Lima jari-jari, menempel di cermin.
Sepasang mata menatapnya. Sedih.
Tadi, ada lima jari-jari lain,
Menempel di kaca bandara.
.
.
Beserta sepasang mata. Yang lain.
*
Lima jari-jari kananku, menggenggam lima jari-jari kirimu.
Lima jari-jari kiriku, menggenggam tisu.
‘Waktu begitu cepat berlalu’ lima jari-jari kiriku menyeka air mata di pipi.
Lima jari-jari kirimu memperat genggamannya.
‘Aku akan kembali. Secepatnya. Setelah selesai studi’.
**
Di atas meja, lima jari-jari kita saling bertautan.
Dua pasang mata, saling bertatapan.
Lampu yang temaram. Sinar lilin di hadapan.
‘Mari lewati malam. Hanya berduaan’
Mengikrarkan janji, untuk saling menjaga hati.
***
Lima jari-jari kananmu, sibuk menunjuk ini dan itu.
Lima jari-jari kirimu, memeluk bahuku.
Bibirmu, sibuk menerangkan isi buku.
.
Mataku, lekat menatapmu.
.
Terpergok olehmu, kau hentikan ocehmu.
‘Jadi..mau belajar ini…atau belajar yang … lain?’
.
Aku tersipu.
****
Lima jari-jari kananmu, kauangsurkan padaku.
Lima jari-jari kananku, menyambut uluran tanganmu.
‘Hendra’ katamu. Kubalas dengan menyebut namaku.
Kau tersenyum. ‘Aku sudah tahu’
.
‘Mas Hendra, maaf, bisa tolong lepaskan tanganku?’
Kau tersenyum. ‘Apa perlu?’
*****
Lima jari-jariku. Di cermin.
Sendirian.
.
.
.
(kalau hujan tiap hari = satu puisi, akan ada yang banyak bicara bulan ini…)
Sumber gambar : emergingfromthefire.blogspot.com

