasa spesial.
Hadiah Valentine saya yang pertama berupa kaset kumpulan lagu romantis. Jaman dulu sih belum ada CD (ketauan, ketauan deh umur saya berapa :P) sehingga andalan kami para anak muda adalah kaset 90 menit bolak balik. Modal berikutnya adalah radio dengan tape yang bisa merekam, double decker, dan kertas warna-warni.
Lagu yang akan direkam dalam kaset tersebut bisa berasal dari berbagai sumber. Sumber pertama adalah radio anak muda, karena itu radio tape wajib hukumnya. Radio merupakan sumber lagu-lagu masa kini, sehingga harus ditunggui saat lagu yang kita nanti diputar, harus cepat menekan tombol ‘record’. Itupun harus hati-hati juga didengarkan, jangan sampai suara penyiarnya masuk lagi di akhir lagu. Malu dong ketahuan hasil merekam dari radio.
Sumber kedua adalah kaset pinjaman, untuk itu diperlukan tape double decker supaya bisa merekam antar kaset. Tidak mungkin semua lagu kita koleksi albumnya, dan tidak semua lagu dalam satu album itu bagus semua. Jadi dengan prinsip ‘ngga mau rugi’, saya dekati teman-teman yang diprediksi punya kaset lagu yang saya cari. Pinjam, rekam lagu idaman, dan kembalikan. Beres deh! Lalu bagaimana kalau sumber pertama dan kedua tidak membuahkan hasil? Ya sudah, sisihkan uang jajan untuk beli satu kaset asli lagu incaran.
Setelah proses perekaman selesai, satu kaset bolak-balik, ternyata saya masih iseng juga. Di akhir kaset saya isi dengan permainan keyboard yang baru satu lagu saya kuasai yaitu ‘Kaulah Segalanya’ oleh Ruth Sahanaya (gimana, sudah bisa nebak umur saya?). Caranya, pindahkan tape dekat keyboard, tekan tombol ‘record’ dan mulai mainkan lagunya. Jangan lupa pesan seisi rumah untuk tidak bersuara, karena suara sekecil apapun bisa masuk ke rekaman.
Lalu kertas warna-warni buat apa? Sesuai prinsip ’spesialisasi’ tadi (atau lagi kurang kerjaan) kurang afdol rasanya kalau kita menyerahkan hadiah dengan cover polosan. Karena itu cover kaset perlu dihias dengan kertas warna-warni agar menarik, jangan lupa daftar lagu dan lambang hatinya. Hasilnya seperti ini :
Sampai sekarang saya masih mikir, dulu kok bela-belain banget ya..hehehe…
Hadiah Valentine setelah menjadi suami, tentu mengalami perubahan. Terutama dalam hal frekuensi. Maksudnya belum tentu setahun sekali ngasih hadiah Valentine. Ya gitu deh, kalau sudah jadi milik, lupa promosi…hihihi. Tapi ada juga saat saya lagi kumat niatnya, sehingga menghadiahi suami buku buatan sendiri, hal ini terjadi pada hari ulang tahunnya. Bahannya? Ya tulisan di Kompasiana, dipilihin yang ngga koplak tentu saja.
Mulailah saya mengumpulkan semua tulisan tersebut dan dipindah dalam format Word. Kemudian saya edit ulang dengan hanya menampilkan judul, tanggal publikasi dan isi. Tulisan tersebar dalam berbagai rubrik, karena saya memang bawel jadi cerita SATU suami saja bisa masuk Humaniora, Media, Fiksi dan Lifestyle. Gimana kalau lebih dari satu ya…hehehe…
Tulisan tersebut akan saya cetak dalam format buku, sehingga semua saya ubah dalam format A5. Langkah berikutnya adalah mencari gambar cover untuk buku tersebut. Berhubung tidak bisa Photoshop, saya bawa ke tempat fotokopi dan penjilidan, minta tolong gambar tersebut dijadikan cover buku dengan tulisan judul dan nama saya di atasnya. Hasilnya seperti ini,
Kebingungan kembali melanda, ketika ternyata suami harus ke luar kota saat hari ulang tahunnya. Diberikan sekarang ulang tahunnya jadi terlalu cepat. Diberikan nanti sudah telat. Akhirnya saya titip saja ke Pak Joko, supir yang menyertainya sambil saya pesankan, berikan ke Bapak saat tanggal sekian.
Pak Joko memang memberikannya pagi-pagi di tanggal tersebut, sesuai pesan saya. Dia menyerahkan sambil menjelaskan ‘Ini hadiah dari Ibu, Pak.’
Suami saya keheranan. ‘Hadiah dari istrinya Pak Joko?’
Dueng! Apa hubungannya???
Di luar kekacauan tersebut, saya senang sekali bisa menyelipkan puisi yang menjadi favorit saya sejak dulu, untuk seseorang yang menjadi favorit saya sekarang.
Aku Ingin
Sapardi Djoko Damono.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
